Kompak, Kita Pasti Kuat

DeTAK HATI - EDISI 174

OLEH : SYAIFUDIN HM

Akibat Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah belum juga disahkan oleh Komisi IV DPR RI, akhirnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengambil keputusan tegas dengan tetap mengacu kepada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalteng Nomor 8 Tahun 2003. Hal tersebut dilakukan sejalan dengan kesepakatan para bupati/walikota dan ketua DPRD kabupaten/kota se-Kalteng terhadap buntunya pengesahan RTRWP. Kesepakatan para Bupati/Walikota tertanggal 5 April 2011 itu menyatakan bahwa Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang RTRWP Kalteng tetap digunakan sebagai dasar untuk mengambil kebijakan. Tapi sayang, kekompakan dalam mempertahankan Perda No.8/2003 ini terasa kurang lengkap karena Ketua DPRD Kabupaten Barito Selatan dan Barito Utara tidak ikut menandatangani. Walau demikian, hati ini gembira setelah mendengar informasi bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah juga sudah kompak dengan para Bupati/Walikota se-Kalteng. Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, SH melalui surat Nomor : 126/151/III.1/ADPUM, tanggal 27 April 2011, secara resmi menyampaikan laporan kepada Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono. Menurut Teras Narang, kesepakatan bersama ini sangat rasional dan merupakan aspirasi masyarakat Kalteng, menyikapi kondisi ini Pemerintah Provinsi Kalteng secara resmi memberi dukungan sepenuhnya. Perda No.8/2003 secara hukum masih sah dan berlaku karena sampai saat ini masih belum dicabut. Nah, kekompakan para Bupati/Walikota yang didukung Pemerintah Provinsi Kalteng dalam mempertahankan Perda No.8 Tahun 2003 tentang RTRWP Kalteng itu, akan menjadi sangat kuat lagi apabila didukung oleh seluruh komponen masyarakat yang ada di Kalimantan Tengah. Seperti telah disinggung dalam DeTAK HATI beberapa waktu lalu, bahwa jika berbicara RTRWP yang masih tidak menentu nasibnya itu, sungguh tidak masuk akal jika rekomendasi tim terpadu dari pemerintah pusat bahwa untuk kawasan hutan 80 persen dan nonhutan 18 persen. Sedangkan berdasarkan RTRWP yang tertuang dalam Perda Nomor 8 Tahun 2003 untuk kawasan hutan ditetapkan 67 persen dan kawasan nonhutan 33 persen. Logikanya, jika kita mengacu kepada rekomendasi tim terpadu itu maka tidak sedikit rumah penduduk, kantor-kantor pemerintah yang harus dibongkar dan ditanam pohon kembali dijadikan hutan, sedangkan lahan di pulau Jawa dengan seenaknya dijadikan lapangan golf, pembangunan apartemen, mall-mall dan lain sebagainya, hal ini salah satu bentuk ketidakadilan pemerintah pusat terhadap Kalimantan Tengah. Sementara, apabila kita mengacu kepada RTRWP dengan Perda-nya No.8/2003 yang berbanding 67 persen hutan dan 33 persen nonhutan, tentu masuk akal dan wajar karena kawasan hutan di Kalteng memang sudah lama banyak yang terbuka akibat program HPH, pembukaan lahan akibat program transmigrasi dan lain sebagainya. Jika kita melihat ke belakang soal berbagai kebijakan pemerintah pusat terhadap Kalimantan Tengah maka wajar saja 14 bupati/walikota se-Kalteng kompak mempertahankan RTRWP yang lama dengan Perda No.8/2003 itu, apalagi Perda tersebut memang belum dicabut, sementara RTRWP yang baru masih belum jelas kapan selesainya. Sehubungan dengan adanya dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah terhadap kekompakan para Bupati/Walikota se-Kalteng untuk mempertahankan Perda No.8 Tahun 2003 tentang RTRWP Kalteng maka sangat wajar jika seluruh komponen masyarakat Kalteng juga mendukung dan membela terhadap para kepala daerahnya, dengan catatan para Bupati/Walikota ini benar-benar memikirkan nasib rakyatnya, jangan hanya memikirkan kepentingan pribadi, keluarga, dan sahabat-sahabatnya saja. Kini memang sudah saatnya, pemerintah daerah dan rakyat Kalteng kompak dan bersatu untuk memikirkan dan mempertahankan daerahnya di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), jangan mau kita dipecah belah dan diadu domba oleh orang-orang dari luar Kalteng. Perlu kita sadari, sudah hampir habis potensi sumber daya alam (SDA) Kalteng dikuras oleh orang-orang dari luar Kalteng, sementara rakyat Kalteng masih banyak yang miskin. Mari kita jaga dan tingkatkan kekompakan, dengan kompak kita pasti kuat.

Tenaga Pustakawan di Kalteng Minim

BACA DeTAK UTAMA SELENGKAPNYA, HANYA di TABLOID DeTAK  

DeTAK UTAMA - EDISI 147

Selama ini keberhasilan pembangunan sumber daya manusia, utamanya di sekolah-sekolah, selalu diindetikan dengan porsentase kelulusan, jumlah gedung sekolah maupun sarana prasarana sekolah.

FOTO : RICKOVER
Jarang terdengar soal perpustakaan sekolah sekaligus tenaga pustakawannya dibicarakan ataupun dibahas sehingga kelasnya naik setingkat dengan derajat porsentase kelulusan dan yang lainnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kalimantan Tengah (Kalteng) Guntur Talajan termasuk pejabat jeli yang melirik masalah ini. Kepada salah satu media lokal harian terbitan Palangka Raya, ia berterus terang Provinsi Kalteng masih kekurangan tenaga perpustakaan.
Yang ada di sekolah-sekolah saat ini hanya guru yang diperbantukan untuk mengelola perpustakaan. Tak ayal, harapan untuk memperoleh manfaat dari perpustakaan atau buku sepertinya sulit diperoleh. Hanya saja, Walikota Palangka Raya HM Riban Satia menyarankan digunakannya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan administrasi perkantoran mengelola perpustakaan sekolah, selain guru dan tata usaha.
Menurut Walikota, sejatinya kepala sekolah paling tahu bagaimana menangani masalah itu. Mungkin layak kita contoh apa yang dilakukan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Palangka Raya. Dimana, sekolah tersebut mempekerjakan dua orang tenaga honorer untuk mengelola perpustakaan sekolah. Para tenaga honorer tersebut merupakan kebijakan sekolah yang sumber dananya berasal dari dana komite sekolah. Honornya per orang sebesar Rp900 ribu per bulan.
Seberapa pentingnya perpustakaan di sekolah yang terkelola dengan baik dapat tergambarkan dari opini I Ketut Widiasa, Pustakawan Universitas Negeri Malang berjudul "Manajemen Perpustakaan Sekolah". 
Opini ini oleh redaksi dipilih menjadi dua bagian sesuai kebutuhan pemberitaan, sehingga menjadi tiga judul, yakni "Lima Persen Anggaran", "Kerjasama Antar Sekolah" dan Mitra Siswa dalam Belajar".
Kemudian dua opini lain, satunya dari Zainal Fanani Koordinator Insan Baca Surabaya (Jaringan Taman Baca dan Perpustakaan Independent) yang berjudul "Kolaborasi antara Guru-Perpustakaan". Satunya lagi dari Administrator Jaringan Taman Baca dan Perpustakaan Independent dengan judul "Bagian Integral Sekolah".  
Kedua judul ini merupakan perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan pembahasan topik kali ini. (DeTAK-indra/rickover)

Warga Ujung Pandaran Dirayu Jual Lahan

DeTAK PERISTIWA - EDISI 174

KOTAWARINGIN TIMUR - Siang itu,Jumat,sejumlah warga masyarakat nelayan yang tinggal dipesisir pantai Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim)dirayu menerima sebanyak Rp 1 juta per kepala rumah tangga.

LAHAN KOSONG-Lokasi lahan kosong bermasalah.
Tepatnya,disebelah belakang lahan ternak sapi menuju Buper,
dekat perkemahan ELY, sekitar 500-an meter dari ruas jalan
Ujung Pandaran-Kuala Pembuang, Kecamatan Teluk Sampit,
Kotim. Foto: Umar
Penduduk yang mendiami kawasan pesisir pantai, tergiyur dengan spekulan yang datang langsung ke rumah mengiming-imingi sejumlah uang. Warga di minta bersedia menandatangani kwitansi kosong bermaterai tiga ribu,serta menyiapkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pembagian uang oleh warga Sampit berinisial HELitu, berlangsung beberapa hari. Warga jalan Jenderal Sudirman, tepatnya arah Sampit-Pangkalan Bun disebut-sebut mengincar lahan sebagai imbalan pemberian uang.
Informasi dari masyarakat sekitar menyebutkan,sebagian warga Ujung Pandaran sudah menerima pembagian uang tersebut. Mereka tidak mengetahui bahwa asetnya (lahan-red) akan tergadaikan.
HEL tergolong lihai memanfaatkan kondisi warga yang saat ini sedang dilanda kesulitan melaut lantaran angin ribut dan ombak besar. Sementara untuk berusaha di darat perlu penyesuaian lagi.
Celakanya, sepak terjang HEL hingga ke pelosok kampung tak diketahui sama sekali oleh aparat berwenang di daerah itu. Semua perangkat desa mulai dari RT, kepala desa dan BPD-nya sekalipun tidak mengetahui.
"Aset yang diincarnya berupa lahan kosong. Berlokasi disebelah belakang kandang tanah lahan ternak sapi hingga menuju Buper dekat perkemahan ELY. Sekitar 500-an meter dari jalan aspal Ujung Pandaran-Kuala Pembuang,”ucap seorang warga yang namanya tidak mau disebut.
Camat TelukSampit Sukarnedi, A KS yang baru menjabat sangat terkejut mendengar kabar masyarakatnya menerima pembagian uang tersebut. Melalui surat resmi tertulis tanggal 29 April 2011 Nomor 400/50/Pem/04/2011, ia mengintruksikan penghentian sementara proses pembagian uang di Desa Ujung Pandaran, karena dinilai memiliki unsur kejanggalan. Hel, selama melakukan aktivitasnya tidak pernah melaporkan kepada aparat Desa Ujung Pandaran maupun aparat Kecamatan Teluk Sampit. Sukarnedi lalu memanggil kepala desa, sekretaris desa, Ketua BPD, serta Kepala Dusun Kalap Seban.
Ketika diminta keterangannya di Kantor Kecamatan Teluk Sampit, Sekdes Aswinnoor mengaku, tidak mengetahui dasar, maksud dan tujuan dari pembagian uang tersebut.
“Saat kami menanyakan kepada Kepala Desa Satar S soal pembagian uang itu, dia juga mengaku tidak tahu permasalahan adanya pembagian uang tersebut,” kata Aswinnoor kepada DeTAK Minggu pekan lalu.
Namun, tampaknya HEL bersama rekan-rekannya tak menggubris instruksi camat. Ia terus membujuk warga di Ujung Pandaran, Nyiur Randah dan Dusun Kalap Seban.
Pembagian duit itu berlanjut Senin (3/5) hingga Selasa(4/5). ”Pembagian uang terus berjalan, sedangkan penduduk yang menerima sekitar 200-an kepala keluarga(KK),” ucap Aswinnoor. (DeTAK-umar)

Antrean di SPBU Tetap Langgeng

DeTAK KOTA - EDISI 174

Antrean kenderaan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) semakin menjadi-jadi. Antrian tidak saja mengular, tapi sudah menyangkut soal isi perut. Berjam-jam mengantri, membuat mata pencaharian utama menjadi terbengkalai. 

H Maryono
Wakil Walikota Palangka Raya H Maryono sendiri tak habis pikir dengan kondisi demikian. Soalnya, pihak PT Pertamina mengatakan stok Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar mencukupi.
Bahkan ada penambahan sekian persen, tapi antrean masih langgeng. "Yang paling tahu masalah ini adalah Hiswana Migas. Titik simpulnya dimana? Apakah stoknya yang kurang atau tidak? Ini yang perlu kita ketahui," tanya Maryono.
Masyarakat, katanya, perlu tahu kondisi sebenarnya karena nampaknya antrean di enam SPBU di Kota Palangka Raya sudah taraf meresahkan.
Walikota sendiri, sebutnya, telah meminta kepada pihak PT Pertamina penambahan kuota BBM jenis solar, tapi belum mendapat tanggapan. Solusi lain adanya pemisahan antara BBM subsidi dan non subsidi di SPBU harus jelas.
"Jangan sampai nanti ada pencampuran atau ada oknum-oknum yang mengalihkan BBM subsidi ke industri. Jadi, hal ini mohon perhatian dari Hiswana Migas," jelas Maryono.
Pengalihan BBM subsidi, lanjut Maryono, apapun alasannya tetap merupakan pelanggaran lantaran margin (keuntungan) hasil dari pengalihan itu merugikan masyarakat.
Malah figur kedua di Pemko merasa heran, seakan-akan kalangan industri begitu haus dengan solar. "Inikan menimbulkan pertanyaan, apakah persediaan untuk industri memang selama ini stoknya tidak cukup sehingga BBM subsidi jadi sasaran," tanya Maryono.
Yang mesti juga dipikirkan, sambungnya, adalah kerugian berkelanjutan yang diderita masyarakat yang mengantri berjam-jam lamanya.
"Bayangkan masyarakat mengantri hingga tengah hari. Kapan mereka bekerja mencari nafkah? Waktunya habis hanya untuk mengantri saja," kata Maryono prihatin. Kemudian soal dugaan adanya kebocoran di tingkat SPBU, Maryono mengakui cukup sulit melacaknya. Penanganannya, sebut Maryono, ibarat mengurai lingkaran setan.
"Dari sebelah mana dan simpul yang mana harus dimulai? Itu kadang-kadang sulit dilakukan," ungkapnya.
Sama halnya dugaan oknum aparat atau PNS yang bermain, Maryono menghimbau masyarakat melaporkan langsung kepada atasannya.
Anggota Komisi II DPRD Kota Palangka Raya Yansen Binti sependapat dengan Maryono. Yansen mengatakan, akibat kelangkaan solar sangat berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat.
Ia mengusulkan dibentuknya tim kecil yang terdiri dari Pemko, DPR, kepolisian dan Satpol PP. Sementara, dari kepolisian sendiri hendaknya lebih mengintensifkan lagi operasi intelijen di setiap SPBU guna menangkal aksi pelangsir.
Terpisah, Kapolres Palangka Raya AKBP Andreas Wayan Wicaksono mengatakan, perlunya tim terpadu bertemu dalam satu rapat guna membahas detil persoalan BBM ini.
"Selama inikan masing-masing pihak mengeluarkan statemen soal BBM. Kalau ada pertemuan kita akan rumus bareng-bareng sehingga hanya satu simpul cara mengatasi masalah," kata Andreas Wayan usai menghadiri pelepasan Kafilah Kota Palangka Raya untuk mengikuti STQ XVIII tingkat Provinsi Kalteng di Kasongan, Kabupaten Katingan, Kamis.
Untuk sementara pihaknya, kata Kapolres, berupaya menertibkan antrian dan para pelangsir sebab dua hal ini yang cukup merepotkan. Buktinya, keributan kecil di salah satu SPBU Kalampangan yang dipicu akibat mengantri terlalu lama, tapi tak jua mendapat BBM.
"Ini kan akibat dari antrian. Tapi, saya menghimbau agar masyarakat menahan diri dan bersabar dalam mengantri BBM," kata Andreas. (DeTAK-rickover)

Perjalanan Hidup dan Romantisme Dalam Puisi ‘Rambang’

DeTAK HIBURAN - EDISI 174

Masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali memiliki koleksi buku kumpulan puisi bernuansa lokal bertajuk ‘Rambang’. Buku kumpulan puisi ini diracik dua penyair lokal Kalteng, Agung C.P dan Suyitno B.T. ‘Rambang’ telah diluncurkan ke pasar setelah melalui proses bedah buku tersebut di Gedung Olah Seni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palangka Raya Sabtu,30 April lalu. 

Agung C.P
Acara Bedah Buku ‘Rambang’ ini menghadirkan dua nara sumber ternama dari kalangan sastra Kalteng yakni Titik Wijanarti dari penelitian balai bahasa provinsi Kalteng dan JJ. Kusni dari lembaga Kebudayaan Dayak.
Terkait isi buku, JJ. Kusni yang terkenal sangat kritis terhadap penguatan nilai-nilai Budaya Masyarakat Kalteng, menilai penulis masih kurang memperhatikan masalah lokal (Kalteng). Menurut Kusni, dari semua puisi yang ditulis, hanya 7 hingga 8 puisi saja yang bertemakan murni tentang Kalteng. “contohnya konflik etnik dan lainnya lepas dari pengamatan penulis” ujarnya. Meskipun menurut Kusni ada usaha dari Agung C.P untuk menampilkan kelokalan Kalteng, tetapi dirasa tidak adanya pendalaman. Artinya menuntut pembauran lebih tentang budaya lokal dan lebih menyoroti soal budaya. Selain itu, ia juga menilai puisi-puisi yang ditampilkan terasa monoton dari awal hingga akhir.
Berbeda dengan Kusni, Titik Wijanarti sendiri menilai puisi-puisi yang ditampilkan tersebut merupakan interprestasi kaum imigran yang berbicara tentang Kalteng. Artinya menceritakan perjalanan kehidupan minggrasi hingga sampai atau berhenti di Kalteng. Jadi, wajar saja jika dalam puisinya Agung C.P juga menulis tentang Tuban sebagai kota kelahirannya, dan waktu penulisanpun lebih banyak ketika ia berada di pulau Jawa. Sementara untuk puisi Suyitno B.T, Titik menilai lebih bernuansa romantisme dan citraan atau imaji seorang Suyitno BT. Sedangkan Agung lebih lugas dan jelas. Buku kumpulan puisi ‘Rambang’ ini sendiri diterbitkan oleh sanggar teater Terapung dan diterbitkan oleh Penerbit Kalakai.
Kegiatan Peluncuran dan Bedah Buku ‘Rambang’ tersebut pekan lalu, juga dihadiri antara lain Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palangka Raya, para seniman dan budayawan, budayawan Makmur Anwar dan Abdul Fatah Nahan, guru-guru dan anak sekolah serta mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia dari berbagai universitas serta masyarakat umum. Acara dimeriahkan dengan pertunjukan musikalisasi puisi dan teatrikal puisi. Pada penghujung acara dihiasi dengan pembacaan dan monolog tentang perjalanan penulisan kreatif oleh dua penulis puisi Rambang yang dihadiahi dengan tepuk tangan meriah dari penonton.
Konsep acara bedah buku kali ini memang dibuat sedikit unik dan cukup menarik untuk dinikmati. Dikonsep seperti sebuah mimpi dari seorang anak kecil yang tertidur di sebuah lincak. Dimulai ketika seorang anak kecil tertidur. Sehingga keseluruhan acara itu sendiri digambarkan berada di dalam mimpi anak kecil tersebut. Dan diakhir cerita, dua anak lainnya muncul mencari dan membangunkan anak kecil yang tertidur. Cukup menarik memang, dan acara tersebut juga diwarnai dengan penampilan menawan Anak-anak Sanggar Terapung Palangka Raya. Mereka dengan apik menyuguhkan eksotisme nyanyian atau lagu-lagu Karungut khas Kalteng. (Yusy/osten)

Kalteng Deflasi 0,39 Persen

DeTAK EKONOMI - EDISI 147

Palangka Raya - Secara umum Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mengalami kecenderungan penurunan harga-harga atau deflasi sebesar 0,39 persen selama April 2011. Angka deflasi ini sedikit lebih tinggi dibanding deflasi nasional yang hanya menembus angka 0,31 persen pada bulan April 2011.

Panusunan Siregar
Berdasarkan informasi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalteng, sebagian besar kota yang menghitung indeks harga konsumen (IHK) sebagai indikator inflasi/deflasi, secara umum mengalami deflasi. Kondisi tersebut tentunya menjadi faktor pendorong terjadinya deflasi nasional selama April 2011. Dicatat, dari 66 kota yang menghitung IHK, rupanya 56 kota diantaranya mengalami deflasi. Hanya 10 kota yang mengalami inflasi selama periode tersebut.
Kendati secara umum Kalteng mengalami deflasi, namun terjadi perbedaan kondisi diantara dua kota yang menghitung IHK di Bumi Tambun Bungai ini, yakni Kota Palangka Raya dan Sampit. Di Kota Palangka Raya sendiri, terjadi inflasi sebesar 0,05 persen selama April 2011. Sementara di Kota Sampit seirama dengan kondisi secara nasional dengan deflasi sebesar 0,96 persen.
Angka deflasi di Kota Sampit ini tiga kali lebih besar dibanding angka deflasi nasional. kondisi ini pula yang memberi kontribusi terbesar terhadap deflasi di Kalteng, yang merupakan gabungan antara Palangka Raya dan Sampit.
Masih berdasarkan pengamatan BPS Kalteng, komoditas yang mengalami kenaikan harga dengan andil inflasi tertinggi di Kota Palangka Raya, diantaranya adalah kenaikan harga ikan asin telang, bahan bakar rumah tangga, minyak goreng, ikan gabus dan ongkos angkutan udara. Kendati di Palangka Raya terjadi inflasi selama April 2011, namun sejumlah komoditas lainnya justru mengalami penurunan harga-harga, seperti bawang merah, daging ayam ras, cabe rawit, gula pasir dan bawang putih.
Sementara itu, dalam periode yang sama, di Kota Sampit terjadi kecenderungan penurunan harga-harga beberapa komoditas dengan andil deflasi tertinggi yakni pada komoditas cabe rawit, bawang merah, daging ayam ras, beras dan telur ayam ras. Sedangkan komoditas yang justru mengalami kenaikan harga selama April 2011 di kota ini, antara lain emas perhiasan, daging sapi, udang basah, air kemasan dan sewa rumah.
Meskipun Kota Palangka Raya dan Sampit terletak pada posisi yang tidak terlalu jauh ( + 200 km ), fluktuasi harga-harga komoditas di dua kota ini memang sering berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pola konsumsi masyarakat di dua kota tersebut. Seperti dijelaskan Kepala BPS Kalteng, Panusunan Siregar, karakteristik masyarakat di dua kota ini memang agak berbeda. “ada beberapa jenis komoditas yang menjadi idola di kota Sampit, tapi tidak digemari di Palangka Raya, dan sebaliknya, ini memang tergantung pada karakteristik masyarakat dan pola konsumsi yang berbeda dimasing-masing kota” Jelas Siregar saat mengisi Konferensi Pers di Palangka Raya 5 Mei lalu.
Kondisi fluktusi harga-harga yang terjadi selama April 2011 lalu memang sedikit ekstrim dibanding periode-periode sebelumnya. Jenis komoditas yang mengalami penurunan harga dan memberi andil deflasi tertinggi selama April 2011, justru didominasi komoditas sensitif yang biasanya mengalami kenaikan harga cukup ekstrim pula. Diantaranya cabe rawit, bawang merah dan daging ayam ras. Tiga jenis komoditas ini biasanya selalu mengalami kenaikan harga cukup tinggi. Misalnya cabe rawit, selama April lalu dijual pada kisaran harga Rp30.000,- hingga Rp50.000,- per kilogramnya. Sebelumnya selama tiga bulan berturut-turut, harga komoditas ini sempat meroket hingga angka tertinggi Rp160.000,- per kilogram di bulan Januari dan Februari 2011.
Lebih lanjut, Panusunan Siregar menjelaskan, dari tujuh kelompok pengeluaran yang dipantau BPS di Kota Palangka raya, lima diantaranya mengalami kenaikan indeks harga yakni kelompok kesehatan 1,41 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,57 persen; kelompok sandang 0,5 persen; kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,43 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,01 persen. Sementara dua kelompok pengeluaran lainnya yang mengalami penurunan indeks harga adalah kelompok bahan makanan 0,6 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,06 persen.
Sementara itu, dari delapan kota yang menghitung IHK di wilayah Kalimantan selama April 2011, empat kota diantaranya mengalami inflasi, yakni Kota Balikpapan 0,45 persen, Samarinda 0,38 persen, Pontianak 0,17 persen dan Palangka raya 0,05 persen. Sedangkan empat kota yang mengalami deflasi yakni Kota Singkawang 0,03 persen, Tarakan 0,18 persen, Banjarmasin 0,23 persen dan Sampit 0,96 persen. (Osten)

Kalimantan itu Dayak

DeTAK BUDAYA - EDISI 174

Berbicara tentang Kalimantan, maka yang dimaksudkan adalah Dayak, Kalimantan itu Dayak. Demikian diungkapkan Pemimpin Perusahaan Banjarmasin Pos Group, A. Wahyu Indrianto dan General Manager Printing Banjarmasin Pos, D. Yusgiyanto, melalui kutipannya dalam Buku ‘Senjata Tradisional dan Pakaian Adat Dayak Kalimantan Tengah’ yang baru saja diluncurkan di Kota Palangka Raya pekan lalu.

FOTO : DOK DeTAK BY DIDINDAN
Sejumlah pejabat dan tokoh masyarakat Kalteng memang menyambut baik diluncurkannya buku yang cukup fenomenal ini. Segudang pujian dihadiahkan buat buku yang menampilkan secara komplit berbagai jenis senjata tradisional Suku Dayak dan aneka ragam pakaian adat masyarakat Kalteng secara turun temurun. Buku ini diluncurkan di Hall Palangka Raya Mall awal pekan lalu oleh Gubernur Kalteng, Agustin Teras Narang. Sekaligus dengan peluncuran perdana Media Online Tribun Kalteng.com, Kamus Ringkas Catur Bahasa Dayak serta Majalah Kalteng Muda. Buku ini ditulis secara detail oleh empat penulis lokal Kalteng, yakni Kusni Sulang, Andriani S. Kusni, Eka Noviana dan Deni Saputra Parlindungan dari Lembaga Kebudayaan Dayak kalteng di Palangka Raya. Mereka adalah penulis-penulis muda profesional Kalteng.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Teras Narang menyampaikan sambutannya dan menyambut antusias diterbutkannya buku ini. Dalam sambutannya Teras menyebutkan buku tersebut menjadi ungkapan sistem nilai dan sejarah sosial, yang sekarang berada di tangan para pembaca. Menurutnya buku ini menunjukkan betapa kaya kearifan lokal negeri ini, termasuk kekayaan Budaya Dayak. “Dengan terbitnya buku ini, saya mengharapkan kepada seluruh pembaca dan ilmuwan Dayak dapat terpacu untuk menulis buku-buku kearifan lokal Dayak”Jelas Teras Narang seperti dikutif dalam buku tersebut.
Dalam buku tersebut, Kepala Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Kalteng, Moses Nicodemus dan Pemimpin Umum Banjarmasin Post Group, H.G.Rusdi Effendi AR, juga menyampaikan ungkapan yang sama atas diterbitkannya buku ini. Keduanya berharap dengan kehadiran buku ini, masyarakat akan mampu memahami kekayaan khazanah budaya warisan, arti keragaman dan keterbukaan, serta sebagai sangu membangun identitas dan menemukan tempat yang tepat.
Melihat pentingnya buku ini, dirasa sudah saatnya anda para pembaca dan pencinta kebudayaan Dayak untuk memilikinya. Jadikan buku ini menjadi salah satu daftar bacaan favorit keluarga anda. Artinya anda secara tidak langsung telah memasyarakatkan dan melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat Dayak.(Osten/Yusy)

Foto : Kusni Sulang, Andriani S. Kusni, Eka Noviana dan Deni Saputra Parlindungan.

Biaya Tambahan Raskin Dianggap Pungli

DeTAK ANEKA EDISI 174

Program pemerintah pusat dalam bentuk beras miskin (Raskin) sejatinya bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga warga miskin. 

Hal ini sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial berupa beras murah dengan jumlah maksimal 15 kg per rumah tangga miskin setiap bulannya masing-masing seharga Rp1.600,- per kg pada titik distribusi. Kendati demikian program raskin ditengarai tidak luput dari penyimpangan-penyimpangan.
Dari hasil investigasi DeTAK, ditemui banyak masalah dalam penyaluran program raskin, seperti salah sasaran, adanya pungutan-pungutan diluar ketentuan dan lain sebagainya. Artinya, program raskin yang semestinya disalurkan atau dijual kepada keluarga-keluarga miskin ternyata juga tidak sedikit yang jatuh ke tangan orang-orang yang tidak masuk dalam kategori miskin.
Salah sasaran ini banyak disebabkan oleh human error (kesalahan manusia), dimana para petugas lapangan justru diduga membagi-bagikan kupon raskin pada keluarga dekat atau teman kerabatnya. Bahkan tidak sedikit keluarga sejahtera yang ‘menagih jatah’ beras murah tersebut.
Disisi lain, adanya harga yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Naiknya harga raskin yang harus ditebus warga disebabkan oleh alasan yang seringkali dimunculkan para petugas untuk menjawab ketidaktersediaan dana untuk pengangkutan (distribusi beras), pengadaan kantong plastik dan lain-lain. Akibatnya, biaya ini dibebankan kepada warga miskin sehingga tidak heran kalau harga awal berbeda dengan harga di lapangan.
Salah satu contoh yang terjadi di Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya, dimana adanya dana tambahan atau pungutan yang harus ditanggung warga miskin dalam membeli beras raskin di kelurahan sebesar Rp5.000,- untuk jatah dua bulan. Sementara itu, Lurah Bukit Tunggal, Yuliani, saat dikonfirmasi DeTAK, membenarkan hal tersebut. “Ini adalah kesepakatan kita dengan RT,” ujarnya. Menurut dia, hal tersebut sangat beralasan, pasalnya pungutan itu disamping untuk menutupi kecolongan beras raskin akibat terbatasnya petugas yang ada di kelurahan, juga digunakan untuk membayar petugas yang menjaga beras tersebut di kelurahan, serta untuk biaya penimbangan dan pengemasan beras raskin di kantor dolog sebesar Rp1.000 per KK. Dikatakan, pihaknya juga mendapat dana operasional beras raskin dari bulog sebesar Rp125 ribu per bulan. Namun, dana tersebut terbilang sangat minim untuk kegiatan operasional. “Apa mau petugas menjaga beras kalau tidak ada lebihnya. Mau tidak mau kita membicarakan hal ini dengan RT, dan RT tidak keberatan karena semua kelurahan juga seperti itu,” terang Yuliani, seraya menjelaskan penerima beras raskin di wilayahnya sebanyak 741 KK.
Sementara itu, kepala Perum Bulog Devisi Regional Kalteng melalui Kabid Pelayanan Publik, Dandel Matal mengatakan pihaknya hanya menyediakan kemasan karung beras raskin untuk ukuran 50 Kg. Namun, apabila pihak kecamatan dan kelurahan meminta kemasan 15 kg, maka pihaknya hanya bisa membantu dalam pengemasannya saja. Sedangkan karung ukuran 15 kg yang menyediakan pihak kelurahan. “Jadi pihak bulog tidak meminta biaya apa-apa. Kan dalam pengemasannya pihak kelurahan berhubungan dengan buruh gudang. Mungkin yang meminta dana sebesar Rp1.000 per karung isi 15 kg adalah buruh gudang untuk membatu pengemasannya,” ujarnya. Lebih jauh dikatakan Dandel bahwa dalam penyaluran beras raskin dari gudang bulog ke titik distribusi merupakan tanggungjawab bulog dengan harga Rp1.600 per kg.
Sementara itu, Walikota Palangka Raya HM Riban Satia dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada pungutan tambahan yang harus ditanggung masyarakat miskin dalam mendapatkan beras raskin. Artinya, tegas Riban, apabila ada pungutan tambahan yang diduga dilakukan oknum kelurahan dan oknum lainnya, maka pungutan tersebut adalah pungutan liar atau illegal. “Jadi, apapun alasannya tidak boleh ada pungutan untuk masyarakat penerima beras raskin,” tegasnya ketika dikonfirmasi DeTAK, pekan lalu, di ruang kerjanya. Disisi lain, Riban mengakui bahwa terkadang kebijakan pusat terhadap distribusi beras raskin berbeda-beda akibat kurangnya koordinasi dengan daerah. Seperti adanya kebijakan pihak Bulog yang dibuat dalam kemasan 50 kg, hal ini tidak terkomunikasi dengan daerah penerima, sehingga kemasan 50 kg tersebut dibagi-bagi lagi menjadi kemasan 15 kg sesuai dengan jumlah jatah penerima raskin per-KK-nya. Dalam menangani masalah biaya kemasan tersebut, kata walikota, pihaknya selama ini tidak pernah membebani biaya itu kepada masyarakat penerima raskin, tetapi sudah tersedia dalam APBD Kota Palangka Raya. “Seperti tahun kemarin, kita sudah ada tambahan dana untuk membeli kemasan dan sebagainya. Jadi ditingkat kelurahan tidak ada biaya yang harus ditanggung masyarakat penerima raskin,” ungkapnya. Dikatakan lebih jauh, apabila ada biaya tambahan di kelurahan yang harus ditanggung masyarakat penerima raskin, maka hal tersebut sangat tidak dibenarkan. “Kalau memang ada pihak kelurahan yang meminta biaya tambahan, tolong laporkan ke saya biar lurahnya ditindak,” tegasnya. (DeTAK-indra marbun)

Target PAD Tidak Sesuai Kemampuan SKPD

DeTAK DAERAH EDISI 174

PULANG PISAU-Bupati Pulang Pisau H Achmad Amur meminta pajak dan retribusi daerah digenjot pelaksanaannya menyusul tingginya target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2011 ini. Tahun ini pendapatan daerah dipatok sebesar Rp 14,8 miliar dalam APBD. Hanya saja, Amur mengingatkan, dalam menggali potensi PAD jangan sampai menyulitkan, menekan dan menyakiti masyarakat.

H Achmad Amur SH MH
Dalam situs resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Amur menilai,regulasi yang terkait dengan pajak dan retribusi daerah sangat penting sebagai legalitas formal dalam menggali pendapatan daerah.
Menyinggung soal perda BPHTB yang dilimpahkan pemungutannya oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2010, Amur menegaskan, perda terkait pemungutan BPHTB merupakan salah satu target yang harus dipercepat, sehingga pendapatan daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) segera bisa dipungut sebagai bagian dari PAD.
Amur menjelaskan bahwa saat ini masyarakat sangat menunggu selesainya perda BPHTB untuk diterapkan sebab secara nyata pemerintah pusat sudah melimpahkannya sejak 1 Januari 2011 yang lalu, namun penerapannya belum bisa serta merta lantaran perdanya belum siap.
Amur mengaku sudah minta Sekda untuk segera melakukan evaluasi ulang terhadap penetapan target PAD yang dipatok jauh melampaui kemampuan riil SKPD untuk mencapainya.
Ia menyontohkan, target sektor kesehatan yang dipatok sekitar Rp 600 juta sangat tidak realistis. Sementara Puskesmas yang nyata-nyata memberikan pelayanan sosial untuk melayani masyarakat miskin melalui Jamkesmas, bahkan sejumlah SKTM diberlakukan dan memberikan pelayanan tanpa bayar kepada masyarakat. (DeTAK-dhanny)

200 KK Siap Jadi Trans di Hyangbana

DeTAK ANJANGSAN EDISI 174

Katingan-Kawasan Transmigrasi di Desa Hyangbana, Kecamatan Tasik Payawan Kabupaten Katingan sudah mulai dikerjakan sejak sebulan lalu. 
Selain dibangunnya 200 rumah para transmigran, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) juga akan mendirikan tiga unit bangunan sebagai tempat ibadah. Satu unit Masjid, satu unit Gereja, dan satu unit Balai Basarah.
“Selain tempat ibadah, juga dibangun fasilitas lainnya, seperti Sekolah Dasar (SD), Pustu, dan Pasar,” kata Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Katingan Hj Eka Murni Kamariati melalui Kepala Bidang Transmigrasi Dulah, Senin pekan lalu.
Sejumlah fasilitas yang telah disediakan itu, diharapkannya dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Begitu pula Pustu yang telah dibangun untuk kesehatan masyarakat setempat, bangunan sekolah yang telah disediakan untuk peningkatan Sumber Daya Menusia (SDM).
Terkait tujuan transmigrasi itu sendiri, Dulah mengatakan, tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk mengembangkan wilayah.
Metodenya tidak lagi bersifat sentralistik dan top down dari atas, tapi berdasarkan kerjasama antar daerah pengirim transmigran dengan daerah tujuan transmigrasi. Penduduk setempat semakin diberi kesempatan besar untuk untuk menjadi Transmigrasi Penduduk Setempat (TPS), proporsinya hingga mencapai 50:50 dengan Transmigrasi Penduduk Asal (TPA).
Transmigran yang bakal di tempatkan di Hyangbana pada awal November mendatang, jelas Dullah, sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) yang akan. 100 KK berasal dari TPS, sedangkan 100 KK lainnya diambil dari TPA. 15 KK berasal dari Grobokan, 10 KK dari Brebes, 25 KK dari Daerah Istimewa Yogyakarta, 25 KK dari Provinsi Banten, 25 KK dari Daerah Istimewa Yogyakarta, 15 KK dari Tanggerang, 10 KK dari Kabupaten Lebak, 25 KK dari lampung, dan 25 KK dari Pasuruan.
Selanjutnya Dulah juga merinci tentang beberapa persyaratan untuk menjadi transmigran, yaitu WNI yang berdomisili di NKRI, Sudah berkeluarga dibuktikan dengan surat nikah dan kartu keluarga, memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), berusia 18 hingga 50 tahun sesuai dengan KTP, berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, memiliki keterampilan sesuai kebutuhan untuk mengembangkan potensi sumber daya yang tersedia di lokasi tujuan sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama antar daerah, menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan kewajiban sebagai transmigran, dan lulus seleksi yang dibuktikan dengan surat keterangan lulus dari tim yang diberikan wewenang untuk melaksanakan seleksi. (DeTAK-aris)