Menyoal Transparansi Penerimaan CPNS

DeTAK UTAMA EDISI 147

Musim penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di lingkup pemerintahan segera dimulai. Sesuatu yang sangat ditunggu para pencari kerja dan tentu juga para broker atau calo.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, praktik percaloan untuk mendapatkan jatah kursi pegawai pelat merah itu diduga masih akan terjadi pada seleksi CPNS 2010. Di kalangan pencari kerja, masalah percaloan sudah menjadi rahasia umum. Tahun ini kabarnya tawaran dari para calo mencapai puluhan juta.
Di Kalteng sendiri, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengumbar nominal tarif masuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Rinciannya, pelamar yang berijazah SMA/SMK sederajat dipatok Rp30 juta, lulusan Diploma Rp45 juta, dan lulusan Starata Satu (S-1) Rp75 juta.
Teras mengaku, angka fantastis ini diakuinya diperoleh dari laporan yang masuk selama ini. Bahkan, menjelang penerimaan CPNS yang diperkirakan November nanti, lulusan SMA/SMK sudah dipatok melambung hingga kisaran Rp60 juta.
Menariknya berbarengan dengan angka fantastis diatas, menapak ke permukaan soal pentingnya transparansi dalam seleksi penerimaan nantinya. Hanya saja, transparansi seperti apa yang akan diterapkan? Apakah transparansi yang harus buka-bukaan sekalian? Atau apa? Sebab, fenomena percaloan atau broker atau pun makelar ibarat buang angin. Yang dirasakan hanya baunya, tapi wujudnya tak pernah terlihat.
Makanya tak salah, bila Rincae tidak percaya begitu saja ketika soal transparansi bergulir. ""Saya tidak yakin cara transparan atau terbuka itu nantinya terbukti ampuh. Karena tetap saja akan ada praktek KKN,” ujarnya lugas.
Bahkan, Presidium PENA 98 Wilayah Kalteng, Aries Farian Taufik sampai mempertanyakan mekanisme pengawasan seperti apa yang sudah disiapkan oleh Gubernur.
"Keseriusan seperti apa? Isu broker bukan barang baru. Dari pengalaman membuktikan tidak pernah terbongkarnya mafia tersebut," tandas Aries.
Meskipun sanksi pemecatan bagi pejabat dan PNS yang diduga melakukan percaloan sudah ada, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, tapi gerakannya jalan terus.
Walikota Palangka Raya HM Riban Satia meminta masyarakat melaporkan jika merasakan dan menumukan praktek percaloan. "Siapa pun juga, bisa membuka mata dan telinga bila menemukan keganjilan penerimaan agar dapat dilaporkan pada pihak berwenang," tandasnya.
Yang terpenting, sambung dia, menjelang penerimaan kewaspadaan ditingkatkan. "Modus dari joki atau makelar macam-macam. Bisa dari telepon sampai pesan singkat (SMS)," sebut Riban.
Deputi Deputi Sumber Daya Manusia Bidang Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN dan RB) Ramli Naibaho berpendapat beroperasinya para calon tersebut, karena ada peluang yang memungkinkan tindak kejahatan itu dilakukan.
Apalagi melihat besarnya minat masyarakat untuk menjadi PNS."Sebenarnya kalau para pelamar itu percaya pada kemampuannya dan tidak mudah terpedaya, pasti tidak akan kena jeratan para calo," ucapnya.
Besarnya minat masyarakat pada soal transparansi sah-sah saja. Namun, dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UNPAR) Agus Mulyawan meluruskan, bahwa soal transparansi bukan lah suatu azas. Karena kewajiban itu tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan PP No 98 tahun 2000 sebagaimana dalam perubahannya melalui oleh PP No 11 tahun 2002 tentang Pengadaan CPNS.
”Artinya, pejabat pembina kepegawaian melalui hasil laporan panitia yang telah dibentuk sebelumnya, hanya berwenang untuk menetapkan dan mengumumkan pelamar yang dinyatakan telah lulus saja,” ulas master hukum ini.
Tidak ada keharusan dalam peraturan dasarnya, kata Agus, yang menyatakan pejabat pembina kepegawaian daerah menetapkan dan mengumumkan pelamar yang dinyatakan tidak lulus.
Namun Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kalteng Agustina D Dewel menjamin penerimaan akan benar-benar transparan. "Tidak ada istilah titipan atau jatah pejabat dan lain-lain. Dalam pengawasan seleksi akan melibatkan semua unsur, termasuk DPRD Kalteng,” ujarnya.
Mengingat praktek suap sulit mengatasinya, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kalteng H Muneman Syamsu meminta, tetap ditingkatkan kewaspadaan. Praktik suap dalam peneriman CPNS, terang Muneman, bukan hal baru lagi. Ia mengakui, rekrutmen penerimaan CPNS baik di institusi daerah maupun vertikal sebelumnya juga praktik suap sangat berperan dalam menentukan kelulusan si pelamar.
Dalam penerimaan nanti ia menduga masih adanya nuansa KKN, namun persentasenya kecil. ”Prediksi saya, tidak menutup kemungkinan bahwa KKN dalam rekrutmen ini masih ada,” duganya.
Lantas bagaimana dari sisi psikolog memandang praktek suap seperti itu? Psikolog Esty P Pangestie berpandangan, adanya dorongan masyarakat rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk mendapatkan sesuatu, sudah menjadi sifat manusia.
"Tapi itu bukan sebuah karakter dan kepribadian, ataupun kebiasaan. Kepribadian itu pada dasarnya ada pada diri seseorang. Kalaupun berubah, itu lebih disebabkan oleh bentukan atau pengaruh lingkungan," tandasnya.
Bahasan topik utama ini juga menggambarkan bagaimana sebenarnya ruang gerak pada calo itu. Di Surabaya, Harian Surya membeberkan sebauah fakta betapa hebatnya pada calo bergarilya. Sampai-sampai omzet yang diraup mencapai miliaran rupiah. (DeTAK-rickover/indra/yusy)

Indahnya Ber-Bhinneka Tunggal Ika

DeTAK HATI EDISI 147

Hati ini sedih dan gundah gulana ketika mendengar berbagai informasi yang mengancam keberadaan semboyan Negara Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya paling beragam di dunia. Keberagaman Indonesia ini dipertegas dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi satu. Namun, pengalaman hidup bersama dalam upaya penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu bangunan dasar berbangsa dan bernegara ternyata penuh tantangan. Salah satunya ketika berbagai ide penyeragaman mulai mempengaruhi dalam relasi anak bangsa, maka Bhinneka Tunggal Ika masih hanya sekadar slogan formal, belum optimal menjadi ruh bangsa dan pemerintah Indonesia.
Tantangan semakin besar saat ini dalam arus globalisasi, yang hadir dengan wajah ganda. Di satu sisi, globalisasi dapat menghubungkan dengan cepat orang-orang dari seluruh penjuru dunia dalam satu pergaulan yang disebut komunitas global. Sementara di sisi lain, globalisasi justru mulai mempertajam identitas masing-masing manusia dengan ciri khas etnik, agama, ideologi dan gaya hidup dalam kebersamaan global yang justru mengedepankan persaingan pasar dan modal. Merespon hal tersebut maka berbagai elemen masyarakat sipil mengadakan Konsolidasi Nasional Pertama Bhinneka Tunggal Ika di Surabaya 22 – 26 Juni 2006, yang melahirkan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI). Aliansi ini sebagai sarana untuk mempertahankan Pancasila dan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an.
Hati yang semula sedih dan gundah gulana, kini mulai berubah menjadi riang gembira, karena ANBTI menggelar lagi Konsolidasi Nasional lanjutan yakni yang kedua dilaksanakan 25 – 31 Oktober 2010 di Jakarta. Apalagi, wartawan Tabloid Mingguan DeTAK diundang dan diikutsertakan dalam kegiatan yang mempertemukan semua suku, agama dan aliran kepercayaan dari seluruh Indonesia itu. Dalam kegiatan yang dipusatkan di Wisma LPMP DKI Jakarta tersebut, sebanyak 400 peserta dari berbagai komponen masyarakat perwakilan seluruh Indonesia bertemu menjadi satu dalam Indonesia yang penuh warna. Hal tersebut sungguh pemandangan yang indah dan luar biasa. Disana hadir para kiayi, pendeta, pastor, pimpinan agama-agama lokal daerah-daerah di Indonesia, seperti Kaharingan, Sunda Wiwitan dan lain-lain. Kemudian, hadir pula berbagai suku, ada yang kulit hitam, kuning, sawo matang, kulit putih, rambut lurus, rambut keriting, semuanya membaur menjadi satu penuh keakraban dan kebersamaan. Mereka semua datang dengan semangat yang tinggi untuk memperkuat Pancasila dan memperteguh Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an. Dalam kegiatan Konsolidasi Nasional itu, para peserta mengenakan pakaian khas daerahnya masing-masing. Sepuluh orang peserta dari Kalimantan Tengah terlihat mengenakan baju batik benang bintik dengan motif Batang Garing serta mengenakan lawung di kepala. Kegiatan yang berlangsung selama tujuh hari itu, juga diisi dengan peringatan 82 Tahun Sumpah Pemuda pada 28 Oktober yang dirangkai dengan Dialog Nasional Tokoh Antar Generasi, dan Seminar dengan tema : Peranan Media dalam Integrasi Bangsa.
Konsolidasi Nasional II ANBTI menghasilkan Dewan Majelis ANBTI Pusat dan berhasil memilih Sekretaris Jenderal periode 2010 – 2014 serta berhasil pula menyusun Statuta ANBTI serta sejumlah Rekomendasi dan Resolusi. Statuta sejenis dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) pada organisasi lain. Kita sangat berharap semoga ANBTI tetap mempunyai semangat yang tinggi untuk mempertahankan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, sampai kapanpun.

Semarak Pawai Budaya MADN 2010

DeTAK COVER EDISI 147

Foto:DeTAK-YUSY
Sejumlah remaja putri peserta Pawai Budaya mmemperagakan keterampilan menabuh Katambung untuk mengiringi salah satu tarian khas Suku Dayak Kalimantan Tengah, Kamis (28/10) tadi.
Atraksi seni budaya yang dikemas dalam sebuah acara karnaval dengan start di kawasan Bundaran Besar Palangka Raya ini digelar untuk menyemarakkan kegiatan akbar bertajuk Munas III Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) 2010 di Palangka Raya.
Acara yang mempertemukan sejumlah tokoh-tokoh masyarakat Suku Dayak dari berbagai wilayah di Kalimantan Tengah tersebut bertujuan untuk merumuskan solusi guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Dayak dewasa ini. Di antaranya menyangkut upaya pelestarian ragam budaya Dayak dan hak pengelolaan tanah, hutan dan kekayaan alam tanah Dayak.

10 Orang Peserta dari Kalteng

DeTAK ANEKA EDISI 147

10 orang peserta dari Kalteng dalam kegiatan
Konsolidasi Nasional II ANBTI berpose di halaman
Wisma LPMP DKI Jakarta.
Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) menggelar Konsolidasi Nasional II di Jakarta berlangsung selama 7 hari (25 sampai 31 Oktober 2010) yang dipusatkan di Wisma Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) DKI Jakarta, Jl. Nangka No.60 Tanjung Barat Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kegiatan tersebut diikuti sekitar 400-an orang yang berasal dari 33 provinsi seluruh Indonesia termasuk 10 orang peserta dari provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Kesepuluh orang dari Kalteng yakni, Welly Yessi selaku koordinator, Syaifudin HM, Lubis, Berlin Saha, Nataline, Mastuati (semuanya dari P.Raya), kemudian, Rudek Udir, Ny. Endek dan Aliati (Barito Timur), Kasire Asrianty, SS (Kapuas).
Welly Yessi, koordinator peserta Kalteng, menjelaskan Kalteng sudah empat kali mengikuti kegiatan ANBTI yakni, Konsolidasi Nasional I ANBTI di Surabaya, Juni 2006, kemudian Konsolidasi Regional Kalimantan ANBTI di Banjarmasin, Agustus 2007, selanjutnya Simposium Nasional ANBTI wilayah Indonesia Tengah dan Timur di Manado, Januari 2010 dengan pembicara Agustin Teras Narang, gubernur Kalimantan Tengah. “Kita akan selalu aktif mengikuti kegiatan ANBTI karena tujuannya mempertahankan Pancasila dan memperteguh ke-Bhinneka Tunggal Ika-an. Selama tujuannya tidak melenceng, kita akan terus aktif,” ujar Welly yang juga salah satu perintis Walhi Kalteng itu.
Sementara itu, Lubis, ketua Umum Pengurus Besar Lembaga Tertinggi Majelis Agama Kaharingan Republik Indonesia (PBLT-MAKRI) Pusat, menyambut baik dan berterima kasih diikutsertakan dalam kegiatan Konsolidasi Nasional II ANBTI ini. “Forum ini sangat tepat untuk menyampaikan uneg-uneg kami selaku penganut agama Kaharingan yang selama ini hidup dibawah tekanan diskriminasi. Kami akan terus berjuang sampai kapanpun, hingga agama Kaharingan mendapat struktur di Kementerian Agama RI,” tandasnya dengan penuh semangat.
Syaifudin HM, pemimpin Umum Tabloid Mingguan DeTAK mengatakan, keikutsertaannya dalam Konsolidasi Nasional II ANBTI ini sungguh merupakan kehormatan karena Tabloid DeTAK adalah satu-satunya media massa terbit di Kalteng yang diundang dan diikutsertakan dalam kegiatan nasional ini. “Kami bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada panitia nasional yang mengikutsertakan Tabloid DeTAK dalam forum kegiatan ANBTI ini,” ujar Bang Udin – panggilan akrabnya.
Menurut dia, meskipun Tabloid DeTAK berupa mingguan ternyata juga mendapat perhatian dari publik, apalagi sekarang setelah tampil di facebook dan di blogger setiap edisi terbit. “Hadirnya Tabloid DeTAK dengan gayanya yang khas itu, karena dukungan para pelanggan dan pemasang iklan serta hasil kerja keras semua awak redaksi, layout, pemasaran, sirkulasi dan bagian lainnya,” jelas Bang Udin. (DeTAK – osten siallagan)

Media Massa Diminta Merekam Sisi Pluralisme

DeTAK ANEKA EDISI 147

Seminar dengan tema : Peranan Media dalam
Integrasi Bangsa, yang digelar oleh ANBTI sedang
berlangsung yang dipandu KH.Dian Nafi’ (berdiri).
Pakar Pendidikan dan Sosial dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Phill Zainul Fuad meminta media massa memiliki orientasi yang jelas agar dapat menjadi kendali social dan media massa yang proprularisme akan menjadi orientasi perdamaian. “Pemberitaan cenderung bersifat konflik, padahal jurnalisme itu mencari fakta. Selain mempunyai orientasi yang jelas, media massa juga harus merekam sisi pluralisme,” ujar Phill Zainul Fuad dalam Seminar yang digelar Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) di gedung Sahid Jaya, Jakarta, 28 Oktober lalu.
Di tempat yang sama, peserta Konsolidasi Nasional II Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika yang dihadiri 400 peserta dari 33 provinsi seluruh Indonesia, memperingati 82 Tahun Sumpah Pemuda. Peserta Konsolidasi Nasional II Aliansi Bhinneka Tunggal Ika tersebut terdiri berbagai suku, agama dan kepercayaan dari seluruh pelosok Indonesia.
Seminar yang mengangkat tema : Peranan Media dalam Integrasi Bangsa, menampilkan enam orang pembicara Prof. Qasim Mathar (UIN Sulawesi Selatan), Shopia Maypaw (anggota DPD-RI dari Papua Barat), Dr.Phill Zainul Fuad (IAIN Sumatera Utara), Eva Sundari (anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-P), Saur M. Hutabarat (Direktur Pemberitaan Media Indonesia) dan Maria Hartiningsih (Wartawan KOMPAS, penggerak Jurnalisme Damai)) serta dengan moderator KH. Dian Nafi’.
Lebih lanjut, Zainul menambahkan media massa pun harus membangun karakter pribadi sebagai identitas, sebab tanpa karakter pribadi media massa akan terjebak. “Jangan sampai media kita hanya bisa menjadi corong. Saya mendambakan sebuah media yang punya orientasi perdamaian,” harapnya.
Sementara itu, Direktur Pemberitaan Media Indonesia Saur M. Hutabarat mengatakan dalam konteks integritas nasional, media massa tidak boleh netral. “Kalau kita bersepakat NKRI negara Plural maka tidak ada pilihan lain, media massa harus berpihak kepada pluralisme,” tegasnya.
Eva K. Sundari, anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-P mengeluhkan media massa yang masih menjadikan Jakarta sebagai sentral sumber pemberitaan. Padahal, menurut dia, Jakarta tidak dapat dijadikan tolok ukur untuk sebuah proses demokrasi. “Seharusnya para tokoh lokal di daerah juga dijadikan sumber informasi. Hal ini penting agar media massa dapat berperan dalam memperkuat demokrasi,” pinta Eva.
Wartawan KOMPAS Maria Hartiningsih menegaskan praktik jurnalisme damai harus dikedepankan dan diperjuangkan. Ini, katanya, benar-benar jurnalisme komprehenshif, yang benar-benar berpihak pada jalan perdamaian tanpa kekerasan. Para peserta seminar sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut, hal itu terlihat dengan banyaknya pertanyaan dalam sesi dialog. (DeTAK – syaifudin HM)