Sudah tak Adakah Rasa Malu Kita

DeTAK HATI EDISI 176

Oleh : Syaifudin. HM
Hati ini sungguh sangat sedih sekali dan gundah gulana serta sangat-sangat kecewa yang luar biasa. Mengapa sampai demikian? Karena sudah dua kali digelar, kegiatan Kongres PSSI selalu gagal dan bubar tidak ada keputusan yang baik. Akibatnya, sebagian besar rakyat Indonesia terutama pecinta sepak bola tanah air merasa kecewa berat. Terlepas dari siapa yang salah atau siapa yang benar, yang pasti kongres yang gagal tahap II ini sudah menghabiskan dana miliaran rupiah yang tentunya dari anggaran negara atau juga boleh disebut uang rakyat. Seperti kita ketahui bersama, Maret lalu, Kongres PSSI digelar di Hotel Premier Pekanbaru, Provinsi Riau, hasilnya gagal total. Untuk melanjutkan proses kongres ini maka dibentuklah Komite Normalisasi (KN) yang diketuai Agum Gumelar dengan tugas pokok melaksanakan Kongres PSSI yang digelar di Hotel Sultan Jakarta pada 20 Mei 2011. Namun, hasilnya juga tidak berbeda dengan kongres PSSI di Hotel Premier Pekanbaru, dua bulan lalu.
Dengan gagalnya untuk kedua kali Kongres PSSI ini, sebenarnya yang kita peroleh itu tidak lain hanya malu.., malu.., malu.. dan malu. Karena kongres ini dihadiri pihak FIFA dan AFC serta disaksikan hampir seluruh rakyat Indonesia melalui televisi yang disiarkan secara langsung. Jika kita memperhatikan kondisi PSSI yang sangat carut marut seperti ini, membuat hati ini bertanya-tanya, masih adakah atau tidak - rasa malu kita sebagai Bangsa Indonesia?, masih adakah atau tidak - semangat kebersamaan?, masih adakah atau tidak - nilai-nilai kegotongroyongan?, yang kesemuanya itu merupakan nilai-nilai dan semangat warisan nenek moyang kita dulu. Jika semua itu sudah tidak ada lagi atau sudah luntur dalam kehidupan kita saat ini maka marilah kita bersama-sama kembali menggali nilai-nilai dan semangat warisan nenek moyang kita itu. Dengan gagalnya untuk kedua kali kongres PSSI ini, kita hanya berdoa semoga saja FIFA tidak terburu-buru menjatuhkan sanksi kepada PSSI, yang akibatnya kita akan absen di berbagai kejuaran atau pertandingan yang bertaraf internasional atau regional. Apabila sanksi itu benar-benar terjadi maka yang dirugikan itu tidak hanya PSSI, tetapi hampir seluruh rakyat Indonesia yang mencintai sepak bola dengan tim kesebelasan PSSI sebagai kebanggaannya. Ricuhnya kongres PSSI ini merupakan sejarah terburuk yang pernah terjadi sepanjang pengalaman sepak bola tanah air dan memalukan dihadapan utusan FIFA dan AFC. Sekali lagi, kita benar-benar memperoleh malu hanya karena ego-ego yang ada di seputar kongres tersebut. Akibatnya, hal lebih besar yang sangat dirugikan yakni bangsa Indonesia. Karena apabila FIFA benar-benar menjatuhkan sanksinya maka kontingen Indonesia akan absen dari cabang sepak bola pada perhelatan SEA Games mendatang, padahal pesta olahraga negara-negara ASEAN tersebut digelar di Indonesia. Kemudian, dua wakil Indonesia yang masih bertahan di Piala AFC yakni Persipura Jayapura dan Sriwijaya FC Palembang, juga bakal tereliminasi. Dengan kondisi PSSI sudah menjadi ‘bubur’ seperti ini, hanya satu harapan kita yakni semoga FIFA masih memberikan toleransi kepada KN yang dipimpin Agum Gumelar untuk melaksanakan kembali kongres PSSI dan tidak terburu-buru memberikan sanksi kepada PSSI. Semoga.

APA MANFAAT REED+ BAGI MASYARAKAT

DETAK UTAMA EDISI 176

BERITA SELENGKAPNYA HANYA di TABLOID DeTAK EDISI 176

Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) adalah sebuah mekanisme pengurangan deforestasi dan pengrusakan hutan dengan maksud mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan tersebut. Saat ini, emisi tataguna lahan menyumbang hampir seperlima (sekitar 6 GT) total emisi dunia, dan hampir seluruhnya terjadi karena deforestasi dan pengrusakan hutan. 

Setengah dari emisi ini dihasilkan hanya oleh dua negara, yaitu Indonesia dan Brazil. Indonesia menghasilkan emisi dari deforestasi dan pengrusakan hutan duakali lipat dari Brazil, sehingga deforestasi di Indonesia menyumbang sekitar sepertiga total emisi dari deforestasi dan pengrusakan hutan, atau sekitar tujuh persen total emisi dunia.
Tak heran jika PEACE (2007) melaporkan bahwa jika emisi dari deforestasi ini dimasukkan ke dalam jumlah emisi total, maka Indonesia menjadi penghasil emisi terbesar ketiga di dunia di bawah Amerika Serikat dan Cina.
Kalteng dipilih Presiden RI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi provinsi percontohan pelaksanaan uji coba tahap awal dari Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD plus) di Indonesia.
Presiden memutuskan hal tersebut setelah menerima menerima laporan dari Kuntoro yang juga ditugaskan menjadi Ketua Satuan Tugas (Satgas) Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD plus. Kuntoro menjelaskan alasan Bapak Presiden memilih Kalimantan Tengah adalah berdasarkan kombinasi dari penilaian aspek kuantitatif dan kualitatif.
"Hasil penilaian menunjukan bahwa Kalimantan Tengah adalah provinsi dengan tutupan hutan dan lahan gambut yang cukup luas, dengan ancaman dari deforestasi yang nyata. Tingkat kesiapan dan komitmen dari Gubernur untuk melaksanakan REDD plus juga dinilai menjajikan akan keberhasilan Kalimantan Tengah sebagai mitra," katanya.
Kalimantan Tengah memiliki luasan hutan dan lahan gambut terbesar ketiga di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan REDD+ apakah bermanfaat bagi masyarakat jika sudah diterapkan nantinya? Utamanya bagi masyarakat tidak mampu dan yang tidak memiliki lahan. Sebagian besar sumber yang ditemui tak memiliki jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini.
“Saya tidak bisa jawab, karena belum kelihatan. Namun prediksi saya, tidak akan menghasilkan apa-apa. Dana REDD tidak signifikan untuk menjawab kemiskinan,” terang Direktur Save Our Borneo (SOB), Nordin.
Begitu juga dengan Arie Rompas, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng). “Keterlibatan masyarakat dalam proyek REDD seperti yang terjadi hanya menjadi pekerja dalam proyek-proyek REDD, bukan sebagai pemegang hak atas kawasan,” kata Arie.
Apalagi sosialisasi soal REDD+ memang masih tergolong minim. ““Baik kita sendiri secara khusus tidak paham secara detail tentang soal isue REDD maupun perubahan iklim,” kata Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah (BPHW) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Simpun Sampurna.
Namun Pihak pengelola Kantor Pendukung REDD+ Kalteng, Mathius Hosang memastikan keterlibatan masyarakat dalam penerapan nantinya. “Artinya, adanya partisipasi masyarakat untuk ikut dalam REDD+ di Kalteng, karena bantuan dana dari Norwegiayang yang dikucurkan itu nantinya ada mekanisme pendanaan berupa insentif. Dana insentif ini nantinya, diberikan kepada masyarakat yang telah memiliki inisiatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan pemanasan global,” ungkapnya.
Topik utama ini juga dilengkapi sejumlah artikel dan berita yang menyoal soal pemanfaatan REED+, perdagangan karbon dan moratorium hutan. (DeTAK-indra marbun/rickover)

Kerupuk Mengandung Borax Beredar

DeTAK PERISTIWA edisi 176

Kerupuk lempit beredar di Kuala Kapuas dan sekitarnya yang diketahui mengandung borak (zat pengawet kayu). Mengantisipasi perederannya barang bukti kerupuk mengandung bahan kimia tersebut telah disita tim pemerintah daerah untuk dimusnahkan.

Tim gabungan Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi (Disperindagkop), Dinas Kesehatan dan Kantor Ketahanan Kapuas merazia krupuk produksi rumah tangga di bilangan Jalan Meranti, Pemuda dan Jalan Mahakam, menyusul hasil uji Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) produk kerupuk lempit positif mengandung bahan kimia borax.
“Dampak kesehatan menjadi resiko, apabila borax terkonsumsi manusia,” ujar Kasi Ketahanan Pangan, Indah, Kamis pekan lalu.
Menurutnya, dalam jangka panjang borax yang lazimnya digunakan sebagai bahan pengawet kayu itu akan merusak fungsi ginjal pada manusia. Kasi Perlindungan Konsumen dan Kemeterologian, Disperindagkop setempat, H Syaiful Rahman menyebutkan, sedikitnya 100 Kilogram produk kerupuk lempit mentah dan masak pihaknya disita.
“Barang bukti disita akan dimusnahkan. Langkah ini untuk melindungi konsumen dari makanan yang diketahui mengandung bahan bahan kimia berbahaya,” jelasnya.
Diharapkan kepada masayarakat agar lebih teliti membeli produk makanan dan minuman, khususnya yang tidak tertera regestrasi dari Dinas Kesehatan setampat maupun Depkes RI di setiap kemasanya makanan
dan minuman yang beredar dipasaran.
Pengusaha kerupuk lempit, Acep Anton mengaku tidak mengetahui produk kerupuk dibuatnya mengandung bahan kimia berbahaya. “Sekitar Rp 1 juta saya merugi, kerupuk disita pemerintah kalau dikemas dapat menjadi 3000 bungkus untuk pemasaran Kapuas dan sekitarnya,” ungkapnya.
Sementara petugas tidak menyita produk kerupuk di Jalan Pemuda, melainkan hanya diambil sampel untuk diperiksa di Labkesda. Hanya saja pengusaha bersangkutan tidak diperkenankan menjual produk sebelum adanya hasil Lapkesda.
Sementara laporan hasil pengujian sampel pangan laboratorium mobil keliling provinsi pada Agustus tahun lalu menyebutkan makanan dan minuman mengandung rhondamin (zat pewarna kain), antara lain, jajanan es putar di SDN 5 Selat Hilir, gulali dan pop corn di SDN 3 Selat Hilir.
Tak hanya itu, kandungan bahan kimia berbahaya rhondamin juga ditemukan pada jajanan sirup merah disepanjang jalan Cilik Riwut, selain lupis jawa dan cenil di Pasar blok R dan kawasan Pasar Sari Mulya, diantaranya roti manis, kue cucur, roti kukus, getuk lindri, roti kukus, selain roti manis, singkong parut dan mutiara merah di Pasar Sei Pasah. (DeTAK-nordin)

Rp5,3 Miliar untuk Jalan Maliku-Bantanan

DeTAK PERISTIWA EDISI 176

Perbaikan ruas jalan yang menghubungkan jalur Maliku dengan Bantanan bakal menyedot dana sebesar Rp5,3 Miliar. Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pulang Pisau telah mengalokasikan dana itu dari APBD 2011.

Kepala Dinas PU Wilson Pangaribuan, melalui Kepala Seksi Peningkatan Jalan dan Jembatan Fahrial Anchar menjelaskan, peningkatan dilakukan lantaran akses jalan ke Kecamatan Sebangau masih sangat sulit.
"Kondisi jalan cukup berat. Banyak ruas yang perlu ditimbun, karena pada musim hujan ruas jalan banyak terendam air. Kami akan melakukan penimbunan pada tempat-tempat yang rendah," jelas Fahrial.
Pada ruas jalan tersebut akan dilakukan cor beton sepanjang 400 Meter guna menghindari pengikisan air Sungai Sebangau yang apabila pasang dan hujan akan meluap.
Demikian pula dengan akses jalan ke Kecamatan Sebangau yang hingga kini belum memiliki jembatan penghubung yang permanen, pihaknya akan segera membangun jembatan dengan kontruksi baja.
"Pada 2010 lalu, kita sudah menyelesaikan abutamen, dan pada tahun ini akan dilanjutkan kembali sebagai kaki untuk bentangan jembatan. Jembatan yang memiliki panjang 140 Meter akan dilanjutkan pada anggaran tahun berikutnya dengan total anggaran yang diperlukan diperkirakan mencapai Rp35 Miliar," timpalnya. (DeTAK-dhanny)

Pertumbuhan Debitur Masih Rendah

DeTAK EKONOMI EDISI 176

Palangka Raya, DeTAK - Kalimantan tengah (Kalteng) menduduki posisi terendah dibanding wilayah lainnya di Kalimantan. Kondisi ini dilihat dari jumlah pelaku usaha yang mendapat kucuran kredit dari perbankan (debitur) terhadap para pelaku usaha di daerah ini.

Misalnya tahun 2009 lalu, jumlah debitur yang mendapat kucuran kredit dari bank konvensional hanya mencapai 23.576 debitur. Sementara di Kalimantan Barat (Kalbar) sudah menyentuh angka 25.117 debitur, Kalimantan Timur (Kaltim) 39.344 debitur, serta di Kalimantan Selatan (Kalsel) merupakan yang tertinggi dengan capaian 46,028 debitur.
Kondisi yang sama juga terlihat pada tahun 2008. Dimana Kalteng masih menduduki posisi terendah dibanding tiga provinsi tetangganya, dengan pencapaian 17.237 debitur yang mendapat suntikan dana dari perbankan.
Kendati demikian, peningkatan jumlah debitur di Kalteng sedikit lebih baik dibanding Kalimantan Barat selama dua tahun terakhir. Tahun 2009, Kalteng mengalami peningkatan jumlah debitur sebesar 26,9 persen. Artinya jumlah penerima kucuran kredit perbankan di daerah Tambun Bungai ini, mengalami peningkatan sebanyak 6.339 debitur dibanding tahun 2008.
Sementara di Kalimantan Barat, jumlahnya hanya meningkat sebesar 13,7 persen dibanding setahun sebelumnya yakni sebanyak 3.436 debitur. Peningkatan jumlah debitur tertinggi terdapat di Kalimantan Timur yang menyentuh angka 15.445 debitur, atau sekitar 39,3 persen dibanding tahun 2008. Sedangkan di Kalimantan Selatan, meski jumlahnya lebih besar dibanding Kaltim, peningkatan pada tahun 2009 yang lalu hanya mencapai 37,63 persen, atau 17.317 debitur dibanding setahun sebelumnya.
Dilihat berdasarkan total nilai (realisasi) kredit yang dikucurkan perbankan, posisi Kalteng masih lebih tinggi dibanding Kaltim dan Kalbar. Tahun 2009, nilai kredit yang dikucurkan bank untuk pelaku usaha di Kalteng mencapai Rp367,6 miliar. Sedangkan pengusaha di Kaltim hanya mengantongi angka Rp351,62 miliar dan Kalbar sedikit lebih rendah dibanding Kalteng yakni Rp365,33 miliar. Sementara provinsi Kalsel menduduki posisi teratas, dengan perolehan kredit sebesar Rp618,2 miliar tahun 2009.
Secara umum, total kredit yang dikucurkan bank di wilayah Kalimantan jumlahnya mencapai Rp1,703 triliun selama 2009. Ada peningkatan sebesar 35,2 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara total debitur yang mendapatkan kredit dari perbankan selama tahun 2009 yang lalu, jumlahnya 134.119 debitur. Artinya ada peningkatan sebesar 31,7 persen dibanding tahun 2008.
Menurut Pimpinan Bank Indonesia Palangka Raya, Amanlison Sembiring, nilai realisasi kredit ini sebenarnya sudah cukup baik, jika dialokasikan dengan tepat sebagai investasi. Hanya saja berdasarkan fakta yang ada, sebagian besar kredit tersebut dialokasikan hanya untuk kepentingan konsumtif.
Seperti diinformasikan DeTAK beberapa waktu lalu, untuk jenis kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saja, lebih dari 60 persen dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi. Sedang sisanya hanya sekitar 40 persen yang dialokasikan untuk investasi dan modal kerja.(DeTAK/osten)