Situs Budaya Suku Dayak Ot Terancam Punah
DeTAK BUDAYA EDISI 146
KUALA KAPUAS, DeTAK - Kelestarian situs budaya berupa rumah Ot, yakni jembatan batu dengan panjang sekitar 500 meter, air terjun dan benda peninggalan sejarah lainya di Desa Datah Girih, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas terancam punah.
Ini lantaran perkebunan kelapa sawit merambah kawasan itu, menyusul adanya sengketa lahan. Padahal rumah terbuat dari batu berlobang tersebut merupakan peninggalan suku Dayak Ot yang tinggal di hutan pada waktu itu. Mereka diketahui belum terjamah kemajuan zaman dan selalu berpindah.
“Sangat disayangkan kawasan cagar budaya itu dirambah perkebunan kawasan kelapa sawit,” sebut Kepala Dinas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Informasi, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas (Dispora IKP), Edy Lukman Hakim melalui Kabid Pariwisata, Katanggar, pekan lalu.
Menurut Edy, sebenarnya apabila dilestarikan situs budaya tersebut dapat mendongrak pendapatan asli daerah (PAD). Bukan tak mungkin, melalui desa wisata akan membuka ekonomi masyarakat setempat.
Informasi Mantir Adat setempat menyebutkan hingga kini masih terjadi Permasalahan sengketa lahan antara perusahan dan masyarakat sekitar.
Ia harapan persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Sehingga menghasilkan kesepakatan, dimana letak kawasan masyarakat dan perusahaan sawit itu sendiri. Sebelumnya, imbuh Katanggar, medio Oktober ini tim dari kabupaten, Dispora Provinsi, Universitas Palangkaraya (Unpar) dan Badan Pertanahan Nasional (Bapenas) akan turun ke lokasi guna melihat dan melakukan pengukuran.
Ditambahkan Edy, persoalan dihadapi dalam pemetaan budaya pariwisata karena lokasi situs berada di lingkungan warga sekitar. Seperti diketahui hingga kini keberadaan masyarakat Suku Dayak Ot masih ada di belantara hutan Kalimantan Tengah, hanya saja sulit ditemukan.
Dijelaskan Kabid Pariwisata, hal itu dikarenakan pola hidup berpindah dan sering bersembunyi di balik dahan kayu untuk berburu binatang apa saja di hutan dengan cara menyumpit. Selain takut dengan suara senjata, mobil maupun kendaraan bermotor lainya.
“Cerita turun-temurun menyebutkan suatu keberuntungan bertemu dengan Suku Ot. Mereka pun akan senang apabila diberikan tembakau nkiloan dan garam sebagai tanda mata,” ujar Katanggar. (DeTAK-nordin)
Warga Timbun Jalan Provinsi
DeTAK ANJANGSANA EDISI 146
FOTO:DeTAK/UMAR |
SAMUDA, DeTAK - Warga Kecamatan Mentaya Hilir Selatan benar-benar layak diacungi jempol. Ketimbang bersungut-sungut karena jalan rusak, lebih baik bergotong royong menimbun jalan yang berlobang. Tanpa basa-basi dan tanpa upah, bahkan uang yang dikeluarkan dari kocek sendiri pun jadi, asalkan jalan mudah dilewati.
Mereka bahu-membahu menutupi lobang menganga ditengah jalan, tepatnya di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Jumat pekan lalu. Dari pantauan DeTAK, rusaknya akses jalan provinsi itu (Jalan HM Arsyad-red) sudah terjadi sejak dua bulan terakhir ini, Agustus hingga Oktober. Dimana, badan jalan banyak yang berlobang besar dan hampir putus.
Diantaranya, di Kecamatan Bagendang dan Mentaya Hilir Selatan. Di Bangendang, kerusakan parah tepat di depan Pelabuhan CPO (crude palm oil) dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Kilometer (km) 23-25 dan 28. Kerusakan tersebut menjalar hingga ke Km 37-38 Jalan HM Arsyad, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan (Samuda).
Kepedulian dan rasa solidaritas bergotong royong menimbun lobang yang ada bukan tanpa alasan. Dasarnya, karena ruas jalan itu merupakan urat nadi perekonomian masyarakat di empat kecamatan, yakni Mentaya Hilir Utara (Bagendang), Mentaya Hilir Selatan (Samuda),Pulau Hanut (Bapinang) dan Teluk Sampit (Ujung Pandaran). Bahkan, Kabupaten Seruyan.
Akibat jalan rusak, mobil angkutan maupun mobil pribadi yang melintas harus ekstra hati-hati. Salah sedikit saja bisa terjebak amblas, lalu menimbulkan antrian panjang di poros jalan tersebut. Salah seorang yang menunjukkan rasa kepeduliannya, H Syarwani (35) mengatakan, dirinya bersama para sopir truk merasa terpanggil memperbaiki jalan itu, meskipun ruas jalan merupakan tanggung jawab Dinas Pekerjaan (PU) Kalteng.
“Pagi Jumaat (15/10) Kami bergotong-royong menimbun. Kami didampingi camat serta Babinsa Koramil 1015 Samuda,” ujarnya. Menurut H Isar, panggilan dari H Syarwani, kondisi jalan tersebut kalau dibiarkan akan bertambah kerusakannya dan bisa lebih parah lagi.
Dikatakannya, lokasi yang di uruk sekitar Desa Basirih Hulu. Ada beberapa titik yang rusak parah. Lima titik berlobang itu selebar jalan aspal. Panjangnya sekitar tiga meter dengan kedalaman setengah meter. Termasuk, 12 titik lainn yang berlobang kecil.
"Kalau yang berlobang besar kita taruh galam dicampur tanah uruk dan pasir. Namun yang berlobang kecil cuma ditaruh pasir atau tanah uruk saja," sebutnya. Engkor (44), salah satu sopir truk mengungkapkan, kalau menunggu penanganan dari pemerintah lambat. "Banyak kajiannya (baca: pertimbangan-red). Bisa-bisa jalan yang ada tidak bisa dilewati," tandasnya.
Katanya lagi, dia bersama rekannya sesama sopir truk sepakat memilih hari yang lowong aktivitas. “Hari Jumat truk kami ada waktu luang. Makanya, kami gotong royang pada hari ini,” ucapnya di lokasi penimbunan.
Camat Mentaya Hilir Selatan, Jumberi, memuji kebersamaan dan kepedulian warga sekitarnya. "Kami berterima kasih kepada warga masyarakat maupun para sopir truk atas partisipasinya menyumbang material maupun tenagan, dengan bergotong-royong memperbaiki jalan,” pujinya.
Terpisah, Wakil Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), HM Amrulah Hadi kepada wartawan beberapa waktu lalu mengatakan, penanganan ruas jalan Sampit-Samuda oleh PU Provinsi sifatnya sementara oleh PU provinsi Kalteng. Begitu juga dengan PU Kotim melalui swakelola.
"PU Povinsi menganggarkan dana sebesar Rp 2 miliar. Kontraknya telah diteken. Upaya itu untuk mempertahankan kondisi jalan sampai 2011 mendatang," jelas Amrulah. Sehubungan di tahun ini. lanjut dia, terdapat juga penanganan lewat program pinjaman atau Loan IBRD-EIRTP untuk peningkatan struktur dan lebar jalan pada STA 0+000-STA 9+600.
Hanya saja, sambung Amrulah, lokasi tidak dapat dipindahkan karena perencanaannya di tetapkan oleh Bank Dunia,” jelasnya saat rapat Paripurna DPRD Kotim, akhir pekan lalu. Ia memastikan,untuk 2011 akan dilakukan penanganan tuntas pada daerah-daerah yang dianggap kritis dengan konstruksi permanen lewat program multiyears (tahun jamak) kontrak. (DeTAK-umar)
Buta Huruf Masih Banyak di Kalteng
DeTAK UTAMA EDISI 146
Sungguh ironis! Kalau bisa menyebutnya seperti itu. Soalnya, masih segar dalam ingatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mendapat penghargaan keberhasilan mengentaskan wajib belajar sembilan tahun dan buta aksara. Namun nyatanya, masih ada masyarakat Kalteng yang buta huruf. Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng mengumbar data 139.424 jiwa (6,3 persen) penduduk dari 2.202.599 jumlah penduduk.
Kontan, data itu membuat sejumlah kalangan tersengat. Tidak sedikit juga yang kebakaran jenggot. Eksperinya macam-macam, ada percaya, ada juga yang tidak.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalteng Tambunan Jamin spontan menyebut adanya data yang tidak pas yang slama ini dikirim ke pusat. Tambunan mengatakan, bila data BPS tersebut akurat, maka selama ini dinas pendidikan setempat diduga telah merekayasa data terhadap perkembangan dan kemajuan buta aksara.
Guru Besar Universitas Palangka Raya (UNPAR) Profesor Sanggam R.I. Manalu menilai data BPS luar biasa. Hanya saja, ia masih mempertanyakan satu hal. "Seperti kita ketahui, disekolah SD pun ada siswa yang naik kelas sampai kelas lima, tapi tidak bisa baca tulis. Apakah itu termasuk diantara angka 6,3 persen ini?” tanyanya.
Kalau dari sudut pandang Kepala Dinas Pendidikan Kalteng Guntur Talajan, perbedaan data antara BPS dan pihaknya bermuara pada perbedaan usia. "Sebenarnya tidak ada masalah. Perbedaan perhitungan antara BPS dan Dinas Pendidikan Kalteng hanya dari sisi usia saja,” tandas Mantan Kadis Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya kepada DeTAK diruang kerjanya, pekan ini.
Eman Supriyadi, Ketua Protect Our Borneo (POB)Central Kalimantan menegaskan, data BPS itu lebih banyak dipengaruhi oleh tingginya angka masyarakat yang tidak lulus Sekolah Dasar. Jumlahnya cukup besar yaitu sekitar 519.813 orang atau sekitar 23,60 persen atau hampir seperempat jumlah penduduk Kalteng. Ia sependapat dengan Guntur bahwa data BPS itu menghitung sampai usia 60 tahun.
Hendra Gunawan, seorang guru SMA di Kabupaten Sukamara lebih mengajak pemerintah kabupaten atau kota berkoordiansi. Karena menurutnya, data tentang buta huruf tidak difokuskan pada satu sumber saja, tapi perangkat lain sebaiknya dilibatkan, seperti pihak kecamatan dan desa.
Sekretaris Komisi C DPRD Kalteng Syahrani Syahrin mendinginkan suasana. Ia mengajak, semua pihak ikut bertanggung jawab. Sebab, masalah pendidikan tidak hanya dibebankan pada Dinas pendidikan saja, namun semua sektor yang bergerak dan harus mengarah kesana (Pendidikan, red) agar semua masyarakat kalteng pada umumnya bisa baca tulis.
"Kita tidak perlu mencari akar masalah. Yang jelas program pendidikan yang telah mencapai 20 persen dari APBD Kalteng arahnya bagaimana menggerakkan masyarakat terbebas dari buta huruf dan wajib belajar sembilan tahun," kata Syahrani.
Namun Kepala BPS Kalteng WS Dantes Simbolon tetap berpendapat potensi buta huruf itu ada pada semua umur. Dantes menjelaskan, saat dilakukan pendataan warga ditanyakan soal kemampuan membaca dan menulis di usia lima tahun.
"Jadi, kita tanya apakah orang itu pada usia lima tahun sudah bisa membaca atau menulis? Ternyata yang ada sejumlah 9 persen yang tidak bisa," jelas Dantes. Kemudian, dari pertanyaan itu dilihat lagi dimensinya dari struktur usia. "Baru lah kita bisa memastikan bahwa yang buta huruf itu pada usia berapa," katanya. (DeTAK-rickover/indra/yusy)
Perjalanan dalam Satu Provinsi
DeTAK HATI EDISI 146
OLEH : SYAIFUDIN HM
Mungkin para pembaca bertanya-tanya dalam hati, apa maksud dari judul rubrik DeTAK HATI kali ini. Judulnya memang sengaja dibuat demikian, karena sebentar lagi kita masyarakat Kalimantan Tengah sudah mampu melakukan perjalanan ke seluruh kabupaten dan kecamatan hanya melewati seluruh wilayah provinsi kita, tidak lagi melewati provinsi tetangga yakni Kalimantan Selatan. Hati ini gembira ketika melihat pembangunan Jembatan Kalahien di kabupaten Barito Selatan sudah hampir rampung, bahkan bentang tengahnya sudah tersambung. Namun, hingga tulisan ini terbit, jembatan yang membentang diatas sungai Barito itu masih belum bisa dilewati karena dalam tahap finishing. Dengan tembusnya ruas jalan Palangka Raya – Buntok maka semua ruas jalan darat yang menghubungkan antar kabupaten di Bumi Tambun Bungai ini sudah tidak ada masalah lagi. Namun, karena jembatan Kalahien masih belum rampung maka untuk angkutan jenis bis dan truk harus masih melewati provinsi tetangga. Seperti diketahui, sebelum jalan darat Palangka Raya – Buntok tembus maka untuk mendatangi kabupaten Barito Timur, Barito Selatan, Barito Utara dan Murung Raya Provinsi Kalteng yang kesemuanya berada di kawasan Das Barito, terpaksa kita harus melalui Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan perjalanannya sangat jauh sekali. Untuk mendatangi empat kabupaten tersebut kita harus melewati kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, provinsi Kalteng. Kemudian mulai memasuki Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yakni, kabupaten Barito Kuala, Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Utara (HSU) dan kabupaten Tanjung, baru memasuki wilayah Provinsi Kalteng tepatnya kabupaten Barito Timur. Selama ini, perjalanan dari Palangka Raya menuju Buntok ibukota kabupaten Barito Selatan bisa mencapai 10 hingga 11 jam, sedangkan menuju Muara Teweh ibukota kabupaten Barito Utara mencapai 16 hingga 18 jam. Sedangkan untuk mencapai Puruk Cahu, ibukota kabupaten Murung Raya ditambah lagi sekitar 3 hingga 4 jam atau sekitar 21 jam. Nah, dengan tembusnya ruas jalan Palangka Raya – Buntok maka perjalanan dari ibukota provinsi menuju Buntok hanya ditempuh 3 jam saja, sedangkan menuju Muara Teweh bisa ditempuh 5 hingga 7 jam. Coba saja bayangkan, berapa jauh dan berapa jam perbandingan waktu perjalanannya ketika kita harus keliling melewati provinsi tetangga untuk mendatangi saudara-saudara kita yang notabene dalam satu provinsi. Setelah bisa melewati ruas jalan dalam satu provinsi ini, tentu sangat menyenangkan sekali, karena kita bisa menghemat waktu, bahan bakar minyak (BBM), biaya untuk makan dan lain sebagainya, termasuk kurangnya tingkat kelelahan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, jembatan Kalahien sudah bisa difungsikan sebagaimana mestinya setelah memenuhi standart yang telah ditentukan oleh instansi teknis. Kita tidak ingin terulang kembali, kasus ambruknya jembatan Timpah beberapa tahun lalu. Namun perlu diingat, dengan berfungsinya jembatan Kalahien tentu harus dipikirkan nasib ratusan para pekerja fery tradisional yang sudah lebih dari lima tahun menggantungkan hidupnya dengan upah menyeberangkan mobil dan sepeda motor ini. Usaha mereka tentu akan ‘mati’ , kapal fery yang modalnya ratusan juta rupiah itu akan digunakan untuk apa? Untuk mengatasi persoalan ini tentu kita serahkan kepada Pemerintah Kabupaten Barito Selatan, karena sebagian besar atau bahkan mungkin semua pekerja fery tradisional itu adalah masyarakat Barito Selatan. Mungkin saja mereka (pekerja fery tradisional) bisa dialihkan kepada jenis angkutan darat seperti angkot, taksi dan sebagainya disesuaikan dengan keahliannya masing-masing atau pada bidang lain. Kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa ruas jalan darat yang menghubungkan ibukota provinsi Kalteng dengan semua kabupaten di wilayahnya sudah tembus semua. Hal ini bisa terwujud berkat jasa-jasa belasan gubernur yang sudah memimpin daerah ini dengan didukung seluruh komponen masyarakat, TNI, Polri dan aparat pemerintah lainnya. Kita menyampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat Kalimantan Selatan yang selama ini kita lewati, apabila kami masyarakat Kalteng melakukan perjalanan menuju empat kabupaten di kawasan Das Barito. Sekali lagi, terima kasih.
Geliat Ekonomi di Pasar Besar
DeTAK COVER EDISI 146
FOTO : DeTAK / DIDINDAN |
Aktivitas jual beli masyarakat di salah satu titik kawasan Pasar Besar Palangka Raya saat diabadikan pekan tadi. Di tengah tumbuhnya sejumlah sentra perdagangan modern dan semi modern di Kota “Cantik”, keberadaan pasar tradisional terbesar ini tetap memegang peranan penting dalam pemenuhan barang kebutuhan masyarakat.
Di tempat ini, interaksi antara pedagang dan pembeli secara mikro dalam jumlah besar terjadi setiap hari sehingga roda ekonomi tetap berputar.
Langganan:
Postingan (Atom)