DeTAK UTAMA EDISI 180
Sejak 1998, bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Era itu disambut gembira yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang. Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan mendasar yang perlu direnungkan: Di manakah Pancasila kini berada?
FOTO : INDRA MARBUN |
Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi.
Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip dan dibahas, baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan.
Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.
Mengapa hal itu terjadi? Mengapa seolah bangsa Indonesia melupakan Pancasila? Soal ini lah yang menjadi topik bahasan DeTAK Utama Kali ini.
Namun betulkah Pancasila terlupakan? Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah (Kalteng) membuktikan bahwa ideologi sakral itu sama sekali tidak terlupakan.
Malah, Kalteng bertekad akan melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Tekad itu berwujud pendeklarasikannya Bumi Isen Mulang (julukan Provinsi Kalteng) sebagai Bumi Pancasila di Tugu Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kota Palangka Raya atau Tugu Soekarno, Sabtu malam.
Deklarasi langsung dibacakan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang dan Wakil Gubernur Kalteng H Achmad Diran, yang disusul pembacaan Ikrar Anak Bangsa oleh pemuda.
Gubernur mengatakan, deklarasi ini disamping merupakan tekad, juga sebagai upaya perwujudan bersama nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekwen.
Sedangkan Ikrar Anak Bangsa yang terdiri dari lintas etnik, lintas budaya dan lintas agama yang berdiam di Kalteng, kata Gubernur, sebagai wujud kesetiaan, ketaatan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila yang dipraktekkan dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di seluruh Kalteng.
Hanya pada tataran nyata terkadang tekad berbenturan dengan realita. Direktur Utama PT Borneo Global Media (Borneo TV) Rahmadi G Lentam menyebut pada tataran konsep ketatanegaraan justru kebanyakan menjadi rancu. Terlebih, dalam hal berdemokrasi.
Praktisi hukum Sugi Santosa memaknai realita Pancasila pada perilaku ketimbang penghargaan. Makanya, ia menekankan pentingnya sosialisasi Pancasila diselenggarakan lagi.
Akademisi Universitas PGRI Palangka Raya Ketua Jurusan Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangka Raya Mahdi Surya Apriliansyah mengilustrasikan, bahwa Pancasila itu sekarang ibarat manusia tanpa. “Pancasila diibaratkan sosok manusia yang mati suri,” nilainya.
Juga dikutip pandangan tokoh nasional lewat pemberitaan berbagai media sebagai rujukan pembanding bagi pembaca. (DeTAK-indra/rickover)
BACA DeTAK UTAMA SELENGKAPNYA di TABLOID DeTAK EDISI 180
Tidak ada komentar:
Posting Komentar