Aman dari Flu Burung dan HIV/AIDS

DeTAK DAERAH EDISI 178

Kabupaten Pulang Pisau ternyata masih aman dari virus flu burung yang sangat membahayakan terhadap unggas. Selain menyerang unggas virus ini juga sangat berbahaya apabila menyerang manusia.
 
Hanya saja, sampai saat ini belum ada unggas warga masyarkat yang mati mendadak. Salah seorang pengusaha ayam, Syahrani mengatakan, hingga kini belum ada ayam-nya yang mati mendadak karena flu burung.
"Ini karena kebersihan lingkungan kandang ayam selalu kami jaga. Ayam kami tetap sehat. Memang beberapa waktu lalu ada dari Dinas Peternakan mengunjungi kandang dan memeriksa ayam ayam. Tidak ditemukan tanda-tanda flu burung," sebut Syahrani.
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan H Muhajirin melalui Kepala Bidang Kesehatan Hewan H Topan mengatakan, pihaknya belum menerima laporan adanya unggas warga yang mati mendadak disebabkan virus flu burung. Pihaknya meminta kepada warga masyarakat bila menemukan unggas yang mati mendadak dengan ciri-ciri seperti flu burung agar segera melaporkan ke Dinas Pertanian dan Peternakan.
"Kami segera menindak lanjuti apabila ada laporan tersebut dan langsung turun ke lapangan," katanya.
Selain aman flu burung, Pulang Pisau juga bebas dari penyakit HIV/AIDS. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subagijo menegaskan, wilayah Pulang Pisau bebas dari penyakit HIV/AIDS semenjak daerah ini dimekarkan menjadi kabupaten baru delapan tahun lalu.
"Kota Pulang Pisau sendiri dibilang aman dan jauh dari berjangkitnya HIV/AIDS dimaksud. Namun, jika boleh jujur ketika Pulang Pisau terus mengalami perkembangan dan banyaknya para pemodal perkebunan sawit yang terus berkembang, demikian juga dengan diselesaikannya pelabuhan antar pulau di Bahaur, serta banyaknya kapal-kapal asing yang akan masuk bisa saja akan berubah kondisinya menjadi tidak aman," jelasnya.
Angka nol persen ini, tandas Subagijo, bukan tanpa data atau survei lokasi yang hanya dimeja saja, melainkan sudah betul diambil datanya dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Disamping itu, lanjutnya, Pulang Pisau merupakan daerah transit dan tidak memiliki tempat-tempat hiburan malam seperti daerah lainnya.
"Dari data pelayanan masyarakat hingga dipelosok desa tidak ada laporanyang kami terima tentang warga yang terkena HIV/AIDS," tambahnya.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Mulyanto Budiharjo menambakan, pihaknya belum pernah menerima pasien atau rujukan pasien yang terkena HIV/AIDS. "Jika ada warga yang terkena HIV/AIDS, maka komisi penanggulangan AIDS/HIV ( KPA ) Kalimantan Tengah pasti akan memberitahuakan langsung ke Dinas Kesehatan," tegasnya.
Disinggung mengenai belum terbentuknya KPA Pulang Pisau, Subagijo mengatakan, bukan dikarenakan minimnya dana yang tersedia, namun sumber daya manusia ( SDM ) yang belum memadai secara pendidikan.
"Sebab dari peraturan dan juga anggota KPA tidak bisa orang berstatus PNS aktif," katanya. (DeTAK-dhanny)

Aktivitas PT MTU Diduga Tetap Jalan

DeTAK DAERAH EDISI 178

Ada ada saja ulah yang diperagakan managemen PT Multi Tambangjaya Utama (MTU). Sejak senin, pekan lalu mereka menghentikan kegiatan penambangan. Caranya, dengan melakukan pembredelan berikut menggembok dua gerbang jalan koridor tambang yang merupakan akses utama keluar masuknya armada angkutan batubara.
 
HAULING PT MTU-Kegiatan hauling PT MTU beberapa waktu lalu
tetap jalan meski sudah sempat ditutup beberapa waktu lalu.
Foto: Agus
Tepatnya, di kilometer 32 Desa Mangaris, Kecamatan Dusun Selatan (Barsel). Ada apa gerangan ? Mengapa PT MTU melunak?
Rupanya managemen PT MTU mengetahui tentang kehadiran tim gabungan dari Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan Kementrian Kehutanan yang tengah melakukan tugas investigasi.
Untuk mengelabui petugas, sengaja dikondisikan seolah-olah perusahaan tidak melakukan aktivitas apapun. Begitupun karyawan tambang diliburkan. Sejumlah pos pengamanan yang biasa bersiaga, nampak lengang.
Sekedar mengingatkan, Kepolisian daerah (Polda) Kalteng pada 18 Mei 2010 pernah menutup jalan tambang tersebut. Alasannya, perusahaan MTU selaku pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) yang memulai tahapan produksi berdasarkan SK Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral nomor : 247.K/20.01/DJG/1999, tanggal 05 mei 1999, disinyalir belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan.
Perusahaan dituding melanggar ketentuan Pasal 38 ayat (3) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.43/ Menhut-II/ 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Buntut dari praktek perambahan hutan yang dilakukan untuk membangun jalan, menyeret kepala tehnik tambang (KTT) PT MTU, Mr Watana Pundet, sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Buntok, dengan status tahanan kota.
Kendati demikian, managemen PT MTU tak kehabisan akal. Dengan memanfaatkan kekuatan finansial yang dimiliki, mereka terus malakukan lobi-lobi, sehingga aktivitas penambangan emas hitam berjalan mulus tanpa ada yang berani mengusik.
Mereka terus bermanuver, tak ada yang mampu menghalangi sekalipun ‘police line’ Polda Kalteng beberapa waktu lalu sempat menghentikan sementara aktivitas hauling batubaranya.
Begitupun dengan kehadiran tim gabungan dari pusat, untuk sementara waktu dapat mematikan langkah nekat para pebisnis emas hitam yang tergabung dalam perusahaan penanaman modal asing itu. Selanjutnya sudah bisa diprediksi, sepeninggal tim nantinya manuver bisnis ala koboi akan kembali melenggang di Bumi Dahani Dahanai Tuntung Tulus.
Parahnya, sampai saat ini tak satupun instansi perangkat daerah selaku pemangku kepentingan dalam permasalahan ini yang berperan dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Meski desakan masyarakat kian masif agar menertibkan usaha pertambangan daerah lebih nyata tanpa pandang bulu, demi kesejahteraan rakyat secara merata dan berkeadilan.
Bukan malah dimanfaatkan untuk kepentingan oknum atau kelompok tertentu saja. (DeTAK-agus irawanto)

Plus Minus Teater Kalimantan

DeTAK BUDAYA EDISI 178

Bagaimana kiprah Seniman Teater Kalimantan agar budaya di Kalimantan dapat berperan secara nasional?
Soal ini menjadi tema utama diskusi pada temu teater se-Kalimantan 2011 di Gedung Pertunjukan Ahmad Rizani Asnawie Budaya, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur selama tiga hari (26-28 Mei lalu).

TEMU TEATER-Suasana temu teater se-Kalimantan 2011
dihelat di Gedung Pertunjukan Ahmad Rizani Asnawie Budaya,
Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur selama tiga hari
(26-28 Mei). Foto: Yusy
Dengan mengangkat tema "Meningkatkan Harkat Seni Teater Kalimantan Menuju Seni yang Dicintai Masyarakat", diskusi fokus pada bagaimana menggugah kesadaran masyarakat pada seni teater, sekaligus membuat program guna penggalakan eksistensi perteateran di Kalimantan.
Termasuk, menumbuhkembangkan pergelaran teater yang berdaya saing, selain silaturahmi sesama teaterawan Kalimantan.
Diskusi juga membicarakan keberadaan dari seniman teater itu sendiri, seperti pengalaman teater dan kendala daerah masing-masing.
Diantaranya, 'miskin'-nya manajemen panggung dalam hal penataan, kemudian pengkaderan yang kurang, dan masalah financial yang selama ini tidak berpihak. Solusi tentu ada, meskipun masih disertai kegamangan lantaran menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap teater, sejatinya dirasa cukup sulit. Apalagi jika rasa cinta itu sebagai langkah awal untuk memulai penggalakan teater.
Satu-satunya harapan dari para teaterawan Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Tengah (Kalteng) minus Kalimantan Barat yang berhalangan hadir, adalah terus berproses dan berkarya.
Menggelar sejumlah kegiatan teater agar apresiasi terhadap teater itu sendiri dan masyarakat tetap berdenyut dan tak pernah padam.
Yang cukup krusial dari diskusi adalah soal pengkaderan. Dimana, sekolah menjadi tumpuan pengembangan teater. Namun, ditengah minimnya apresiasi, tidak sedikit sanggar teater yang cuek dengan kondisi demikian.
Didin, misalnya, dari Sanggar Teater Ulun Balikpapan, tak terlalu mempermasalahkan soal apresiasi. Baginya, ada tidaknya orang menyukai atau menggeluti teater bukan masalah penting.
"Yang penting tetap berproses. Ada tidaknya orang tidak begitu berpengaruh. Pementasan pun dilakukan, sehingga teater di tempat kami terus berkembang," ujar Didin, yang malam itu tampil membawakan karya berjudul "Diva".
Tak hanya Didin yang tampil malam itu. Hari pertama saja pertemuan dibuka pementasan Sanggar Taman Budaya Kalsel. Mereka mementaskan "Perang Banjar Hampir Selesai" karya Adjim Arijadi dengan Sutradara Andi Syahludin. Disusul pementasan Teater Ulun Balikpapan dengan judul ‘Diva’, karya dan sutradara Didin sendiri. Lalu, ditutup dengan monolog dari Samarinda yang dilakoni Dinda dengan judul ‘Balada Sumirah’, karya Tentram Lestara yang juga disutradarai oleh Dinda.
Teater Bastra tampil di hari kedua. Mereka mengusung "Nisan" karya Bastra 2011 dengan sutradara Aming dari Universitas Mulawarman (UNMUL) Samarinda.
Dilanjutkan Sanggar Teater Kalsel, membawakan "Lawan Catur" dengan sutradara Andi Syahludin. Kemudian, Komunitas Teater Palangka Raya dengan judul ‘Roh’, karya Wisran Hadi dengan sutradara Alimulhuda.
Pementasan ditutup dengan pementasan anak-anak SMP dari Teater Sembilan Samarinda dengan judul ‘Pesan Terakhir’.
Temu teater se-Kalimantan itu juga berhasil menentukan tempat pertemuan selanjutnya setelah Samarinda, Kaltim. Banjarmasin Kalsel, bersedia menjadi tuan rumah, sementara Palangka Raya Kalteng menjadi cadangan. (DeTAK-yusy)

Hari ‘Terjepit’ Bagi PNS

DeTAK HATI EDISI 178

OLEH : SYAIFUDIN HM

Hati ini bertanya-tanya, kenapa hari Jumat tanggal 3 Juni 2011 lalu, kantor-kantor pemerintahsemua tutup tidak ada yang buka, padahal hari tersebut cetakan penanggalan atau kalender berwarna hitam. Ternyata, hari itu juga termasuk libur nasional yang digabung dalam libur nasional bersama akibat adanya hari ‘terjepit’. Pengertian hari ‘terjepit’ itu adalah hari tidak libur yang berada diantara dua hari libur, misalnya, kamis merupakan hari libur nasional, sedangkan jumat semestinya tidak libur, tetapi karena hari sabtu merupakan hari libur maka hari jumat itu dijadikan juga menjadi hari libur yang disebut libur bersama. Jumat 3 Juni lalu itu merupakan salah satu contoh hari-hari ‘terjepit’ terdahulu dan hari-hari ‘terjepit’ di masa mendatang, yang jumlahnya cukup banyak dalam satu tahun. Jika kita perhatikan dan kita amati sebenarnya hari libur akibat adanya hari ‘terjepit’ itu sungguh merupakan pemborosan waktu. Sementara kondisi Bangsa Indonesia saat ini membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk membenahinya agar bisa lebih baik. Slogan-slogan efisiensi waktu yang didengung-dengungkan selama ini hanya tinggal slogan saja, baik secara daerah, regional maupun nasional. Dalam beberapa tahun terakhir ini, yang namanya hari ‘terjepit’ seperti sudah menjadi budaya sehingga pemborosan waktu pun akhirnya menjadi budaya, akibatnya tumbuh rasa malas terutama bagi kalangan yang menikmati libur hari ‘terjepit’ itu. Dengan tumbuh dan suburnya rasa malas maka daerah dan bangsa ini rasanya sulit untuk maju seperti negara-negara lain di dunia ini. Itu jika kita lihat dampak negatif secara umum. Jika kita melihat dampak libur bersama hari terjepit itu dari skala intern PNS sendiri maka muncul kecemburuan sosial, karena ada PNS-PNS tertentu yang tidak menikmati hari libur akibat hari ‘terjepit’ itu seperti guru-guru, PNS rumah sakit, serta PNS-PNS yang berkaitan dengan pelayanan umum lainnya. Secara umum, dengan adanya libur bersama akibat hari ‘terjepit’ maka banyak pihak yang dirugikan seperti pihak swasta yang melakukan pengurusan izin-izin, pembayaran-pembayaran yang berkaitan dengan instansi pemerintah dengan pihak swasta, dan lain sebagainya. Sementara itu, libur bersama hari ‘terjepit’ benar-benar hanya digunakan untuk berlibur saja, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Sementara, PNS itu bekerjanya hanya lima hari saja dalam satu minggu. Alangkah baiknya, jika libur hari ‘terjepit’ itu diisi dengan gotong royong secara nasional sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat luas, selain menggalakkan kebersihan lingkungan juga menumbuhkan semangat gotong royong dalam kebersihan yang dampak akhirnya untuk kesehatan. Jika hari ‘terjepit’ dijadikan hari gotong royong secara nasional, hati ini tentu sangat gembira karena manfaatnya sangat nyata.

Menyoal Inpres Moratorium

DeTAK UTAMA EDISI 177

Pada 20 Mei lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Inpres Moratorium hutan primer dan lahan gambut. Inpres ini dipandang pemerintah sebagai langkah menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Kontan berbagai komentar bermunculan sebagai reaksi diteken Inpres itu. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menolak. Alasannya, Instruksi Presiden (Inpres) No 10 tahun 2011 tentang Moratorium (penundaan) Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut diskriminatif.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo, menegaskan, pemberlakuan Inpres itu sangat mengganggu kedaulatan bangsa karena pengelolaan dana kompensasi moratorium hutan alam primer dan lahan gambut selama dua tahun yang harus dilakukan oleh lembaga keuangan internasional.
Sejumlah LSM lingkungan menyayangkan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No.10/2011 tentang Penundaan (moratorium) Pemberian Izin Baru bagi Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut yang tak mencakup hutan sekunder.
Termasuk, Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah (BPHW) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Simpun Sampurna menyesalkan Inpres tidak memuat keberadaan masyarakat adat.
Namun tidak semua pihak menolak. Ada juga yang mendukung. Jurukampanye Hutan Greenpeace Bustar Maitar menyambut baik diterbitkannya Inpres moratorium izin hutan dan merepresentasi adanya perubahan politis menuju upaya perlindungan hutan Indonesia.
"Tetapi kami juga prihatin bahwa hanya hutan primer dan sebagian kecil areal gambut yang tercakup dalam moratorium, bahkan sebagian besar areal yang termasuk dalam peta indikatif moratorium adalah kawasan konservasi dan lindung yang dilindungi oleh hukum," katanya.
Esau A Timbang dari Jaringan Penyelamat Hutan dan Gambut Kalteng menilai Inpres berupa perintah yang harus diamankan oleh para gubernur dan bupati dan walikota dan aparat penegak hukum lainnya. 
Kusaritano menambahkan, yang perlu dipantau sejauhmana konsistensi semua pihak ke depannya. Menurutnya, dalam Inpres masih banyak multitafsir-multitafsir yang bias.
Untuk Kalimantan Tengah (Kalteng) sendiri Inpres dipandang tidak efektif. Direktur Eksekutif Walhi Arie Rompas memaparkan bahwa wilayah yang menjadi objek moratorium di Kalteng merupakan wilayah hutan lindung, seperti hutan lindung Batu Batikap dan Sapat Hawung, wilayah Taman Nasional Sebangau dan Tanjung Puting dan wilayah Suaka Marga Satwa Lamandau dan wilayah gambut, seperti Blok E dikawasan Eks PLG yang sudah berstatus kawasan lindung, namun sayangnya kawasan tersebut juga sudah menjadi site kerja oleh lembaga konservasi internasional dan bukan dikuasai oleh masyarakat lokal. (DeTAK-indra/rickover)

Suplai BBM Ke SPBU Sering Berkurang

DeTAK POLITIK EDISI 177

Akar masalah antrian yang berkepanjangan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Palangka Raya akhirnya terkuak.

FOTO : INDRA MARBUN
Dari hasil hearing antara DPRD Kota Palangka Raya,Hiswana Migas, danPemerintah Kota (Pemko) diketahui bahwa kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar sering terjadi pengurangan.
Padahal, sebelumnya pihak Pertamina sendiri mengatakan kuota BBM untuk Palangka Raya terpenuhi bahkan terdapat kelebihan.
"Ternyata kuota perhari yang disuplai langsung oleh Pertamina dari Depo sering kurang. Ini informasi dari pengelola SPBU itu sendiri. Bukan kami mengada-ngada," kata Kepala DPRD Kota Palangka Raya Sigit K Yunianto, Selasa, saat ditemui di teras Balaikota Palangka Raya.
Sigit mengatakan, hasil hearing meminta pihak Pertamina konsekuen menyikapi permasalahan antrian kenderaan di SPBU.
"Kalau tidak ikut serta mengatasi permasalahan sosial antrian BBM, percuma saja Pertamina berdiri. Pertamina itu kan perusahaan milik negara," tegas Sigit.
Begitupun soal aturan jam kerja petugas di SPBU, menurut Sigit, harus dirubah jadwalnya. Kalau masih berpatokan pada jadwal kerja dulu, yakni pukul 07.00-16.00 Wib, tentunya tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang.
"Kota Palangka Raya ini perkembangannya demikian pesat. Jumlah kenderaan roda dua dan roda empat jumlah bertambah. Karena itu, hasil hearing mengharapkan Pertamina memikirkan juga bagaimana agar suplai dari Depo ke SPBU dilakukan 24 jam," jelas Sigit.
Hearing juga membahas soal pos BBM subsidi dan non subsidi atau industri.Pertamina diminta mengambil langkah menetapkan pos tersendiri untuk BBM industri, sehingga terpisah dari pos BBM subsidi.
"Kalau pos BBM untuk industri tidak ada, mau ngambil dimana. Jadi, pos itu harus ada agar pihak perusahaan perkebunan atau pertambangan tidak mengantri di SPBU subsidi," tegas Sigit lagi.
Ketiadaan pos tersendiri untuk industri itu lah, menurut Sigit, yang salah satunya memperparah antrian dan membuat semakin menjamurnya pelangsir.
"Muaranya permasalahan antrian itu kan disitu? Akibat tidak adanya pos untuk BBM non subsidi yang tersendiri. Kata lainnya, pihak Petamina harus menentukan dimana lokasi BBM non subsidi," timpal Sigit. (DeTAK-rickover)

Minim Pemasukan, Dinas Dirombak

DeTAK PERISTIWA EDISI 177

Tidak maksimalnya pendapatan daerah pada 2010 yang lalu membuat Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau berpikir dan menata kembali Dinas Pendapataan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).
Plt Sekda Pulang Pisau H Muhajirin mengajukan beberapa konsep penataan kelembagaan yang terdiri empat konsep alternatif.
Alternatif pertama,DPPKAD berdiri sendiri dan dipisahkan dengan pengelola dan aset daerah. Alternatif kedua, Dinas Pendapatan berdiri sendiri, sementara pengelola keuangan dan aset pindah ke Setda, sehingga di Setda bertambah dua bagian, yakni Bagian Pengelola Keuangan dan Bagian Pengelola aset atau kembali sebelum adanya DPPKAD.
Alternatif ketiga, relokasi atau menata kembali DPPKAD sekarang, dan yang keempat Dinas Pendapatan berdiri sendiri atau berdiri dua dinas, yakni Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dan Dinas Pendapatan/perijinan. "Konsep ini akan kita konsultasikan dengan pihak terkait, namun yang pasti merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi perangkat daerah," kata Muhajirin.
Tak hanya DPPKAD saja, lanjut dia, namun penataan juga harus dilakukan SKPD lain, baik itu menambah bidang atau menyesuaikan nomenklatur.
Misalnya, Dinas Perikanan dan Kelautan bertambah menjadi satu bidang, yakni bidang wilayah pesisir laut. "Kalau dulu kita tidak ada pesisir laut, sekarang ada," jelas Muhajirin.
Sementara itu Kepala DPPKAD Drs.Ali Damrah,Msi mengatakan, selama ini bukan berarti DPPKAD tidak maksimal untuk melakukan upaya dalam meningkatan pendapatan daerah.
Yang menjadi paradigma sekarang, jelas dia, DPPKAD dianggap sebagai penghasil dalam sektor pendapatan, sementara upaya tersebut sebenarnya merupakan upaya bersama dengan SKPD lain yang juga memiliki potensi untuk penerimaan pendapatan daerah.
Kepala Kantor Perijinan Daerah Pulang Pisau Herto menambahkan, penerimaan pendapatan kurang maksimal karena terkendala peraturan daerah (Perda). "Potensi untuk pendapatan sebenarnya cukup banyak di Pulang Pisau kalau benar benar kita gali. Yang menjadi permasalahannya sekarang adalah belum adanya payung hukum yang kita miliki saat ini," tegas Herto. (DeTAK-dhanny)