Pustu Desa Dadahup Runtuh

DeTAK ANJANGSANA EDISI 181

Sejauh ini belum jelas apa penyebab runtuhnya bangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Dadahup F5 itu.

Rian Tangkudung
Padahal bangunan tersebut baru saja selesai pengerjaannya. Diduga pekerjaan dikerjakan asal-asalan oleh pihak rekanan.
Dalam rilis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Hijau Kalteng kepada DeTAK menyatakan, ada kejanggalan sistem di lapangan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan beberapa Pustu pada tahun anggaran 2010 lalu.
Janggalnya sistem itu, kata rilis tersebut, terendus pada beberapa paket pekerjaan pembangunan Pustu di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Diduga pembangunan Pustu tersebut telah merugikan keuangan negara. "Dari hasil investigasi pembangunan beberapa Pustu menyedot anggaran senilai Rp2,4 Miliar. Dana itu untuk beberapa paket pekerjaan, diataranya Pustu Desa Lamunti C4, Dadahup G3, Dadahup G2, F5 Kecamatan Kapuas Murung,” jelas Forum Hijau.
Paket pekerjaan tersebut diduga tidak sesuai dengan RAB dan Bestek. Artinya, dalam temuan bahan dasar kayunya tidak berkualitas sehingga mempengaruhi ketahanan bangunan Pustu.
"Besi cor misalnya, diduga menggunakan besi dibawah ukuran yang ditentukan Bestek. Yang seharusnya menggunakan besi ukuran K-12 atau K-16, tapi malah dipakai ukuran besi k-6. Akibat kondisi tersebut, bangunan Pustu runtuh, seperti yang terjadi di Desa Dadahup F5," papar LSM itu.
Forum Hijau berharap agar temuan ini dapat ditindaklanjuti aparat yang berkompeten.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kalteng, Rian Tangkudung kala dikonfirmasi soal ini membenarkan adanya laporan Forum Hijau.
"Kasus ini terjadi sebelum saya menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kalteng," tanggap Rian di ruang kerjanya.
Namun pihaknya telah melaporkan soal itu ke pihak inspektorat agar ditindaklanjuti. “Kita tunggu saja bagaimana hasil pemeriksaannya nanti,” tegas Rian. (DeTAK-indra marbun)

Izin Galian C Terbentur Rekomendasi BPN

DeTAK KOTA EDISI 181

Menyusul belum keluarnya RTRWP Kalteng, pertambangan galian C di Kota Palangka Raya makin marak. Tercatat, penambang galian C yang aktif sebanyak 14 penambang. Dari 14 penambang, hanya 1 penambang yang punya izin operasi. Itupun masa berlakunya hampir habis.
 
H Maryono
Dari aktivitas tersebut ratusan juta rupiah retribusi untuk PAD Kota Palangka Raya tak terserap. Dalam hal ini pihak Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya tak bisa berbuat banyak sebelum RTRWP Kalteng belum disahkan DPR RI.
Guna mengatasi kondisi tersebut, Dinas Pertambangan dan Energi tengah menggodok Raperda. Wakil Walikota Palangka Raya H Maryono menilai soal galian C cukup dilematis.
Disatu sisi, kata Maryono, Pemko mewajibkan agar para penambang memiliki izin, namun lain sisi izin tak dapat dikeluarkan.
“Pada dasarnya para pengusaha pertambangan sangat setuju bila areal usahanya memiliki izin, namun untuk mendapatkan izin tambang harus ada surat rekomendasi BPN," jelas Maryono di Rumah Jabatannya, Jumat malam.
Hanya saja, lanjut Maryono, pihak BPN tidak mau merekomendasikan izin dengan dalih RTRWP Kalteng belum keluar, sementara pasir setiap saat dikeruk.
"Pasir kita tiap hari digali terus. PAD yang seharusnya masuk ke kas daerah, akhirnya masuk ke kantong perorangan,” ungkap Maryono.
Salah satu solusinya, sambung dia, para pengusaha tambang galian C memilih tanah garapan yang tidak memasuki kawasan hutan produksi, hutan lindung dan kawasan margasatwa, serta Amdal-nya sudah memenuhi syarat. Kemudian, jarak areal tambang tidak lebih dari 200 meter dari jalan raya.
"Yang pasti, terkait maraknya aktivitas galian C yang tidak memiliki izin, saya pikir tidak perlu adanya rekomendasi BPN agar izin bisa keluar. Perda tentang galian C perlu pula dirubah,” tekannya. (DeTAK-indra marbun)

Pedagang Flamboyan Ogah Pindah

DeTAK KOTA EDISI 181

Niat Pemerintah Kota (Pemko) merelokasi kawasan pertokoan Flamboyan Atas Jalan Achmad Yani mendapat tantangan dari para pedagang setempat.

Pertokoan Flamboyan Atas, Jl. A Yani. (foto : YuDhet)
Dalam pertemuan segitiga antara pedagang, Komisi II DPRD Kota Kota Palangka Raya dan Pemko sendiri di Ruang Peteng Karuhei I Balaikota, Rabu pagi, sejumlah masalah dilontarkan pedagang.
Pemko dinilai tidak adil lantaran Hak Guna Bangunan (HGB) kebanyakan berubah menjadi hak milik. Setidaknya ada 6 pedagang yang memiliki sertifikat hak milik.
"Yang lain bisa memiliki, sementara kami tidak. Hukum apa yang digunakan? Pemko harus adil. Karena itu, mohon kepastian atas masalah ini," protes Sahdan.
Para pedagang juga dipusingkan soal status kawasan Flamboyan Atas tersebut. Apakah masuk jalur hijau atau kawasan perdagangan? Theofilus Y Nahan paling getol menyoal soal ini.
Menurut dia, sejak dulu kawasan Flamboyan Atas merupakan lokasi perdagangan. Itu buktikan dengan diberinya izin oleh pejabat terdahulu, Walikota Lukas Tingkes dan Gubernur Kalimantan Tengah Gatot Amrih.
"Tidak diucapkan waktu itu bahwa di kawasan tersebut adalah jalur hijau. Selain itu, setahu saya, yang disebut dengan jalur hijau berada pada bantaran sungai hingga jarak 100 meter," kata Theopilus saat mendapat giliran berbicara.
Ketua Persatuan Pedagang Flamboyan itu juga meminta Pemko mempertimbangkan soal spirit dagang yang miliki para pedagang bila relokasi tetap direncanakan dilakukan.
"Semangat para pedagang tidak akan sama dengan saat berdagang di kawasan Flamboyan Atas. Mereka sudah puluhan tahun berjualan disitu. Ini harus dipertimbangkan juga. Harap diingat, Flamboyan Atas itu bisa disebut sebagai pelopor pembangunan di sektor perdagangan Kota Palangka Raya," sebut Theopilus.
Ia juga meminta perhatian Pemko terhadap kepemilikan Hak Guna Bangunan. Pasalnya, terang Theopilus, sejak 2008 HGB telah berakhir, sedangkan izin perpanjangannya belum disetujui.
"Paling tidak izin HBG itu bisa diperpanjang 20 hingga 30 tahun ke depan. Izin sekarang ini hanya 10 tahun," pinta Theopilus pada pertemuan yang dihadiri sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Menanggapi sejumlah masalah itu, Walikota Palangka Raya HM Riban Satia menjamin Pemko tidak akan menyengsarakan warganya. Kebijakan relokasi, kata Walikota, bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan politis lainnya.
"Ini semata-mata tuntutan kedinamisan perkembangan penataan Kota Palangka Raya ke depan. Kita akan carikan solusi terbaik agar kepentingan semua pihak terakomodir," tanggap Riban Satia.
Soal HGB, Walikota menyatakan akan mempertimbangkan usulan memperpanjang selama 20 tahun. Termasuk, memperbaharui kontrak dengan pedagang.
Walikota meminta para pedagang bersabar, sebab semuanya harus melalui proses pembahasan lebih dulu. "Tuntutan tadi tentu tidak serta merta bisa diputuskan saat ini juga. Perpanjangan izin HGB dan peningkatan status kepemilikan misalnya harus mendapat persetujuan Dewan lebih dulu," terang Riban Satia.
Kemudian tentang kepemilikan sertifikat hak milik oleh 6 pedagang, Walikota menegaskan, Pemko akan segera melakukan verifikasi.
"Jika sertifikat itu sudah dimiliki sebelum pertokoan Flamboyan berdiri, Pemko tidak akan mempersoalkan. Namun, jika sertifikat baru terbit, Pemko tidak akan mengakuinya," tegas Riban Satia. (DeTAK-rickover)

Saya Terkenang

DeTAK HATI EDISI 180
OLEH : SYAIFUDIN HM

Suasana di Aula Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah pada Sabtu, 18 Juni 2011 lalu, membuat hati dan perasaan ini terkenang ke masa 30 tahun lalu, mengapa demikian? Di tempat itu dilaksanakan pembukaan Pelatihan Penulisan Jurnalistik tingkat SMP yang diselenggarakan oleh Kegiatan Penjaminan Kepastian Layanan Pendidikan SMP Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah tahun anggaran 2011. Mengapa jadi terkenang? Karena Saya mulai menekuni dunia jurnalistik atau pers ketika masih duduk di bangku SMP kelas II tepatnya mulai Desember 1981 yang saat itu bergabung dengan Harian Banjarmasin Post Perwakilan Pangkalan Bun. Semula, saya memulai sebagai loper koran atau mengantarkan koran ke rumah-rumah dan kantor-kantor yang berlangganan Harian Banjarmasin Post. Bersamaan dengan status sebagai Loper, Kepala Perwakilan Harian Banjarmasin Post saat itu H. Abi Kusno Nachran (kini, almarhum) terus mendorong Saya untuk belajar menulis dan akhirnya menjadi wartawan Harian Banjarmasin Post. Karena itu, guru saya yang pertama dalam bidang jurnalistik adalah H. Abi Kusno Nachran. Sejak saat itu, Saya terus menekuni kegiatan jurnalistik hingga sampai sekarang, yang berarti sudah 30 tahun. Nah, ketika pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng yang saat ini dipimpin oleh Guntur Talajan memulai pelatihan jurnalistik bagi SMP maka sungguh terobosan yang luar biasa, karena kegiatan ini untuk kali pertama dalam sejarah pendidikan di Kalimantan Tengah memperkenalkan ilmu-ilmu jurnalistik kepada para siswa SMP. Jujur saja, Saya merasa terharu, terkenang dan bangga dengan adanya program pendidikan jurnalistik bagi siswa SMP. Mengapa demikian? Karena jika kita melihat sejarah perkembangan jurnalistik dan pers di Kalimantan Tengah, pada era tahun 1980-an sangat sedikit sekali para peminat murni untuk menjadi wartawan. Saya katakan peminat murni adalah orang yang benar-benar ingin jadi wartawan, tidak ada kaitannya dengan pekerjaan lain. Tahun-tahun itu, ada sejumlah orang yang gagal jadi PNS, gagal jadi tentara, gagal jadi polisi, gagal jadi pegawai bank, akhirnya jadi wartawan. Karena memang, pada masa itu gaji wartawan kecil sekali, bahkan ada yang tidak digaji. Sehingga jika ada orang yang benar-benar murni ingin menjadi wartawan kala itu, hal tersebut sungguh luar biasa. Nah, ketika mulai memasuki era tahun 1990-an, wartawan atau pers sudah menjadi industri dengan gaji yang cukup memadai hingga era saat ini. Bersamaan dengan reformasi di Indonesia tahun 1998, perkembangan pers semakin cepat dan luar biasa, karena mendirikan perusahaan pers atau koran, majalah, tabloid dan lain-lain sebagainya itu, sangat mudah sekali hanya dengan mendirikan perusahaan berbadan hukum Indonesia. Akibatnya, pertumbuhan perusahaan pers seperti jamur di musim hujan. Celakanya, banyak orang-orang yang tidak mengerti jurnalistik mendirikan perusahaan koran, majalah, tabloid, sehingga banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran kode etik jurnalistik dan undang-undang tentang pers. Kegiatan yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng yang bekerjasama dengan PWI cabang Kalimantan Tengah tentang pelatihan jurnalistik bagi siswa SMP diikuti tujuh dari 14 kabupaten/kota se-Kalteng itu, diharapkan mampu menciptakan kader-kader wartawan atau jurnalis yang sudah memahami kode etik jurnalistik dan undang-undang tentang pers sehingga nantinya tidak ada lagi yang namanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan para wartawan.

Pancasila Dilorong Sunyi

DeTAK UTAMA EDISI 180

Sejak 1998, bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Era itu disambut gembira yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu direnungkan: Di manakah Pancasila kini berada?

FOTO : INDRA MARBUN
Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi.
Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip dan dibahas, baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan.
Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.
Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah bangsa Indonesia melupakan Pancasila? Soal ini lah yang menjadi topik bahasan DeTAK Utama Kali ini.
Namun betulkah Pancasila terlupakan? Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah (Kalteng) membuktikan bahwa ideologi sakral itu sama sekali tidak terlupakan.
Malah, Kalteng bertekad akan melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Tekad itu berwujud pendeklarasikannya Bumi Isen Mulang (julukan Provinsi Kalteng) sebagai Bumi Pancasila di Tugu Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kota Palangka Raya atau Tugu Soekarno, Sabtu malam.
Deklarasi langsung dibacakan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dan Wakil Gubernur Kalteng H Achmad Diran, yang disusul pembacaan Ikrar Anak Bangsa oleh pemuda.
Gubernur mengatakan, deklarasi ini disamping merupakan tekad, juga sebagai upaya perwujudan bersama nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekwen.
Sedangkan Ikrar Anak Bangsa yang terdiri dari lintas etnik, lintas budaya dan lintas agama yang berdiam di Kalteng, kata Gubernur, sebagai wujud kesetiaan, ketaatan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila yang dipraktekkan dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di seluruh Kalteng.
Hanya pada tataran nyata terkadang tekad berbenturan dengan realita. Direktur Utama PT Borneo Global Media (Borneo TV) Rahmadi G Lentam menyebut pada tataran konsep ketatanegaraan justru kebanyakan menjadi rancu. Terlebih, dalam hal berdemokrasi.
Praktisi hukum Sugi Santosa memaknai realita Pancasila pada perilaku ketimbang penghargaan. Makanya, ia menekankan pentingnya sosialisasi Pancasila diselenggarakan lagi.
Akademisi Universitas PGRI Palangka Raya Ketua Jurusan Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya Mahdi Surya Apriliansyah mengilustrasikan, bahwa Pancasila itu sekarang ibarat manusia tanpa. “Pancasila diibaratkan sosok manusia yang mati suri,” nilainya.
Juga dikutip pandangan tokoh nasional lewat pemberitaan berbagai media sebagai rujukan pembanding bagi pembaca. (DeTAK-indra/rickover)

BACA DeTAK UTAMA SELENGKAPNYA di TABLOID DeTAK EDISI 180

Atasi Galian C Serba Salah

DeTAK POLITIK EDISI 180

Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya tak bisa berbuat banyak mengatasi maraknya tambang galian C di Kota Palangka Raya.

Penyang Kondrat
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya Penyang Kondrat mengatakan, sulit mengatasi para penambang sepanjang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWP) Provinsi belum clear.
"Ini benar-benar membuat kita tidak berdaya. Disatu sisi kita beri izin, jangan-jangan malah melanggar aturan. Sementara mereka (penambang-red) yang beroperasi sebagian besar masa berlaku izinnya sudah habis. Ya, ibarat buah Simalakama?" jelas Penyang usai hearing dengan Komisi II DPRD Kota Palangka Raya di Aula DPRD Kota Palangka Raya, Rabu pekan lalu.
Sementara ini, terang Penyang, pihaknya sedang menggodok Rencana Peraturan Daerah (Raperda) yang akan mengatasi persoalan itu. "Kalau Raperda yang akan kita ajukan disetujui Walikota dan disahkan Dewan, baru kita bisa bertindak. Setidaknya ada dasar hukum sebelum RTRWP keluar. Ini juga untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di Kota Palangka Raya," katanya.
Sekarang ini, ungkap Penyang, galian C yang aktif sebanyak 14 penambang. Dari 14 penambang, hanya 1 penambang yang punya izin operasi. "Itupun yang satu ini hampir habis masa berlakunya. Semula ada 22 penambang, kemudian susut menjadi 14," rincinya.
Lantaran tidak ada aturan yang tegas mengatasi tambang galian C ratusan juta rupiah retribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) tak terbayarkan. "Yang baru terbayarkan saat ini baru Rp74 juta dari sekitar Rp200 juta denda yang ada," sebut Penyang.
Denda yang belum terbayarkan itu, tentunya sedikit banyaknya akan berpengaruh pada target PAD Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya tahun ini, yakni Rp750 juta.
Terkait dengan pemberian wewenang kepada pihak kecamatan mengatasi para penambang yang beraktifitas di wilayahnya, Penyang mengatakan, hal tersebut tidak bisa dilakukan.
"Kalaupun wewenang diberikan, sepanjang RTRWP dan Raperda belum ada, pihak kecamatan pun tidak akan bisa berbuat apa-apa," tegas Penyang.
Sebelumnya, memang ada keluhan dari pihak kelurahan bahwa aktivitas para penambang sekadar mengeruk sumber daya alam di wilayah tersebut, sementara imbal balik dari galian tersebut nihil buat pihak kelurahan atau kecamatan.
Ketua Komisi II DPRD Kota Palangka Raya Hatir Sata Tarigan membenarkan dilematisnya mengatasi soal galian C ini. Sementara ini, kata dia, sebaiknya Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya melakukan pembinaan kepada para penambang.
"Yang kita perlukan sekarang ini adalah payung hukum. Sebab, kalau menunggu RTRWP belum jelas. Sementara kalau kita melarang, mau pakai apa kita membangun?" tegas Hatir di Ruang Pers Room DPRD Kota Palangka Raya, Kamis.
Solusi yang bisa diambil, lanjut Hatir, dengan mempercepat draf Raperda soal pertambangan. Bisa juga dengan mengeluarkan peraturan walikota guna mengatasinya.
Masalahnya sekarang, terang Hatir, para penambang kesulitan dalam mengurus izin. "Mereka itu bukannya tidak mau mengurus izin. Ketika mereka mengurus izin, Dinas Pertambangan minta izin HO, kemudian izin pembebasan lahan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Ini semua kan menyangkut soal RTRWP. Jadi, izinnya mau urus kemana, sementara dinas terkait juga menunggu rampungnya RTRWP," jelas Hatir. (DeTAK-rickover)

Batas Petak Katimpun-Marang Disoal

DeTAK POLITIK EDISI 180

Batas Kelurahan Petak Katimpun dan Kelurahan Marang, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya belakangan ini tegang. Itu lantaran belum jelasnya batas antar dua. Saat ini saja, masyarakat sekitar perbatasan sudah saling mengklaim lahan yang diperkirakan masuk ke wilayah masing-masing.

RIBAN SATIA
"Kami pikir Pemerintah Kota (Pemko) segera turun menentukan tapal batas. Yang kami khawatirkan, kalau-kalau nantinya bisa berujung pada terjadinya konflik horizontal antara masyarakat," lapor Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Petak Katimpun, Biyonet H Ajul saat audensi Walikota Palangka Raya dengan kelompok tani Karya Hapakat Petak Katimpun di Ruang Peteng Karuhei I Balaikota, Palangka Raya, Selasa.
Biyonet mengatakan, sebelumnya kedua kelurahan sudah melakukan pertemuan, tapi kesepakatan tidak tercapai.Malah, soal tapal batas itu sudah dibawah ke pihak kecamatan, tapi belum terlihat tanda-tanda akan tuntas.
"Hingga saat kami belum mendapat jawaban dari pihak kecamatan. Surat kami itu kami tembusi juga kepada Walikota Palangka Raya," sebut Biyonet.
Yang dipersoalkan masyarakat kedua kelurahan, lanjut Biyonet, kawasan terutama sekitar Sungai Rungan, yang patok batasnya tidak jelas.
Walikota Palangka Raya HM Riban Satia usai mendengar laporan itu mengaku cukup malu bila mendengar ada warga saling klaim-mengklaim lahan di perbatasan."Saya malu, kalau ada warga saling ngotot tapal batas, apalagi sampai saling mengklaim lahan masing-masing," tanggap Riban Satia.
Dalam soal tapal batas, jelas Walikota, biasa pada tingkat bawah atau teknis yang menyulitkan, sementara tingkat pimpinan daerah tidak ada masalah.
"Ini yang terjadi pada perbatasan antara Palangka Raya-Kabupaten Gunung Mas selama ini, sehingga masalah pun bertambah rumit," kata Riban didampingi Sekda Kota Palangka Raya Sanijan S Toembak.
Persoalan tapal batas, terang Walikota, sejatinya hanya sebagai bukti dari aspek legalitas hukum bahwa daerah bersangkutan memiliki batas wilayah, bukan untuk membatasi atau melarang masyarakat berusaha atau mencari nafkah.
"Kalau yang dipersoalkan adalah tanah yang masuk wilayah Petak Katimpun, berurusan saja secara administrasi di Kelurahan Petak Katimpun, meskipun dia (warga-red) penduduk Kelurahan Marang. Begitu pula sebaliknya, tidak ada hak kita untuk melarang orang berusaha," tegas Riban Satia.
Namun, Walikota memerintahkan dinas terkait segera turun ke lapangan menginventarisasi masalah, lalu membuat tapal batas kedua kelurahan. Walikota juga meminta dilakukannya rapat koordinasi tingkat kecamatan.
Sementara Sekretaris Kecamatan Jekan Raya Akhmad Husain menjelaskan, pihaknya segera melakukan rapat koordinasi tingkat kecamatan sesuai keinginan Walikota. (DeTAK-rickover)

Rp13,8 M Uang Masyarakat Raib

DeTAK PERISTIWA EDISI 180

Belum tuntasnya ganti rugi lahan di Desa Rangga Ilung, lantaran diduga adanya penggelapan pajak pembayaran atas lahan yang dibebaskan oleh SK Bupati Barito Selatan sebesar Rp13,8 miliar dari PT Adaro Indonesia melalui Bank Mandiri, Kabupaten Tanjung yang dibayarkan kepada Negara.

Hal tersebut disampaikan oleh Jopie Yusuf, Ketua LP2KAN saat jumpa pers di Palangka Mall, belum lama ini.
Untuk memfasilitasi dan menuntaskan masalah sengketa tanah di Desa Rangga Ilung , terang Jopie, Bupati Barito Selatan (Barsel) secara nyata dan diluar kewenangan telah menyetujui permintaan PT Adaro Indonesia perusahaan tambang batu bara di Site Klanis menerbitkan Surat Keputusan Nomor 254 tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Penentuan dan Inventarisasi Kepemilikan Lahan seluas 2500 Ha di Desa Rangga Ilung untuk perluasan wilayah operasional tambang batubara PT Adaro Indonesia Site Klanis di Klanis Barito Selatan.
"Bupati Barito Selatan dengan melebihi kewenangan selaku Kepala Daerah dan secara melawan hukum telah membuat keputusan yang sangat dangkal secara yuridis dengan memuluskan pihak yang berhak menerima santunan," jelas Jopie.
Kemudian, memutuskan secara sepihak mengenai nilai harga per meter kwadrat dan memutuskan waktu dan tempat dan mekanisme pembayaran harga tanah kepada Kelompok 66 yang tidak punya hak secara hukum.
Keputusan Bupati Barsel, tegas Jopie, tidak sah dan cacat hukum karena secara nyata telah menetapkan bahwa kelompok 66 adalah pihak yang berhak menerima santunan dari PT Adaro Indonesia. "Dalam jual beli tidak dikenal istilah santunan dan kelompok 66. Tidak ada semeskali memilik bukti yang otentik atas kepemilikan mereka atas tanah yang dibebaskan," tudingnya.
Secara hukum, lanjut dia, bukan kewenangan Bupati Barsel untuk bisa menentukan hak kepemilikan atas suatu tanah yang ternyata ada dalam sengketa. Apalagi tim pembebasan tanah dan inventarisasi lahan tidak melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Buntok.
Yopi Yusuf juga menegaskan, yang berwenang menyatakan sah atau tidaknya kepemilikan atas tanah yang di sengketakan adalah kewenangan lembaga peradilan.
"Tanah yang dibebaskan untuk kebutuhan PT Adaro Indonesia adalah tidak termasuk kategori untuk kepentingan umum sebagaimana diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
"Jelas perbuatan Bupati Barsel bertentangan dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku," tegasnya lagi.
Dengan demikian Surat Keputusan yang dikeluarkan Bupati Barsel No 422 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Bupati Barsel No 245 tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Penentuan da Inventarisasi Kepemilikan lahan dalam Rangka Perluasan wilayah Operasional PT. Adaro Indonesia Site Klanis adalah kepentingan komersial. "Karena itu tidak sah dan cacat hukum, sehingga tidak dapat dilaksanakan dan harus dibatalkan," pinta Jopie.
Bupati Barsel dan PT Adaro, sambungnya, telah melakukan kesalahan fatal karena memutuskan dan membayar harga tanah yang didasarkan pada data-data yang manipulasi hak kepemilikannya yang direkayasa oleh kelompok 66 berdasarkan bukti tertulis yang telah berdokumentasi.
Termasuk, adanya nama-nama dan identitas yang sama mengatasnamakan Kelompok 66, lalu merekayasa untuk memanipulasi data empirik yang sebenarnya di lapangan.
"Ini nyata dan faktual bahwa kelompok 66 bukanlah pemilik sah atas tanah yang dibebaskan," sebut Jopie.
Melalui perkembangan hasil penyelidikan Reserse Kriminal Polda Kalteng terhadap saksi-saksi Iwan Sujarwo, Deputi Manager Administrasi dan Sisyani Manager Pembebasan Lahan PT. Adaro Indonesia, papar Jopie, telah membayar kepada SYA selaku penerima kuasa dari masyarakat Rangga Ilung melalui transfer berupa cek rekening Bank Mandiri, Kabupaten Tanjung Provinsi Kalsel sejumlah Rp13,8 miliar.
Kelompok 45 yang juga masyarakat Rangga Ilung menyatakan tidak pernah memberikan kuasa kepada SYA.
"Masyarakat merasa tertipu oleh SYA dan kawan-kawan Kelompok 66 yang melakukan rekayasa mempergunakan surat-surat tanah Kelompok 45 untuk mendapatkan santunan dari PT. Adaro Indonesia," ungkap Jopie.
Untuk itu, Kelompok 45 melalui kuasa hukumnya telah melaporkan perbuatan melanggar hukuan yang dilakukan oleh IS dan SYA yang perosesnya saat ini sedang dalam penyidikan Polda Kalteng.
Jopie Yusuf , yang juga Sekjen LSM DPP LP2KHN meminta kepada aparat hukum bertindak tegas terhadap pejabat daerah Pemkab Barito Selatan yang diduga telah menyalahgunakan wawenangnya sebagai kepala daerah sehingga masyarakat dirugikan.
Ditegaskan Jopy, demi untuk membela institusi publik berdasarkan laporan hasil investigasi yang sedang dalam proses data oleh LSM LP2KHN, dan berdasarkan temuan dan bukti-bukti segera akan dilaporkan Kepada Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan KPK untuk diperoses sesuai hukum yang berlaku.(DeTAK-usman)

Kuota Berkurang, Kenderaan Bertambah

DeTAK PERISTIWA EDISI 180

Di SPBU Kasongan, dalam beberapa bulan terakhir ini tampaknya tidak ada hari tanpa antrean, baik kendaraan roda dua maupun roda empat.
 
Salah satu mobil pelangsir dengan ciri tambahan selang di bagian
tangki terbidik lensa kamera tengah meluncur di jalan raya
Samuda Kotawaringin Timur. Foto: Umar
Ini membuat para pengendara bertanya-tanya. Pasalnya, tahun-tahun sebelumnya hal itu belum pernah terjadi. “Untuk membeli eceran di pinggir jalan harganya tidak menentu, kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun, tapi kayaknya banyak naiknya, sehingga jika kita bandingkan harganya sangat jauh perbedaannya. Untuk itulah panjang bagaimanapun juga antrean, biasanya saya selalu membeli di SPBU. Maklum tingkat ekonomi saya yang hanya kerja serabutan ini terpaksa harus mencari minyak yang murah untuk mengisi motor yang setiap harinya saya bawa untuk bekerja mencari nafkah sesuap nasi,” ungkap Eman salah seorang warga Kasongan yang baru mempunyai seorang putra kepada DeTAK, Senin.
Menurut salah seorang Aktivis LSM Setia Budi berpendapat, bila pemerintah daerah (Pemda) ada rencanaya untuk menggelar operasi pasar (OP) BBM, maka ia adalah salah satu orang yang menentang keras rencana tersebut. “Operasi pasar bukan mengatasi masalah pokok penyebab kelangkaan BBM. Mungkin hal itu hanya bersifat temporer serta tidak menyelesaikan masalah,” tegas Budi.
Budi mengatakan, yang perlu dicermati langkah-langkah apa yang dilakukan Pemda dan pihak terkait telah memutuskan akar masalah sebenarnya, seperti melakukan penertiban para kios BBM.
“Kalau menurut saya langkah itu (operasi pasar-red) kurang bijaksana dan bukan langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah kelangkaan BBM,” tantang mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Katingan ini.
Ia meminta kepada Pemda setempat dalam hal ini adalah Dinas terkait, agar memperlakukan dengan hati nurani ke semua pihak untuk mencari solusi paling tepat, yakni harus mencari faktor penyebab utama kelangkaan BBM, dan langkah selain operasi pasar.
Lebih jauh Budi juga mengungkapkan kelangkaan BBM di Kabupaten katingan merupakan persoalan kuota.
"Selama lima tahun terakhir, kuota tidak bertambah . Padahal, jumlah kendaraan bermotor tentu bertambah, karena itu terjadi kelangkaan. Tidak ada cara lain harus ditambah lagi, sebab jika tidak, maka kondisi di Kabupaten Katingan tidak akan berubah, antrean panjang BBM selalu terjadi setiap hari dan setiap waktu,” kata Budi.
Menurut Budi, harusnya kuota ditambah bukannya malah dikurangi, sebab jumlah kendaraan roda dua dan roda empat di kabupaten katingan ini setiap tahunnya bukan berkurang, tapi selalu ada penambahan, termasuk adanya penambahan sejumlah kendaraan dinas di Pemkab setempat. (DeTAK-aris)

Kades Diduga Lakukan Pungli

DeTAK PERISTIWA EDISI 180

Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) melalui Dinas Kelautan Dan Perikanan memberikan bantuan sejumlah rengge atau jala, dan beberapa unit mesin perahu kepada warga nelayan yang tinggal di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit.

Bantuan alat perikanan sekitar Mei 2011 lalu, sebanyak 520 Pcs rengge dan 15 unit mesin dongfeng 24, untuk para nelayan yang tinggal di pesisir pantai. Bantuan dari pemerintah tak berjalan seutuhnya. Sayangnya, bantuan itu diduga digunakan aji mumpung oleh kades, dengan memungut tebusan kepada para nelayannya.
Informasi yang dihimpun DeTAK di lapangan menyebutkan, alat tangkap yang sangat dibutuhkan nelayan pesisir pantai tidaklah cuma-cuma, dan warga atau kelompok nelayan harus bayar untuk mengambil bantuan tersebut.
Jaring atau rengge yang di nanti-nantikan para nelayan betul-betul sangat dibutuhkan, plus bantuan mesin perahu.
Belum lagi, harga minyak solar yang melampaui HET. Buntutnya warga nelayanpun mengeluh. Dari salah satu warga nelayan berinisial Bas menuturkan, bantuan alat penangkap ikan bagi warga yang masuk dalam kelompok nelayan dipersilahkan mengambil rengge dengan menebus seharga Rp 75 ribu per set.
Setiap satu orang nelayan mendapat 5 set jaring. “ Bagi nelayan yang punya uang bisa mengambil jaringnya, tapi mereka yang tidak punya uang tidak mendapatkannya,”ungkap Bas.
Begitu juga dengan bantuan mesin perahu bagi para nelayan, hanya orang-orang tertentu yang mendapatkannya. “Bahkan setiap unit mesin bantuan itu ditawarkan seharga Rp 500 ribu,” ujarnya.
Sementara itu Sekretaris Desa Aswin Noor membenarkan, Kades melakukan pungutan.” Untuk rengge satu set Rp 75 ribu. Sedangkan mesin Rp 500 ribu,” sebut Aswin sapaan akrabnya.
Terpisah, ketika di konfirmasi Jumat pekan lalu, Kepala Desa Ujung Pandaran, Satar S mengakui pungutan uang tersebut.
Menurutnya,ongkos tersebut dimaksudkan sebagai uang jasa, guna untuk keperluan lain-lainnya yang menyangkut kegiatan kelompok Kades.
”Memang di pungut untuk rengge Rp75 ribu. Namun untuk mesin ada yang bayar penuh, sebagian bayar Rp 300 ribu,” ucapnya.(DeTAK-umar)

Ekskutif tidak Transparan Dana APBN

DeTAK EKONOMI EDISI 180

Kegiatan proyek yang bersumber dari APBN di Kabupaten Barito Selatan (Barsel) sama sekali tidak terpantau oleh DPRD Barsel. Hal tersebut, dikarenakan tidak adanya tranparansi dan keterbukaan dari pihak eksekutif (Pemkab Barsel). 

James Janjam
Demikian pernyataan diungkapkan wakil ketua DPRD Barsel James Janjam, belum lama ini. Dikatakan James Janjam, sejauh ini belum pernah pihak eksekutif maupun SKPD melaporkan baik data maupun jumlah nominal bantuan dana langsung ke beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dananya bersumber dari APBN.
Oleh karenanya, tanpa informasi data disampaikan kepada DPRD Barsel sehingga sangat sulit terpantau. Padahal, kata James, DPRD berfungsi sebagai lembaga pengawas dan pemantau seluruh kegiatan pembangunan di Barsel.
"Kita ambil contoh, berapa SKPD yang mendapat bantuan dana APBN, salah satunya Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) terkait dengan dana bantuan kesejahteraan para guru yang bertugas di desa terpencil, sejauh ini data maupun anggaran dananya masih belum jelas," sebut James.
Demikian juga dengan Dinas Sosial Barsel terkait dengan jumlah bantuan untuk bencana alam, bantuan bedah rumah kepada masyarakat yang miskin di pedesaan, bantuan buta aksara dan banyak bantuan lainnya yang bersumber dari APBN. "Kegiatan-kegiatan proyek tersebut tidak pernah sama sekali dilaporkan baik data maupun nominalnya oleh pihak eksekutif," lanjutnya.
James juga mengatakan dalam dengar pendapat (Hearing) hal ini sudah sering diminta dan disinggung agar Pemkab Barsel melaporkan kegiatan-kegiatan proyek APBN tersebut kepada DPRD Barsel, namun hal itu tidak pernah digubris oleh pihak eksekutif.
Untuk itu diharapkan adanya transparansi atau keterbukaan dari pihak eksekutif tentang anggaran yang bersumber dari APBN, sehingga DPRD dapat mengawasi dan mengevaluasi kegiatan pekerjaan proyek maupun penyaluran bantuan berupa dana hibah atau lainnya.
“Kedepan kami sarankan apapun bentuk proyek dan kegiatannya, apakah yang bersumber dari APBN atau dana pusat yang dikelola oleh dinas instansi agar melaporkannya kepada pihak Legislatif, Sehingga pengawasan terhadap kegiatan tersebut dapat secara maksimal,” katanya.
Apabila kedepan hal serupa tetap terjadi barang kali akan sulit bagi Barsel untuk mensejajarkan kemajuan daerahnya dengan kabupaten lain di Kalteng.
"Kita mengharapkan kepala daerah Barsel siapapun terpilih nantinya agar segala bentuk dana pembangunan baik berasal dari APBD I, APBD II maupun APBN yang langsung ke SKPD agar dilaporkan ke eksekutif.
“Dengan demikian baik pihak eksekutif maupun legislatif sama-sama bisa memantau kegiatan pembangunan,” tegas James.(Detak-agus irawanto)

Pasar Basah Kasongan Mubazir

DeTAK EKONOMI 180

Pasar Basah yang terletak di belakang Kantor Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan yang dibangun menggunakan dana APBD Tahun Anggaran 2010 lalu, saat ini tidak ditempati pedagang seorang pun.

Punding, SE
“Ini menandakan bahwa bangunan yang menelan dana ratusan juta rupiah menjadi sia-sia atau mubazir,” kata salah seorang warga Kasongan berinisial AR kepada DeTAK.
Ia mendesak pemerintah setempat dalam hal ini Dinas terkait agar secepatnya menempatkan para pedagang agar dapat berfungsi sesuai dengan keinginan pemerintah bahwa pasar dibangun lantaran memenuhi kebutuhan warga.
"Jangan sampai mubazir, seperti pasar bertingkat yang dibangun di jalan Revolusi Kecamatan Katingan Hilir," tunjuknya.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM (Disperindagkop UMKM) Katingan, Punding mengakui, sejak rampungnya Desember 2010 lalu, pasar tersebut hingga enam bulan ke depan ini belum ada satu pedagang pun yang menempati.
“Itu lantaran masih dalam pendataan calon pedagang yang didata oleh pihak kecamatan Katingan Hilir dan bekerjasama dengan kami,” kata Punding.
Menurut dia, bila pendataan selesai, maka pasar tersebut akan difungsikan sebagaimana mestinya. Sedangkan masalah persemiannya, kemungkinan akan menyusul. Calon pedagang yang akan memamfaatkan puluhan blok-blok pasar yang dikhususkan untuk berjualan dagangan basah itu, menurut Punding, rencananya diprioritaskan untuk masyarakat Kasongan dan sekitarnya yang tadinya pernah berdagang, seperti pedagang ikan dan pedagang sayur-mayur.
Terkait rencana kelanjutan pembangunan pasar itu, Punding menjelaskan, akan dilanjutkan pada tahun ini juga yang sudah dianggarkan di APBD Tahun Anggran 2011dengan dana sekitar Rp900 juta lebih.
"Dalam waktu dekat akan segera dilaksanakan pelelangannya dan yang akan diumumkan di medis massa," katanya.
Sedangkan pasar yang representatif yang akan menelan dana sekitar Rp5 miliar, juga akan dibangun di wilayah Kantor kecamatan Katingan Hilir itu, sebagai kelanjutan dari Pasar Basah yang sudah ada saat ini.
Namun demikian, lanjut Punding, untuk pembangunan pasar itu, saat ini masih dalam pengusulan ke Kementerian Perdagangan, yang akan ditindaklanjuti pada 2012 yang akan datang.
“Namun demikian, jika usulan itu sudah disetujui oleh Menteri Perdagangan, maka pasar tersebut tidak kita bangun bertingkat,” pungkas Punding. (DeTAK-aris)

Perda Walet Selesai Dibahas

DeTAK DAERAH II EDISI 180

Maraknya usaha budidaya sarang burung walet terjadi setelah permintaan akan sarang burung walet tinggi, sehingga harganya terus melambung. Kondisi ini yang memancing warga untuk mengelola sarang burung melalui bangunan khusus yang dibuat di sejumlah kecamatan.

Ilustrasi Foto : YuDhet
Diantaranya, Kecamatan Katingan Kuala, Kecamatan Mendawai, Kecamatan Katingan Tengah, dan ada pula di Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan. Biasanya burung walet tersebut memanfaatkan bangunan tua atau gedung-gedung usang untuk bersarang.
Kondisi ini dimamfaatkan masyarakat dengan membangun sarang walet. Sayangnya, keberadaan sarang walet oleh sebagian masyarakat dianggap mengganggu kenyamanan, limbahnya berbahaya bagi kesehatan, suara kaset walet dan sekaligus suaranya mengganggu kebisingan.
Karena alasan itu, sejak beberapa bulan lalu pihak eksekutif telah mengusulkan kepada pihak DPRD setempat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tersebut dibahas bersamaan dengan enam buah Raperda yang lainnya.
Meski pembahasan Raperda Walet berjalan alot, namun pada Jumat malam pekan lalu, DPRD menyepakati menjadikannya peraturan daerah.
Ketua DPRD Wiwin Susanto mengatakan, pembahasan Raperda Walet menelan waktu yang paling lama, diantara enam Raperda lainnya. "Bayangkan untuk membahas Raperda Walet itu saja perlu waktu hingga setengah bulan. Saya sangat bersyukur semua Raperda sudah rampung dibahas semuanya. Sebab pembuatan Perda ini semuanya untuk kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan kita semua,” kata Wiwin kepada DeTAK, Sabtu pagi melalui selulernya.
Politisi muda dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini mengatakan, saat pembahasan Raperda walet itu, sebenarnya tidak ada istilah rumit.
Yang sampai menyita waktu dalam pembahasannya, terang Wiwin, adalah banyaknya perdebatan guna menyamakan persepsi izin bangunan walet, sementara di dalam Undang-Undang (UU) tidak ada yang mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung walet atau IMB rumah walet. Yang ada hanya IMB saja. “Apakah IMB itu digunakan untuk rumah walet atau apa saja yang jelas bila ada warga yang akan mendirikan bangunan atau gedung sudah dipastikan mereka diwajibkan mengantongi IMB,” terang pria, yang pernah menjadi seorang jurnalis salah satu media lokal terbitan Kalteng.
Menyinggung dampak dari walet, Wiwin menjelaskan, tadinya memang ada mencuat di dalam pembahasan, namun setelah dipikir-pikir, akhirnya semua sepakat bahwa Perda yang akan diterapkan semuanya adalah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan, sehingga semunya sepakat untuk tidak dipermasalahkan. Namun demikian akan diatur di dalam aturan lainnya sehingga Perda walet itu nantinya selain untuk kepentingan masyarakat, juga ramah lingkungan. “Begitu pula tentang suara walet dan suara kasetnya nanti akan diatur agar tidak melebihi baku mutu suara,” tutur Wiwin.
Terpisah, Kepala Bagian (Kabag) Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Emon SH, saat diminta pendapatnya, membenarkan rampungnya ke tujuh buah Raperda yang dibahas, termasuk Raperda walet.
Nantinya Raperda itu, jelas Emom, akan disampaikan kepada Gubernur Kalteng, selanjutnya diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Emon berharap, Pemerintah Daerah, dalam hal ini dinas terkait, agar Perda tersebut benar-benar dimplementasikan secepatnya dengan mengacu pada Peraturan Bupati (Perbup).
“Karena kita khawatir buru-buru membuat suatu Perda, tapi ternyata tidak dimplemntasikan (digerakkan), sehingga Perda yang sudah dibahas hampir setiap hari selama setengah bulan itu tidak akan menjadi sia-sia,” katanya.
Emon juga mengingatkan, agar Pemda segera menyiapkan mekanisme soal cara pemungutan, siapa saja yang bertugas untuk memungut, dan siapa saja pelakunya.
Selanjutnya, kepada masyarakat yang terlibat langsung dengan pemilik bangunan walet, plus pengusaha sarang walet, Emon menghimbau, agar tidak hanya sekedar mengetahui saja keberadaan Perda walet itu, tapi juga berkewajiban untuk mematuhinya. "Karena sebelum Raperda itu dibahas menjadi Perda, jauh sebelumnya sudah ada sosialisasi publik terkait Raperda yang akan dibahas," jelasnya.
Terkahir, Emon meminta kepada Pemda berkewajiban mensosialisasikannya kepada masyarakat. "Perda ini merupakan produk kita bersama, maka mari kita sama-sama untik mematuhinya,” ajak Emon mengkahiri pembicaraan bersama DeTAK di salah sebuah rumah makan di sekitar Kasongan. (DeTAK-aris)

Kejari Pantau Pelaksanaan Proyek SKPD

DeTAK DAERAH EDISI 180

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kasongan memastikan akan memantau sejumlah proyek pembangunan yang menggunakan dana APBN dan APBD tahun anggaran 2011 pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Katingan.

H Rusli Hasan
"Jika ditemukan adanya penyimpangan, pasti akan segera ditindaklanjuti sesuai prosedur. Untuk itulah jika sekiranya ada laporan, sesuai dengan tugas dan kewenangan, pihak Kejaksaan wajib memantaunya.
Dengan begitu pemantauan tetap berjalan setiap saat dan setiap waktu, meskipun untuk saat ini pihak Kejaksaan tidak secara langsung menurunkan anggota," kata Kajari H Rusli Hasan di ruang kerjanya, Selasa.
Soal waktu pemantauan, Rusli mengatakan, sejak mulai pelelangan paket proyek, pengumuman hasil lelang, pengerjaan di lapangan, hingga penyelesaian suatu pekerjaan.
“Kendati sebelum pelelangan berjalan tidak ada wewenang Kejaksaan, namun semua instansi saya berharap agar menjalankan kegiatan tersebut sesuai dengan prosedur yang sudah diatur di dalam Undang-Undang ,” pinta pria kelahiran Padang Sumatera Barat ini.
Hanya saja, kata Kajari, yang punya wewenang untuk memantau jalannya semua proyek yang menggunakan uang Negara bukan saja pihak Kejaksaan, tapi juga seluruh elemen, termasuk media massa, LSM, dan masyarakat. “Kalau semuanya bersama-sama ikut memantau,insya Allah semua pembangunan yang ada di kabupaten ini akan berjalan baik sesuai dengan apa yang kita harapkan,” yakinnya.
Kemudian tentang temuan di 2010 lalu, Kajari mengaku ada temuan proyek yang diduga bermasalah. Ia mengingatkan SKPD agar selalu bekerja dengan baik sesuai dengan prosedur dan aturan yang sudah diberlakukan, sehingga di tahun anggaran 2011 ini tidak ada lagi temuan seperti di tahun-tahun lalu.
Agar semua kegiatan proyek itu nantinya berjalan dengan baik, sejak adanya pelelangan, hingga pelaksanaan proyek itu berlangsung, Rusli berharap agar bertindak kepada semua calon rekanan dengan seadil-adilnya.
"Maksudnya, jangan sampai yang seharusnya menang di dalam lelang, tapi justru dikalahkan, atau yang semestinya kalah dimenangkan. Artinya, panitia di dalam menjalankan kegiatan harus menjalankan prosedur pelelangan yang sudah diatur di dalam Undang-Undang,” tegas H Rusli.
Ia menyebut sejumlah peraturan yang mengatur tentang kegiatan proyek. Diantaranya, Keppres Nomor 80 tahun 2003 yang digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2010.
Rusli juga mengingatkan calon rekanan agar tidak mencoba untuk memancing atau mengintervensi kepala SKPD atau panitia Pokja untuk minta dimenangkan di dalam pelelangan paket proyek.
“Berkompetensi lah dengan baik dan secara sehat. Jika memang dimenangkan oleh panitia Pokja sesuai dengan prosedur, maka pekerjaannya pun akan mempunyai kualitas yang baik pula,” kata H Rusli mengakhiri obrolan bersama DeTAK. (DeTAK-aris)

Durian Katingan Perlu Diteliti

DeTAK ANJANGSANA EDISI 180

Durian Katingan yang terkenal dengan kelezatannya dikenal hingga provinsi tetangga seperti di Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan).

Ilustrasi : Ist
Bahkan, beberapa hari yang lalu, belasan warga negara dari Republik Rakyat China (RRC) telah mencicipinya. Dengan begitu mereka dapat merasakan bagaimana kelegitan rasa dan keunikan isi di dalam Durian Katingan yang sebenarnya.
Belum lagi aromanya yang tajam sampai beberapa kilometer. Ada beberapa keuntungan kenapa Durian asal Katingan ini perlu dijadikan produk lokal yang berpotensi mengharumkan nama daerah. Memang faktor tekstur tanah salah satu pendukung, berpengaruh pada rasa buah yang lezat untuk dikonsumsi. Dari segi keilmuan, ada yang mengatakan tekstur tanah di Katingan banyak mengandung unsure hara yang baik untuk pertumbuhan tanaman Durian.
Hal ini diperkuat dengan pendapat dari beberapa kalangan masyarakat selaku konsumen, bahwa Durian asal Katingan rasanya lebih enak.
Kedua,sejak dulu Kabupaten Katingan adalah daerah pemasok Durian untuk wilayah Kota Palangka Raya sehingga sudah lebih dulu dikenal masyarakat luas.
Tengok saja di sepanjang sungai Katingan, ada banyak pohon Durian yang tumbuh tinggi menjulang dan sudah berusia puluhan tahun, namun masih produktif dalam menghasilkan buah. “Seharusnya Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait berusaha merangkul masyarakat petani untuk mengelola kebun Durian milik mereka dengan senantiasa memberikan informasi dalam cara mengelola tanaman Durian dan memeliharanya secara modern,” ungkap mantan Ketua DPRD Kabupaten Katingan H Hadrian A Litang BSc kepada DeTAK, Kamis siang di Kasongan.
Ia menyakinkan masyarakat setempat, bahwa produksi Durian untuk konsumsi masyarakat secara umum tetap terpenuhi dan secara khusus dapat memberi nilai ekonomi bagi masyarakat Katingan.
"Ada baiknya pemerintah kabupaten (Pemkab) bekerjasama dengan LIPI untuk mengadakan penelitian tentang Durian Katingan ini. Itu berkaitan pula dengan rencana ditanammnya sejumlah pohon yang ada di Kebun Raya Bukit Batu, salah satunya yang bakal ditanam di sana adalah pohon Durian," jelas Hadrian.
Dalam penelitian, terang dia, difokuskan pada pengembangan produksi durian. Apakah buah Durian itu dapat dikembangkan setiap waktu tanpa mengenal musim ataukah menjadi buah yang datangnya hanya sekedar musiman saja?
“Artinya, diteliti bijinya yang memang mempunyai bibit unggul, sehingga diupayakan dapat ditanam hanya sekitar 5 tahun sudah menghasilkan atau sudah dapat dipanen,’ terang H Hadrian.
Sekedar diketahui, jelas politisi dari Partai Golkar ini, Durian Katingan merupakan salah satu hasil tanaman petani di pedalaman yang ditanam secara tradisional di sekitar rumah atau lahan pekarangan saja.
Saat ini, jelas Hadrian, pembudidayaan secara efektif dan berkesinambungan belum dilakukan. Padahal, tanaman ini bisa meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat, khususnya petani.
"Sewaktu Gubernur Kalteng Asmawi Agani masih menjabat dan pernah meninjau di Desa Tewang Rangkang Kabupaten Katingan Asmawi mengatakan, buah yang merupakan warisan turun menurun oleh orang tua dulu agar dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya, agar anak cucu kemudian dapat merasakan dan menikmatinya,” kenangnya.
Tanaman ini jika dibudidayakan serta dikembangkan secara optimal akan mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. "Sangat disayangkan pengembangan budidaya tanaman Durian masih belum dilirik investor untuk dikembangkan menjadi komoditi unggulan skala nasional dan regional," katanya.
Sewaktu tanaman ini berbuah dan masak kemudian panen, masyarakat ramai berjualan di pinggiran jalan-jalan raya dan benar-benar buah yang lezat.
"Buah ini bisa diawetkan dan dijadikan (dodol), yaitu buah dikupas dan diambil isinya kemudian ditempatkan di wadah tertentu atau wajan besar dan dimasak dengan adukan, sehingga menghasilkan durian (dodol) yang rasanya khas lalu dibungkus dengan bungkusan dari daun dan bisa tahan sampai 3-5 bulan," lanjut Hadrian.
Dodol tersebut dijual dengan harga yang cukup mahal dan sangat digemari terutama anak-anak. "Tanaman ini sangatlah mudah untuk dibudidayakan, apalagi struktur tanahnya sangat cocok karena tanah bertekstur liat dan tanah sedimen bersifat basah," jelasnya. (DeTAK-aris)