DeTAK DAERAH II EDISI 180
Maraknya usaha budidaya sarang burung walet terjadi setelah permintaan akan sarang burung walet tinggi, sehingga harganya terus melambung. Kondisi ini yang memancing warga untuk mengelola sarang burung melalui bangunan khusus yang dibuat di sejumlah kecamatan.
|
Ilustrasi Foto : YuDhet |
Diantaranya, Kecamatan Katingan Kuala, Kecamatan Mendawai, Kecamatan Katingan Tengah, dan ada pula di Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan. Biasanya burung walet tersebut memanfaatkan bangunan tua atau gedung-gedung usang untuk bersarang.
Kondisi ini dimamfaatkan masyarakat dengan membangun sarang walet. Sayangnya, keberadaan sarang walet oleh sebagian masyarakat dianggap mengganggu kenyamanan, limbahnya berbahaya bagi kesehatan, suara kaset walet dan sekaligus suaranya mengganggu kebisingan.
Karena alasan itu, sejak beberapa bulan lalu pihak eksekutif telah mengusulkan kepada pihak DPRD setempat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tersebut dibahas bersamaan dengan enam buah Raperda yang lainnya.
Meski pembahasan Raperda Walet berjalan alot, namun pada Jumat malam pekan lalu, DPRD menyepakati menjadikannya peraturan daerah.
Ketua DPRD Wiwin Susanto mengatakan, pembahasan Raperda Walet menelan waktu yang paling lama, diantara enam Raperda lainnya. "Bayangkan untuk membahas Raperda Walet itu saja perlu waktu hingga setengah bulan. Saya sangat bersyukur semua Raperda sudah rampung dibahas semuanya. Sebab pembuatan Perda ini semuanya untuk kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan kita semua,” kata Wiwin kepada DeTAK, Sabtu pagi melalui selulernya.
Politisi muda dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini mengatakan, saat pembahasan Raperda walet itu, sebenarnya tidak ada istilah rumit.
Yang sampai menyita waktu dalam pembahasannya, terang Wiwin, adalah banyaknya perdebatan guna menyamakan persepsi izin bangunan walet, sementara di dalam Undang-Undang (UU) tidak ada yang mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung walet atau IMB rumah walet. Yang ada hanya IMB saja. “Apakah IMB itu digunakan untuk rumah walet atau apa saja yang jelas bila ada warga yang akan mendirikan bangunan atau gedung sudah dipastikan mereka diwajibkan mengantongi IMB,” terang pria, yang pernah menjadi seorang jurnalis salah satu media lokal terbitan Kalteng.
Menyinggung dampak dari walet, Wiwin menjelaskan, tadinya memang ada mencuat di dalam pembahasan, namun setelah dipikir-pikir, akhirnya semua sepakat bahwa Perda yang akan diterapkan semuanya adalah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan, sehingga semunya sepakat untuk tidak dipermasalahkan. Namun demikian akan diatur di dalam aturan lainnya sehingga Perda walet itu nantinya selain untuk kepentingan masyarakat, juga ramah lingkungan. “Begitu pula tentang suara walet dan suara kasetnya nanti akan diatur agar tidak melebihi baku mutu suara,” tutur Wiwin.
Terpisah, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Emon SH, saat diminta pendapatnya, membenarkan rampungnya ke tujuh buah Raperda yang dibahas, termasuk Raperda walet.
Nantinya Raperda itu, jelas Emom, akan disampaikan kepada Gubernur Kalteng, selanjutnya diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Emon berharap, Pemerintah Daerah, dalam hal ini dinas terkait, agar Perda tersebut benar-benar dimplementasikan secepatnya dengan mengacu pada Peraturan Bupati (Perbup).
“Karena kita khawatir buru-buru membuat suatu Perda, tapi ternyata tidak dimplemntasikan (digerakkan), sehingga Perda yang sudah dibahas hampir setiap hari selama setengah bulan itu tidak akan menjadi sia-sia,” katanya.
Emon juga mengingatkan, agar Pemda segera menyiapkan mekanisme soal cara pemungutan, siapa saja yang bertugas untuk memungut, dan siapa saja pelakunya.
Selanjutnya, kepada masyarakat yang terlibat langsung dengan pemilik bangunan walet, plus pengusaha sarang walet, Emon menghimbau, agar tidak hanya sekedar mengetahui saja keberadaan Perda walet itu, tapi juga berkewajiban untuk mematuhinya. "Karena sebelum Raperda itu dibahas menjadi Perda, jauh sebelumnya sudah ada sosialisasi publik terkait Raperda yang akan dibahas," jelasnya.
Terkahir, Emon meminta kepada Pemda berkewajiban mensosialisasikannya kepada masyarakat. "Perda ini merupakan produk kita bersama, maka mari kita sama-sama untik mematuhinya,” ajak Emon mengkahiri pembicaraan bersama DeTAK di salah sebuah rumah makan di sekitar Kasongan. (DeTAK-aris)