DeTAK UTAMA EDISI 182
Antrean kendaraan bermotor di Kota Palangka Raya dan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) umumnya terus terjadi.
|
ILUSTRASI : UMAR |
Tak kurang di satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) antrean menutup sebagian badan jalan sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas.
Jelas kondisi ini memperlihatkan adanya krisis Bahan Bakar Mintak (BBM) Subsidi, sehingga perlu adanya solusi dari pemerintah guna penambahan kuota BBM.
Dengan antrean yang masih langgeng itu, dapat dipastikan berdampak besar pada lambannya pertumbuhan ekonomi di Kalteng.
"Hal ini memicu terjadinya kenaikan inflasi di Kalteng yang mencapai 7,30 persen. Melebihi inflasi nasional sebesar 6.16 persen," kata Kardinal.
Apalagi diperkirakan sebelum akhir 2011 kuota BBM akan habis. Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang menegaskan, penambahan kuota masuk kategori mendesak.
Satu alasan yang diajukan terjadinya peningkatan kenderaan bermotor yang tidak sebanding dengan ketersediaan BBM.
Dari hasil investigasi media ini, sebagaimana yang tertuang dalam DeTAK Utama edisi 181 pekan lalu, tersebut bahwa jumlah kenderaan bermotor roda dua yang meramaikan jalanan Kota Palangka Raya dalam per bulannya mencapai 3.000 kenderaan.
Jumlahnya diperoleh dari empat dealer terkemuka di Kota Palangka Raya. Hitungan ini belum termasuk kenderaan roda empat dan jenis angkutan lainnya. Juga, belum terhitung jumlah kenderaan roda dua di kabupaten se-Kalteng.
Walikota Palangka Raya HM Riban Satia mengungkap sejak 2007 kuota BBM untuk Kota Palangka Raya terus menurun. Ia pun sudah tiga kali menyurati pihak Pertamina untuk permintaan penambahan kuota. Terakhir, 2010 ini.
DPRD Kota Palangka Raya juga begitu. Ketua DPRD Sigit K Yunianto mengakui meningkatnya jumlah kenderaan di Kota Palangka Raya hendaknya menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk menambah kuota.
"Kita tidak mungkin menunggu proses tersebut pada 2012 mendatang. Kita sudah menindaklanjuti dan telah berulangkali meminta ditambahnya kuota," tegas Sigit.
Paling tidak, kenaikan kuota kisarannya 20 persen dari kuota sekarang ini. Begitu diucapkan Sekretaris Hiswana Migas Kota Palangka Raya, Kabulat. Dia mencontohkan, kebutuhan BBM kota Palangka Raya untuk jenis premium rata-rata 8.700 liter per bulan untuk sejumlah SPBU yang ada.
“Jadi, dalam kondisi seperti ini sebaiknya kuota BBM subsidi dinaikkan sekitar 20 persen,” ujarnya.
Namun, panjang antrean BBM di sejumlah SPBU ternyata tidak mengakibatkan tingginya inflasi. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI Rusman Heriawan menegaskan, tidak ada kaitannya antara inflasi dan kelangkaan BBM.
"Selama harganya tidak naik, ya tidak ada pengaruhnya pada inflasi," tandas Ruswan usai meresmikan Kantor BPS Provinsi Kalteng, BPS Kota Palangka Raya, dan BPS Kabupaten Kapuas yang dipusatkan di Palangka Raya, Selasa pekan lalu.
DeTAK juga mengutip berita dari sejumlah media nasional yang memaparkan soal penambahan kuota dan rencana pemerintah pusat menaikkan harga BBM. (DeTAK-indra/rickover)
Penambahan Kuota Mendesak
|
ILUSTRASI - YUSY |
Untuk kedua kalinya Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang kembali mengirimkan surat kepada Pertamina mempertanyakan kuota BBM untuk Kalteng.
“Selasa (4/7), Pemerintah Provinsi Kalteng kembali mengirimkan surat untuk yang kedua kalinya kepada Pertamina perihal kuota BBM Kalteng,” ungkap Teras di Palangka Raya, Rabu pekan lalu.
Dalam surat tersebut, Pemprov Kalteng juga meminta penambahan kuota BBM untuk Kalteng, karena memang sangat perlu dan mendesak. Sebab kuota BBM untuk Kalteng pada tahun 2011 ini masih seperti beberapa tahun lalu, padahal pertambahan kendaraan tumbuh dengan cepat.
Menurut Gubernur, Pemprov Kalteng dalam pengajuan kuota BBM ini hanya pada posisi penyalur kebutuhan masyarakat, berapa keperluan masyarakat untuk BBM di Kalteng, sehingga tidak lagi menimbulkan antrian panjang pembelian di setiap SPBU.
Selain itu, Pemprov Kalteng terus melakukan upaya agar antrian BBM di Kalteng tidak terjadi lagi. Salah satu upayanya adalah dengan terus melakukan hubungan dan berupaya menarik minat dari perusahaan minyak swasta seperti Sell, Petronas dan Caltex, agar mau membuka Depo dan menjual BBM-nya di Kalteng.
Akan tetapi, kata Teras, perusahaan minyak swasta tersebut masih belum bisa memenuhi keinginan Pemprov Kalteng, dengan pertimbangan bahwa dari segi ekonomi dan pertumbuhan penduduk Kalteng, belum masuk dalam perhitungan bisnis mereka.
Jumlah penduduk di Kalteng diperkirakan belum mampu untuk menutupi biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan Depo dan biaya operasional.
“Orientasi perusahaan minyak swasta di Indonesia adalah bisnis. Jadi ketika mereka menanamkan investasi di sebuah daerah, tentu perhitungan bisnis yang harus mereka pergunakan agar biaya operasional dan pembangunan Depo di suatu daerah dapat tertutupi dengan hasil penjualan minyak mereka,” ungkap Gubernur.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Kalteng Kardinal Tarung menambahkan, dalam surat Gubernur Nomor 541/432/Distam, yang ditujukan kepada kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) minyak Gas dan Bumi di Jakarta, diusulkan penambahan kuota untuk jenis premium dari 197.300 kiloliter menjadi 286.162 kiloliter.
Solar dari 139.199 kiloliter menjadi 218.560 kiloliter, dan minyak tanah dari 137.152 kiloliter menjadi 162.459 kiloliter.
Kardinal mengatakan, terjadinya antrean yang panjang di SPBU dan Agen Premium Minyak Solar (APMS) di wilayah kabupaten/kota se-Kalteng dapat berakibat terhambatnya kebutuhan bahan pokok masyarakat.
"Hal ini memicu terjadinya kenaikan inflasi di Kalteng yang mencapai 7,30 persen. Melebihi inflasi nasional sebesar 6.16 persen," kata Kardinal seperti dilansir media harian lokal.
Menurut Kardinal, diperkirakan sebelum akhir 2011 kuota BBM akan habis apabila tidak ada penambahan dari pemerintah pusat. (DeTAK-ATN center/rickover)
Tiga Kali Kirim Surat
Pemerintah Kota Palangka Raya (Pemko) sejatinya telah tiga kali menyurati Pertamina terkait penambahan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM).
"“Kita sudah tiga kali menyurati pihak Pertamina agar kuota BBM ditambah, namun hingga saat ini belum ada jawaban," ungkap Walikota Palangka Raya HM Riban Satia kala ditemui di rumah jabatannya, pekan lalu.
Sejak 2007 lalu, sebut Walikota, kuota BBM untuk Kota Palangka Raya selalu menurun. Terakhir 2010, Pemko menyurati pihak Pertamina agar kuota ditambah.
Selama ini, terang Walikota, pihak Pertamina beramsumsi bahwa kuota BBM terbilang cukup. Kalaupun terjadi antrean, bukan akibat kuota kurang, tapi lantaran ulah oknum-oknum tertentu yang menyelewengkan BBM Subsidi atau melakukan penimbunan, sehingga terjadi kelangkaan BBM.
Walikota mengatakan, banyaknya kenderaan bermotor yang hingga saat ini antri di sejumlah SPBU membuktikan kurangnya kuota BBM. "Jadi, tidak hanya ulah oknum saja," tegas Riban.
Walikota menilai, perlu diadakan evaluasi atau kajian yang mendalam dari pihak yang berwenang agar kebutuhan BBM benar-benar rasional sesuai dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang tiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan di Kota Palangka Raya. “Sekarang ini industri dan pertumbuhan pembangunan disektor lainnya di Kota Palangka Raya sudah masuk. Terbukanya infrastruktur jalan membuat banyak kendaraan angkutan dari luar kabupaten dan provinsi tetangga melintas untuk mengisi BBM di SPBU di Palangka Raya, sehingga kebutuhan normal BBM tersedot oleh aktivitas tersebut,” jelas Riban Satia.
Pemko, lanjut Walikota,tidak berwenang melakukan tekanan terhadap pihak distribusi terhadap usulan penambanahan kuota BBM subsidi.
"Pihak distribusi BBM itu dikendalikan (baca: diatur-red) oleh salah satu lembaga negara yang mengatur masalah distribusi BBM. Artinya, pemerintah daerah hanya bisa ikut dalam mengendalikan BBM subsidi tersebut," jelas Riban lagi. (DeTAK-indra marbun)
Pertamina Harus Transparan
Animo masyarakat terhadap kendaraan roda dua dan roda empat di Kota Palangka Raya yang cukup besar perlu mendapat perhatian dari pemerintah pusat.
Meningkatnya kendaraan bermotor itu merupakan salah satu perkembangan ekonomi masyarakat di daerah. "Pemerintah pusat harus melihat (baca: mempertimbangkan-red) hal itu," kata Sigit saat ditemui di ruang kerjanya, pekan lalu.
Dewan sendiri, ungkap Sigit, telah berulang kali mengusulkan ke pemerintah pusat agar kuota BBM untuk Kota Palangka Raya ditambah.
Ia memaklumi penambahan kuota terkait erat dengan anggaran APBN dan keputusan penambahan harus melalui persetujuan DPR RI, namun setidaknya pemerintah pusat harus jeli melihat kondisi atau perkembangan daerah.
"Kita tidak mungkin menunggu proses tersebut pada 2012 mendatang. Kita sudah menindaklanjuti dan telah berulangkali meminta ditambahnya kuota," tegas Sigit.
Tak sebatas itu, lanjut Sigit, Dewan juga meminta agar pihak Pertamina transparan dalam pendistribusian BBM di sejumlah SPBU.
Guna mempermudah pengontrolan distribusi Sigit mengusulkan dipisahkan antara SPBU subsidi dan SPBU non subsidi
"Bila tidak dipisahkan, akan membuka peluang usaha bagi oknum tertentu yang dampaknya merugikan masyarakat," tegasnya.
Ketimbang BBM subsidi menyusahkan, Sigit dengan tegas mendukung dicabutnya subsidi. "Sangat susah membedakan mana yang berhak menggunakan BBM subsidi dan mana yang tidak," tekannya. (DeTAK-indra marbun)
Paling tidak 20 persen
Terkait Kebutuhan BBM Subsidi di Kota Palangka Raya, Sekretaris Hiswana Migas Kota Palangka Raya, Kabulat T mengatakan, pihaknya tidak memiliki data yang riil soal kebutuhan BBM subsidi.
Namun, pihaknya bisa mendata hal tersebut bila pihak yang berwenang mengizinkannya. Diakuinya, perkembangan perekonomian Kota Palangka Raya meningkat.
Itu dibuktikan dengan jumlah kendaraan roda dua maupun roda empat yang terus mengalami peningkatan signifikan. Secara otomatis, kata Kabulat, kondisi tersebut mempengaruhi tingginya kebutuhan akan BBM, khususnya BBM subsidi.
Perkembangan itu juga disusul dengan keberadaan investasi, seperti industri-industri baru yang mulai berkembang. Dia mencontohkan, kebutuhan BBM kota Palangka Raya untuk jenis premium rata-rata 8.700 liter per bulan untuk sejumlah SPBU yang ada.
“Jadi, dalam kondisi seperti ini sebaiknya kuota BBM subsidi dinaikkan sekitar 20 persen,” ujarnya.
Soal transparansi pendistribusian BBM olah Pertamina, Kabulat menilai, selama ini berjalan dengan baik. "Distribusi BBM subsidi itu diawasi BPK. Kinerja Pertamina dalam pendistribusian juga diaudit. Jadi tidak bisa sembarangan,” ungkap manejer SPBU di Jalan Tjilik Riwut Palangka Raya ini. (DeTAK-indra marbun)
Subsidi 40,49 Juta kiloliter
Komisi Energi DPR RI akhirnya sepakat untuk menambah kuota BBM bersubsidi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2011.
"Kami setujui usulan pemerintah kuota BBM subsidi menjadi 40,49 juta kiloliter tahun ini," ujar Pimpinan Sidang sekaligus Ketua Komisi Energi, Teuku Rifky Harsya, Kamis malam.
Semula, jatah BBM bersubsidi dalam APBN 2011 ditetapkan hanya sebesar 38,59 juta kiloliter. Namun, karena konsumsi yang melonjak di atas rata-rata konsumsi, pemerintah pun meminta tambahan kuota.
Usulan pemerintah sempat ditolak oleh Fraksi Golkar. Anggota Komisi dari Fraksi Golkar, Bobby Rizaldy, menyatakan penambahan kuota BBM bersubsidi akan berdampak pada defisit anggaran. "Konsekuensinya anggaran akan bengkak sampai Rp 50 triliun," kata dia.
Apalagi jumlah kuota tersebut lebih tinggi ketimbang pendapatan negara. "Tambahannya hampir 10 persen untuk subsidi, pendapatannya dari lifting (produksi minyak sendiri) saja turun 5 persen," tambahnya.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Darwin Zahedy Saleh, membantah soal pembengkakan tersebut. Menurut Darwin, berdasar perhitungan pemerintah, tambahan biaya yang diperlukan untuk subsidi BBM hanya berkisar Rp 25 triliun.
"Sehingga kalau di total subsidi menjadi Rp 120,7 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 95,96 triliun." Darwin menambahkan, Kementerian Keuangan telah menyanggupi kebutuhan dana untuk menutupi kebutuhan BBM bersubsidi tersebut. "Pemerintah punya kapasitas untuk menaikkan kuota tersebut,” katanya.
Bersikeras dengan pendapat masing-masing, Fraksi Golkar pun meminta rapat diskors untuk berkoordinasi dengan salah satu anggota Badan Anggaran. Setelah berkoordinasi, Fraksi Golkar akhirnya luluh. Mereka pun sepakat dengan penambahan volume BBM bersubsidi.
"Kami sepakati hanya dari sisi volumenya saja, kami tetap ada catatan supaya penambahan volume ini tidak membebani anggaran," kata Bobby, selaku perwakilan Fraksi Golkar.
Dalam kesempatan itu Darwin mengingatkan bahwa tujuan rapat dan pembahasan kali ini memang diutamakan untuk persetujuan penambahan kuota BBM bersubsidi dari sisi volume terlebih dahulu.
"Konsekuensi terhadap anggaran dapat diperdalam nanti. Yang pasti, kami dari pemerintah memiliki kapasitas untuk memenuhi kuota tersebut," ucapnya. (DeTAK-Tempo/rickover)
Subsidi Bakal Diubah
Pemerintah akan menaikkan anggaran subsidi energi untuk bahan bakar minyak, LPG, dan bahan bakar nabati, dari Rp 68,7 triliun menjadi Rp 28,1 triliun.
Pemerintah bakal merombak jumlah subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011. Sebab, pemerintah harus mewaspadai harga bahan bakar minyak dan subsidi energi yang terkait dengan listrik.
"Kita akan memanfaatkan proses APBN-P 2011. Kita akan bahas perubahan-perubahan asumsi dengan kondisi sekarang," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis.
Menurutnya, dalam proses penyusunan APBN-P tanggal 4-26 Juli 2011 itu, pemerintah akan membahas risiko fiskal dan cara untuk mengatasinya. Bakal dibahas pula anggaran kementerian dan lembaga yang diminta menghemat anggaran serta memangkas kegiatan yang kurang produktif dan bukan prioritas.
Agus mengatakan kini defisit anggaran berkisar di 1,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Namun, pemerintah akan menjaga agar defisit tetap di bawah 2 persen. Antara lain, dengan penghematan belanja dan kementerian tersebut.
Hingga akhir Mei 2011, realisasi harga minyak mentah Indonesia sudah mencapai US$ 107,3 per barel. Padahal, asumsi harga dalam APBN 2011 hanya US$ 80 tiap barelnya.
Dalam data yang dilansir Kementerian Keuangan mengenai Rancangan APBN-P 2011, disebutkan belanja negara bakal melonjak hingga Rp 1.327,6 triliun, naik dari Rp 1.229,6 triliun yang ada dalam APBN 2011.
Pemerintah juga telah menghitung, jika kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dinaikkan Rp 1.000 per liter, belanja negara terkerek menjadi Rp 1.316,8 triliun.
Untuk belanja subsidi, tanpa kenaikan harga bahan bakar, jumlahnya akan melambung menjadi Rp 253,35 triliun dari sebelumnya Rp 187,6 triliun.
Jika harga bahan bakar dinaikkan Rp 500 per liter, maka subsidi akan menjadi Rp 241,38 triliun, sedangkan menaikkan harga Rp 1000 per liter menyebabkan subsidi berkurang jadi Rp 237,38 triliun.
Tanpa kenaikan harga bahan bakar bersubsidi, subsidi energi akan melesat menjadi Rp 196,16 triliun dari Rp 136,6 triliun dalam APBN 2011.
Kalau harga bahan bakar dinaikkan Rp 500 per liter, maka subsidi berkurang menjadi Rp 184,01 triliun, sementara dengan kenaikan Rp 1.000 per liter menjadi Rp 180,01 triliun. (DeTAK-Tempo/rickover)
Tidak Pengaruhi Inflasi
Antrean yang mengular di sejumlah SPBU sama sekali tidak mempengaruhi inflasi yang cukup tinggi sekarang ini.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) RI Ruswan Heriawan mengatakan, inflasi dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan pokok, bukan oleh kelangkaan BBM.
"Selama harganya tidak naik, ya tidak ada pengaruhnya pada inflasi," tandas Ruswan usai meresmikan Kantor BPS
Provinsi Kalteng, BPS Kota Palangka Raya, dan BPS Kabupaten Kapuas yang dipusatkan di Palangka Raya, Selasa.
Diakuinya, pemerintah sekarang ini dalam posisi maju mundur terkait fenomena BBM ini. Selain permintaan kouta, terang Ruswan, pemerintah juga sedang menimbang kemungkinan dinaikkannya harga BBM.
Hanya saja, sekali BBM ini dinaikkan harganya, tentunya dampaknya terhadap inflasi akan luar bisa, baik dampak langsung terhadap BBM itu sendiri maupun dampak tidak langsung terhadap sektor angkutan, barang dan jasa.
"Kalaupun mau dinaikkan, saya pikir sekarang ini waktu yang tidak bagus, karena lagi musim inflasi tinggi, terutama Juli-Agustus menjelang lebaran dan segala macamnya," jelasnya.
Yang bisa dilakukan pemerintah sekarang di musim inflasi tinggi, kata Ruswan, adalah bagaimana mencegah agar inflasi tidak menjadi liar sehingga sangat menganggu daya beli masyarakat.
"Jadi di Juli-Agustus ini menjadi ujian bagi kita semua apakah target inflasi nasional kita yang 5,65 persen dapat terjaga," terang Ruswan. (DeTAK-rickover)