Suara Burung Walet Ada Takarannya

DeTAK ANJANGSANA - EDISI 175

Karena bangunan burung Walet dikatakan mengganggu lingkungan, maka diperlukan Perda untuk mengatur. Sedangkan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)-nya hingga saat ini sudah diterima Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Katingan.
 
“Mengganggu lingkungan yang saya maksud adalah lahan sebagai tempat berdirinya bangunan sebagai tempat penangkaran walet itu. Jika bangunan tersebut sudah berdiri yang akan terganggu, diantaranya lahan yang ditempati dipastikan mati, dan disekeliling bangunannya tentu saja banyak mengandung tinja dari walet itu sendiri,” kata salah seorang Staf ahli DPRD Kabupaten Katingan Noto M Saleh SH MH kepada Detak, Kamis kemaren usai penerimaan 7 Raperda, termasuk salah satunya Raperda pendirian bangunan penangkaran Walet di ruang lobi anggota Dewan.
Dari 14 kabupaten dan kota di Kalteng, menurut Noto, masih belum jelas apakah sudah ada atau belum Perda yang mengatur masalah bangunan Walet ini.
Sejauh ini, terang Noto, sejumlah kabupaten dan kota yang ada di Kalteng hampir semuanya masih dalam perencanaan. Di Katingan sendiri masih dalam tahap akan dilakukan pembahasan, sebab belum mendapat jadwal dari anggota Dewan.
"Saya yakin, pembahasan Raperda Walet itu akan selesai pada tahun ini juga. Dewan pun akan melibatkan pengusaha walet dan masyarakat disekitar bangunan penangkaran walet tersebut,” tegas pria yang juga menjadi salah seorang pengacara di Bumi Tambun Bungai ini.
Terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Katingan Yapeth P Nandjan membantah kalau unggas yang bernama burung Walet itu mengganggu lingkungan.
Berdasarkan apa pengkajian Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Pusat beberapa waktu lalu, terang Yapeth, yang namanya penyakit flu burung  dan flu babi itu adalah nama virus yang menyerupai burung, kalau itu virus flu burung, dan yang menyerupai babi kalau itu virus flu babi.
“Artinya, Flue itu bukan berasal dari burung atau unggas yang bersangkutan,” tegas Yapeth kepada DeTAK, Kamis kemarin  di ruang kerjanya.
Tinja burung Walet, jelasnya,sebenarnya bukannya menimbulkan penyakit, tapi malah bisa dijadikan pupuk untuk menyuburkan tanaman. Begitu juga dengan suara walet sama sekali tidak menimbulkan kebisingan. Untuk membuktikan kebisingan pada suara, tentunya ada ukurannya atau aturan tersendiri. Tidak asal-asalan di dalam menentukannya.
“Kalau suara kicauan burung Walet itu tidak melebihi dari baku mutu suara yang diperkenankan, artinya tidak sampai mengganggu orang yang sedang tidur apa lagi mengganggu orang yang sedang berkonsentrasi dalam pekerjaannya,” sebut mantan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Katingan ini.
Seraya memperlihatkan baku mutu suara tingkat kebisingan yang wajar atau maksimal, diantaranya jika berada di kawasan perumahan atau pemukiman maksimal 55 Desimble (DB), di tempat perdagangan dan jasa 70 DB.
Kemudian, di perkantoran dan perdagangan 65 DB, di ruang terbuka 50 DB, Industri 70 DB, di daerah khusus seperti di Bandara, di Pelabuhan, dan Kereta api 70 DB, serta di Cagar Budaya 60 DB.
Yang menilai tingkat kebisingan suara dimaksud, lanjut dia, adalah BLH setempat. Karenanya sebelum izin mendirikan penangkaran walet, pengelola diwajibkan mengantongi rekomendasi baku mutu suara atau kebisingan dimaksud. Begitu pula dengan dokumen lingkungan hidupnya harus diurus terlebih dahulu.
Dokumen dimaksud, ujar Yapeth, adalah membuat surat pernyataan pengelolaan lingkungan yang disahkan oleh BLH setempat.
Terkait dengan Raperda Walet yang bakal dibahas dan pada akhirnya nanti akan diterapkan di wilayah Kabupaten Katingan, Yapeth membagi dalam dua bagian.
Pertama, selaku pengelola dan penangkaran, dan yang kedua adalah selaku pengusaha wallet. Kebanyakan yang ada di Kabupaten, sebut Yapeth, hanya sebatas pengelola dan penangkaran, bukan sebagai pengusaha.
"Kalau pengelola dan penangkaran Walet tindakannya hanya sebagai penjual produksi sarang burung Walet, tapi kalau pengusaha Walet, dia sudah jelas melakukan jual-beli. Untuk itu dia harus mempunyai Badan Usaha," rincinya.
Tentunya,sebagai pengelola dan penangkaran Walet, kata Yapeth, diwajibkan untuk mengurus izin penangkaran atau izin mendirikan bangunan dengan mengacu pada Perda yang dibuat Pemerintah daerah setempat.(DeTAK-aris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar