Oh...! RTRWP - Ku

DeTAK HATI EDISI 171

Masih tidak menentunya kapan penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah oleh pemerintah pusat, ternyata membuat 14 bupati/walikota se-Kalimantan Tengah mengambil sikap yakni bersepakat untuk mempertahankan RTRWP yang sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalteng Nomor 8 Tahun 2003. Informasi itu, disampaikan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang ketika melakukan pertemuan dengan para pengusaha, pekan lalu. Mendengar informasi tersebut, hati ini gembira dan bercampur sedih. Karena disatu sisi, kesepakatan tersebut merupakan langkah maju yang berani, sedangkan disisi lain, ada pihak lain yang menyebutnya sebagai pembangkangan massal. Jika kita menarik ke belakang sejarah pembangunan kehutanan di Kalimantan Tengah tentunya banyak persoalan yang ditemui dan hal itu tidak akan ada habis-habisnya. Sekitar era tahun 1970-an, Provinsi Kalimantan Tengah yang terkenal dengan hutan belantaranya saat itu, dijadikan sasaran empuk kebijakan pemerintah pusat yang namanya Hak Pengusahaan Hutan (HPH), akibatnya berbondong-bondonglah para pengusaha dari luar Kalteng bahkan dari luar negeri datang ke daerah ini untuk membabat hutan dengan kekuatan atas nama izin HPH dari pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Celakanya, para pembuat izin tersebut banyak yang hanya memutuskannya diatas meja saja, akibatnya tidak sedikit bangunan kantor Camat, kantor Lurah, kantor Kepala Desa bahkan ada kantor Bupati berada di dalam areal HPH. Dengan adanya kebijakan soal HPH itu, maka kerusakan hutan di Kalteng luar biasa, karena begitu satu batang pohon besar ditebang maka ratusan pohon yang masih kecil ikut tumbang dan tertindih yang akhirnya mati, sementara program reboisasi oleh para pemegang HPH itu hanya sebagian kecil yang berjalan, itupun tidak jelas hasilnya. Sementara itu, masyarakat kecil yang menebang kayu dengan peralatan sederhana bahkan alat tradisional seperti kampak saja sudah disebut penebang liar dan dikejar-kejar. Akibat dari kebijakan soal HPH itu, para pengusaha dari luar Kalteng bahkan luar negeri itu, menjadi kaya raya dengan harta yang berlimpah ruah, sedangkan masyarakat Kalteng yang notabene tinggal dekat hutan bahkan ada yang didalam hutan tetap saja miskin, tidak memiliki apa-apa. Apabila kita memperhatikan nasib rakyat Kalteng yang menjadi korban kebijakan HPH itu, serta dikaitkan dengan terkatung-katungnya RTRWP maka sebenarnya dari dulu hingga sekarang, Kalteng merupakan korban ketidakadilan dari kebijakan pemerintah pusat. Karena itu, memang sudah saatnya masyarakat Kalteng bangkit untuk meminta keadilan sebagai anak bangsa yang bernaung di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Nah, berbicara RTRWP yang masih tidak menentu nasibnya itu, sungguh tidak masuk akal jika rekomendasi tim terpadu dari pemerintah pusat bahwa untuk kawasan hutan 80 persen dan nonhutan 18 persen. Sedangkan berdasarkan RTRWP yang tertuang dalam Perda Nomor 8 Tahun 2003 untuk kawasan hutan ditetapkan 67 persen dan kawasan nonhutan 33 persen. Nah, logikanya jika kita mengacu kepada rekomendasi tim terpadu itu maka tidak sedikit rumah penduduk, kantor-kantor pemerintah yang harus dibongkar dan ditanam pohon kembali dijadikan hutan, sedangkan lahan di pulau Jawa dengan seenaknya dijadikan lapangan golf, pembangunan apartemen, mall-mall dan lain sebagainya, sekali lagi ini salah satu bentuk ketidakadilan pemerintah pusat terhadap Kalimantan Tengah. Sementara, apabila kita mengacu kepada RTRWP dengan Perda-nya No.8/2003 yang berbanding 67 persen hutan dan 33 persen nonhutan, tentu masuk akal dan wajar karena kawasan hutan di Kalteng memang sudah lama banyak yang terbuka akibat program HPH, pembukaan lahan akibat program transmigrasi dan lain sebagainya. Jika kita melihat ke belakang soal berbagai kebijakan pemerintah pusat terhadap Kalimantan Tengah maka wajar saja 14 bupati/walikota se-Kalteng kompak mempertahankan RTRWP yang lama dengan Perda No.8/2003 itu, apalagi Perda tersebut memang belum dicabut, sementara RTRWP yang baru masih belum jelas kapan selesainya. Seperti kita ketahui bahwa Perda itu berlaku setelah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, artinya jika ada sanksi hukum dari pelaksanaan Perda tersebut maka Mendagri pun harus ikut terlibat, jangan hanya ditimpakan kepada para Bupati/Walikota se-Kalteng dan Gubernur Kalteng saja. Untuk itu, sangat wajar jika Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mendukung dan harus mendukung kekompakan para Bupati/Walikota tersebut, begitu juga seluruh masyarakat Kalimantan Tengah agar juga kompak mendukung berbagai kebijakan pemimpin daerahnya selama kebijakan tersebut berpihak kepada rakyat. Karena para Bupati/Walikota dan Gubernur yang sekarang ini adalah pemimpin pilihan rakyat secara langsung. Sumber daya alam yang ada itu, memang diperuntukan bagi kesejahteraan rakyat.

Warga Trans 6 Tahun Kesulitan Air Bersih

DeTAK POLITIK EDISI 171

Sebanyak 380 KK transmigrasi berasal dari Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Barat, Jawa Tengah dan sebagian Trans Lokal yang berada di Unit Pemukiman Transmigrasi Anjir Pulang Pisau masih kesulitan air bersih dan minimnya petugas penyuluh lapangan (PPL).

Salah seorang warga transmigrasi Martinus asal NTT mengatakan, sudah 6 tahun ini warga transmigrasi mengalami kesulitan air bersih lantaran di lokasi transmigrasi tidak dilengkapi fasilitas sarana pengelolaan air bersih yang memadai.
"Untuk kepentingan memasak, makan minum kami hanya mengandalkan air hujan. Ditambah lagi, kondisi alam di UPT sebagian besar merupakan lahan gambut, sehingga kualitas air minum tidak enak dikonsumsi. Rasanya Asem," tutur Martinus.
Diungkapnya, kalau musim hujan warga trans tidak kesulitan untuk mendapatkan air, tetapi kalau musim kemarau tiba, terpaksa membeli air bersih untuk makan minum di Pulang Pisau.
Salah seorang tokoh masyarakat dari NTT Emanuel menambahkan, warga transmigrasi sudah lama mengeluhkan soal sarana air bersih, namun belum ada tanggapan dari pemerintah kabupaten. Ia sangat berharap tahun ini ada perhatian pemerintah agar persoalan air bersih ini dapat diatasi.
"Kami juga pertanyakan keberadaan PPL yang selama ini tidak aktif. Padahal warga transmigrasi sangat memerlukan penyuluh pertaniaan," bebernya.
Kepala UPT Anjir Pulang Pisau, Tekson mengatakan, setiap rumah warga transmigrasi sudah dibuatkan sumur bor, namun rupanya tidak maksimal karena kemungkinan lahan gambut, sehingga air minum tidak layak dikonsumsi. Menurut Tekson, dirinya bersama tokoh masyarakat warga transmigrasi pada akhir 2010 sudah mengusulkan pengadaan fasilitas air bersih pada Dinas Kesehatan Pulang Pisau melalui program Community Water Service and Health Project (CWHSHP) Kementerian Kesehatan, namun hingga kini belum teralisasi.
Tekson juga berharap kepada warga untuk bersabar. "Semoga tahun ini masalah air bersih dapat diatasi," harapnya. Sementara Kepala Dinas Sosial dan Transmigrasi Pulang Pisau, H Suhaimi melalui Kepala Bidang Transmigrasi Sumitro mengakui jika sumber air di lokasi transmigrasi hanya mengandalkan sumur bor yang hanya bisa digunakan untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk diminum tidak layak.
"Warga menampung air hujan untuk diminum. Untuk fasilitas lain sudah lengkap seperti Rumah ibadah, Puskesmas Pembantu, Sekolah dan sarana prasarana lainnya," ungkapnya. (DeTAK-dhanny)

Lagi-lagi Buaya Mentaya Mangsa Warga

DeTAK PERISTIWA EDISI 171

KOTAWARINGIN TIMUR-Akhir Juni 2010 lalu masih terbayang dalam ingatan, korban seorang gadis, warga Desa Bagendang Hilir tewas dimangsa ganasnya buaya. Kini buaya mentaya lagi-lagi mengganas.

LOKASI KEJADIAN-Fauji (42) menunjukkan lokasi 
kejadian tempat dimana ia mencuci pakaian lalu 
disambar buaya. Foto: Umar
Pekan lalu reftil raksasa pemakan daging itu memangsa lagi seorang warga.
Korban, Fauji (42), Warga Desa Jaya Karet Rt 4, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Samuda, Kabupaten Kotawaringin Timur, saat itu asyik mencuci pakaian di bibir aliran sungai, tepatnya di anak tangga jembatan panggung sisi Sungai Mentaya sekitar tempat tinggalnya.
Tak dinanya, tiba-tiba reftil predator langsung menyambar Fauji hingga terseret di kedalaman air sungai. Korban sempat berontak melakukan perlawanan dengan menusukan tangannya ke bola mata buaya itu, sehingga hewan ganas itu kebirit kesakitan dan melepaskan gigitannya.
Informasi yang dihimpun DeTAK di lapangan menyebutkan, kronologis kejadian bermula ketika korban melakukan aktivitas hariannya ke bibir sungai.
Pagi itu Fauji usai sholat subuh, berbagi tugas dengan isterinya. Ia yang mencuci pakaian sebanyak dua buah ember yang akan dibilas di sungai karena sebelumnya pakaian sudah dicuci di mesin.
“Aku mengucak tapasan (membersihkan-red) baru selesai satu ember. Sedang satu embernya lagi saat asyik menaruhkan pakaian ke air, tiba-tiba terkaman buaya datang mendadak mengenai tangan kiri saya. Aku terpental ke air sungai itu. Sekuat tenaga saya menahan tarikannya, tapi tak kuat menahan hingga saya terseret ke tengah sungai,” ujarnya.
Ketika sampai di kedalaman air sungai, cerita Fauji, buaya itu langsung membanting (menghempas–red) dirinya sebanyak satu kali. "Aku termakan air sempat lemas. Kala itu ada bisikan ditelinga “Tusuk matanya, tusuk matanya, sebanyak dua kali terdengar,” ungkapnya.
Buaya yang menggonggong lengan kiri tak mungkin bisa terlepas karena gigitannya sangat kuat. Mendengar perintah bisikan itu, kata Fauji, dirinya langsung meraba lengan kiri yang ditelan buaya itu dengan perlahan hingga sampai pada benjolan kepala buaya itu.
"Aku langsung menekan benjolan, karena yakin itu bola mata buaya dengan sekuat-kuatnya menggunakan ibu jari. Gigitan buaya yang sangat kuat di tangan kirinya akhirnya terlepas. Dan kemudian saya pun, berusaha naik ke permukaan air untuk segera mencari nafas . Dan setelah itu langsung menyelamatkan diri berenang ke pinggir," lanjutnya.
Fauji mengatakan, dirinya dibawa buaya sekitar sepuluhan meter ke tengah sungai dan diseret ke dalam air sedalam empat meter. Sedangkan tangan yang kena gigitan rompal sebanyak tiga mata luka.
H Ramli, tokoh masyarakat setempat membenarkan warganya di sambar buaya. ”Warga sekitar lokasi kejadian menjadi resah dan khawatir kalau jadi sasaran korban susulan. Mereka enggan beraktivitas di bibir Sungai Mentaya,” ujar Ramli.
Kini, terang Ramli, warga melakukan pemancingan terhadap buaya ganas itu.” Pemasangan alat pancing mulai Jumat(8/4) pagi hingga senin(11/4), tapi buaya ogah menyambar umpan itik,”sebutnya.
Sementara, perwakilan dari BKSDA Sampit telah datang kelokasi kejadian pada Senin sore , menemui sejumlah tokoh masyarakat setempat. Mereka sekaligus memberikan penyuluhan kepada warga sekitar, agar tidak membunuh binatang tersebut. (DeTAK-umar)

Lulusan SMA Mau Diapakan

DeTAK UTAMA EDISI 171

Tahun ini benar-benar tahun malang bagi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pekan lalu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melontarkan larangan lulusan SMA atau Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ditiadakan dalam formasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2011 ini. 

Alasan yang mencuat, berdasarkan statistik jumlah PNS lulusan SMA masih cukup banyak. Selama ini, justru yang mengusulkan diterima lulusan SMA menjadi CPNS justru datangnya dari permintaan pemerintah daerah.
Kalaupun Pemda kukuh untuk memasukkan lulusan SMA, karena alasan untuk dipekerjakan sebagai tenaga kebersihan, keamanan, dan pengemudi, pemerintah pusat tidak bisa lagi mengabulkannya. Hanya saja, Walikota Palangka Raya HM Riban Satia mengingatkan, lulusan sarjana tidak mungkin memperkerjakan lulusan sarjana menjadi petugas kebersihan atau supir maupun pekerjaan sejenis lainnya.
“Kalau memang ada ketentuan dari pemerintah , harus jelas dulu aturannya. Kendala kita selama ini, karena tidak adanya pengangkatan, sementara tugas-tugas untuk penjaga sekolah atau supir misalnya, tidak ada. Kan, tidak mungkin seorang sarjana ditugaskan menjadi penjaga sekolah atau jadi supir? Itu sama saja tidak menghargai lembaga pendidikan,” kata Walikota Palangka Raya HM Riban Satia saat ditemui di ruang kerjanya, pekan lalu.
Kepala BKPP Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) melalui Kepala Bidang Pengembangan Hasanudin menjelaskan, soal diterima atau tidaknya formasi lulusan SMA pada penerimaan CPNS 2011 ini lebih tergantung kebutuhan dan kinerja masing-masing daerah.
“Di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalteng saat ini tidak lagi ada formasi CPNS untuk lulusan SMA. Lulusan SMA saat ini diarahkan menjadi tenaga kontrak di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Itupun, kebutuhan tenaga kontrak lebih tergantung dari dana yang ada di SKPD,” kata Hasanudin.
Dua wakil rakyat, yakni Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palangka Raya Elsanto Harinatalno dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Arief Budiatmo menolak ditiadakannya formasi lulusan SMA pada penerimaan CPNS tahun ini.
“Ini yang perlu dipertimbangkan. Soalnya, lulusan SMA tiap tahunnya mem-bludak. Apakah ada solusi lain yang dikoordinasi untuk menampung atau memberikan pendidikan secara khusus untuk lulusan SMA yang tidak mampu atau pun yang tidak mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya pikir, ada baiknya bila memang ada solusi lain dari pemerintah,” jelas Elsanto di ruang kerjanya, pekan lalu.
Sepanjang belum ada solusi, Elsanto tidak setuju formasi CPNS untuk lulusan SMA ditiadakan. Kalau pun harus ditiadakan, pemerintah pusat setidaknya mengambil langkah alternatif guna mengurangi angka pengangguran.
“Saya kira pemerintah jangan terlalu cepat memutuskan bahwa SMA tidak bisa diterima. Kita menyadari bahwa SMA masih banyak. Pemerintah harus membuka mata untuk itu,” tanggap Arief Budiatmo. Selama ini pemerintah telah memiliki program untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan, namun dengan adanya kondisi ini, Arief pesimis program pemerintah itu dapat berhasil.
Namun, tidak hanya lulusan SMA yang resah, tenaga honorer pun dirundung kemalangan. Soalnya, yang diakui pemerintah pusat hanya honorer penerimaan 2005, diluar itu dianggap honorer “ilegal”. Tak salah, jika mereka pun merencanakan melakukan demo dengan mengepung Istana Presiden. Saat ini saja, pemerintah pusat terus mengkaji solusi tentang kemungkinan tenaga honorer tertinggal (di bawah tahun 2005) yang gagal jadi CPNS karena tidak memenuhi kriteria.
Deputi SDM Bidang Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ramli Naibaho mengungkapkan, pemerintah tetap melakukan pendekatan kesejahteraan kepada honorer yang gagal dalam proses seleksi CPNS.
"Bagi honorer yang tidak lolos ataupun tidak memenuhi kriteria, pemerintah melakukan pendekatan kesejahteraaan, yaitu dengan memberikan perbaikan penghasilan sesuai kemampuan keuangan negara atau daerah. Paling tidak setara UMR (Upah Minimum Regional). Jadi tidak seperti sekarang yang sebulannya tidak menentu, antara Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu," tutur Ramli, Senin pekan lalu. (DeTAK-indra/rickover)

COVER DeTAK EDISI 171

Bangkitkan Kembali Roh Teater

 
Aksi teatrikal seniman di Kota Palangka Raya tidak kalah menarik dengan teater nasional. ditengah berbagai keterbatasan yang dihadapi, sejumlah teater yang ada di Kota Cantik ini terus berusaha menyajikan tampilan menawan dengan gerak eksotisme, yang mampu memukau para pecinta seni. Misalnya gerak tari yang ditampilkan dalam cover DeTAK kali ini, dengan improvisasi yang kuat, aksi teatrikal berikut sarat dengan pesan keindahan, kepedihan dan harapan dalam hidup yang terhempas. Aksi teatrikal berikut ditayang di Kota Palangka Raya belum lama ini oleh salah satu kelompok teater yang ada. Kendati demikian, minat masyarakat untuk menonton teater masih tergolong kecil di daerah ini. Perlu sebuah terobosan untuk membangkitkan kembali roh atau jiwa teater yang sempat mati suri di Kota Palangka Raya.