COVER DeTAK EDISI 175

Mengapa harus Qori ‘Bayaran’

DeTAK HATI - EDISI 175

OLEH : SYAIFUDIN HM

Kegiatan Seleksi Tilawatil Quran (STQ) ke-18 tingkat Provinsi Kalimantan Tengah yang berlangsung sejak Minggu malam, 8 Mei 2011 telah berakhir Rabu malam, 11 Mei 2011, dengan Kabupaten Katingan keluar sebagai juara umum. 

ILUSTRASI BY YUDHET(NONO)
Sedangkan yang masuk dalam lima besar yakni kabupaten Seruyan, Barito Selatan, Kotawaringin Barat, Barito Utara dan kota Palangka Raya. Kegiatan yang digelar di kota Kasongan, ibukota kabupaten Katingan itu berlangsung meriah, lancar dan aman serta sukses. Tapi, meskipun STQ ke-18 itu berjalan sukses dan lancar, namun hati ini tidak gembira, justru terasa sedih dan gundah gulana. Mengapa demikian? Dari sejumlah informasi yang diperoleh, ternyata dalam kegiatan STQ maupun MTQ di Kalimantan Tengah diduga telah terjadi yang namanya menampilkan Qori dan Qoriah ‘bayaran’ yang didatangkan dari luar daerah seperti dari Kalimantan Selatan dan dari pulau Jawa. Menurut sejumlah sumber, bahwa yang namanya ‘menyewa’  qori dan qoriah dari luar daerah itu, sudah berlangsung cukup lama dan soal ini ternyata sudah diketahui umum.  Fenomena sewa menyewa qori dan qoriah ini, tentu mungkin ada alasannya tersendiri bagi daerah yang melakukan itu. Tetapi jika kita telaah lebih dalam, menampilkan qori dan qoriah ‘bayaran’ itu tetap saja tidak bagus bahkan boleh dikatakan kurang jujur. Ya ..istilah kata, hanya karena ingin mengejar untuk menjadi juara sanggup saja mendatangkan dari luar daerah. Ada beberapa hal yang diduga menyimpang dari ketentuan, bisa saja qori dan qoriah ‘bayaran’ itu menggunakan identitas palsu atau memalsukan identitas. Jika itu terjadi, maka terjadilah pembohongan atau ketidakjujuran suatu daerah dalam mengikuti STQ atau MTQ. Padahal kita semua tahu, bahwa kegiatan STQ dan MTQ itu merupakan kegiatan keagamaan yang didalamnya terkandung nilai-nilai ibadah, mengapa harus melakukan hal-hal yang tidak jujur dan melakukan kebohongan. Janganlah kita melakukan hal-hal yang tidak terpuji di dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Indikasi terjadinya qori dan qoriah ‘bayaran’ dalam kegiatan STQ dan MTQ itu, tersirat ketika defile kafilah STQ di Kasongan. Saat itu, ketika melintas rombongan kafilah STQ dari Barito Utara di depan panggung kehormatan, komentator menyebutkan jumlah kafilah, pimpinan kafilah, kemudian prestasi yang pernah diraih serta pernah menjadi tuan rumah MTQ. Sungguh menarik adalah motto dari rombongan Kafilah Barito Utara yakni, kalah atau menang dalam STQ merupakan hal biasa, yang penting asli putra daerah lokal. Jika kita analisa lebih dalam maka motto tersebut sebenarnya merupakan sindiran bagi daerah-daerah lainnya di Kalteng ini yang mendatangkan qori dan qoriah ‘bayaran’ dari luar daerah.  Jika kita mengevaluasi kegiatan STQ maupun MTQ di Kalimantan Tengah dari waktu ke waktu yang menggunakan qori dan qoriah ‘bayaran’ sebenarnya sangat merugikan daerah provinsi Kalteng, meskipun menguntungkan bagi daerah kabupaten/kota yang mendatangkannya. Karena kegiatan dengan qori dan qoriah ‘bayaran’ ini merusak prestasi qori dan qoriah Kalteng secara keseluruhan. Coba kita analisa, dengan munculnya qori dan qoriah ‘bayaran’ yang keluar sebagai juara maka qori dan qoriah murni dari Kalteng tidak bisa muncul pada even yang lebih tinggi seperti pada tingkat nasional, karena yang bertanding pada tingkat nasional itu merupakan qori dan qoriah ‘bayaran’ yang notabene bukan warga Kalteng. Oleh karena itu, sejak mulai adanya qori dan qoriah ‘bayaran’ maka tidak terdengar lagi qori dan qorih putra Kalteng yang muncul di tingkat nasional. Padahal, sebelumnya putra-putri Kalteng sangat berpotensi untuk meraih sukses di tingkat nasional maupun internasional. Di era tahun 1980 dan 1990-an Kalteng memiliki juara nasional dan internasional seperti H Masrani Arsyad dan Hj. Siti Hajrul, kemudian di tingkat nasional ada Duratun Sumirah dan  Assalam. Nah, jika daerah kabupaten/kota di Kalteng memang betul-betul ingin memajukan seni baca Alqur’an dalam kegiatan STQ maupun MTQ, lebih baik anak-anak dan remaja maupun dewasa yang punya minat dalam bidang Alqur’an, kita sekolahkan ke pulau Jawa bahkan kalau perlu sampai ke luar negeri. Insya Allah, setelah satu atau dua tahun bahkan kalau sampai lima tahun, kita akan memperoleh qori dan qoriah yang handal asli putra daerah di Kalteng, dari pada setiap kegiatan STQ dan MTQ selalu mendatangkan qori dan qoriah ‘bayaran’.  Jika memang betul qori dan qoriah ‘bayaran’ menggunakan identitas palsu atau memalsukan identitas, maka jika daerah yang menyewa itu keluar sebagai juara tentu tidak salah apabila ada yang menyebutnya sebagai juara palsu. Untuk ke depan kita harapkan pelaksanaan STQ maupun MTQ di Kalimantan Tengah tidak lagi menggunakan qori dan qoriah ‘bayaran’ agar qori dan qoriah asli daerah Kalteng bisa bersaing di tingkat nasional maupun internasional seperti yang pernah diraih daerah ini puluhan tahun silam. Kepada Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Provinsi Kalteng  kita harapkan ke depan mampu membuat aturan yang tegas agar tidak boleh mendatangkan qori dan qoriah ‘bayaran’. Semoga.

Antrian Solar Makin ‘Menggila’

DeTAK UTAMA - EDISI 175

BACA DeTAK UTAMA SELENGKAPNYA, HANYA di TABLOID DeTAK  

Fenomena makin mengularnya kenderaan bermotor di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Palangka Raya mengisyaratkan belum ada solusi yang dilakukan pihak-pihak terkait.
 
FOTO : UMAR
Dari pengamatan DeTAK, yang ada masih sebatas komentar yang tidak lain berupa keprihatinan terjadinya antrian yang semakin hari semakin mencemaskan. Belum satu pun komentar yang menyoal solusi yang tepat mengatasi antrian itu.
Yang masyarakat tahu, dalam keseharian mereka tetap mengantri kendatipun disuarakan PT Pertamina (Persero) stok mencukupi, bahkan bertambah sekian persen. "Yang paling tahu masalah ini adalah Hiswana Migas. Titik simpulnya dimana? Apakah stoknya yang kurang atau tidak? Ini yang perlu kita ketahui," tanya Maryono.
Bahkan, tidak sedikit pihak menudiang telah terjadi 'kebocoran' pada tingkat SPBU. Ini lah yang ditepis Sekretariat Hiswana Migas DPC Kalimantan Tengah (Kalteng) Kabulat T. Ia mengatakan, antrean terjadi disebabkan beberapa hal. Diantaranya, akibat suplai BBM subsidi jenis Solar dari Pertamina ke sejumlah SPBU hampir setiap bulannya mengalami penurunan.
Sementara, penurunan ini diikuti dengan lajunya pertumbuhan kendaraan yang notabene terus mengalami kenaikan.
Disatu sisi juga, katanya, membludak-nya antrian dipicu juga lantaran pihak Pertamina dalam mendistribusikan BBM Subsidi masih belum bisa menjangkau hingga ke daerah-daerah pedalaman.
Belum lagi ulah pelangsir, yang oleh Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya Penyang Kondrat sudah masuk kategori mata pencaharian.
Dari hasil monitoring pihaknya, kebanyakan antrian panjang lantaran ulah para pelansir dalam memperoleh BBM jenis solar dengan memperbanyak armada-armada di sejumlah SPBU.
"Untuk mendapatkan BBM jenis solar, setiap armada dirata-ratakan satu harinya ada yang sampai delapan kali mengisi di antrean SPBU. Armada tersebut kayaknya khusus digunakan para pelangsir untuk memperoleh BBM sebanyak-banyaknya," jelas Penyang.
Meski begitu Wakil Ketua DPRD Kota Palangka Raya Yurikus Dimang belumm bisa memastikan apa sebenarnya yang terjadinya. Ia langsung menanyakan apakah antrian diakibatkan kekurangan suplai dari Pertamina, atau BBM industri, atau pada masalah tingkat kebutuhan yang begitu banyak .
Namun apapun alasannya, Yurikus menegaskan, Pertamina harus mengawasi suplai, baik BBM subsidi maupun industri agar dapat ditemukan apa penyebabnya.
Ternyata dari kesaksian H Mahyuni, pemilik jasa angkutan PO AGUNG MULIA terdapat perbedaan mendasar pelayanan antara SPBU di Palangka Raya dan SPBU di Kotawaringin Barat (Kobar).
Di Kobar, jelasnya, kendaraan angkutan umum lebih diutamakan untuk memperoleh BBM di SPBU. Sedangkan di SPBU di Kota Palangka Raya harus mengantri kurang lebih sepuluh jam. Itu pun, belum tentu dapat BBM karena stoknya terbatas.
Ada baiknya memegang tanggapan dari Kapolres Palangka Raya AKBP Andreas Wayan Wicaksono soal antrian dan pelangsir. Andreas mengatakan, perlunya tim terpadu bertemu dalam satu rapat guna membahas detil persoalan BBM ini.
"Selama inikan masing-masing pihak mengeluarkan statemen soal BBM. Kalau ada pertemuan kita akan rumus bareng-bareng sehingga hanya satu simpul cara mengatasi masalah," katanya. (DeTAK-indra marbun/rickover)

Ekspor Kalteng Anjlok Hingga 60,6 Persen

DeTAK EKONOMI - EDISI 175



Palangka Raya,DeTAK-Mengakhiri Triwulan I Tahun 2011, nilai ekspor Kalimantan Tengah (Kalteng) anjlok hingga 60,6 persen dibanding sebulan sebelumnya. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng Maret 2011 lalu, nilai ekspor Kalteng pada periode tersebut hanya mampu mencapai angka US$24,34 juta. 

FOTO : OSTEN
 Sementara pada Februari 2011 nilai ekspor Kalteng mampu menembus angka US$61,76 juta. Dengan penurunan capaian ekspor ini, maka total nilai ekspor Kalteng pada Triwulan I tahun ini hanya mencapai US$126,79 juta. Kendati demikian, angka tersebut masih lebih tinggi dibanding capaian ekspor pada periode yang sama tahun 2010 lalu. Pada Triwulan I tahun lalu, nilai ekspor Kalteng hanya mencapai US$51,29 juta. Artinya Triwulan I tahun ini ada kenaikan ekspor hingga 147,2 persen dibanding Triwulan I 2010 lalu.
Komoditas ekspor utama Kalteng pada periode ini masih sama seperti periode sebelumnya. Lemak dan minyak hewani / nabati masih mendominasi dengan angka ekspor US$17,19 juta. Komoditas ini memenuhi 70,6 persen dari total ekspor Kalteng Triwulan I 2011. Sementara nilai ekspor komoditas Kayu, barang dari kayu nilainya US$2,63 juta, atau sekitar 10,8 persen. Sedangkan ekspor komoditas bijih, kerak dan abu logam nilainya mencapai US$2,36 juta, atau sekitar 9,69 persen dari total ekspor bulan Maret 2011.
Berdasarkan data statistik, ekspor Kalteng terbesar bulan Maret 2011 dilakukan melalui Pelabuhan Kumai dan Pelabuhan Pangkalan Bun. Masing-masing sebesar US$21,72 juta dan US$ 2,63 juta. Secara kumulatif sejak Januari hingga Maret 2011, ekspor terbesar dilakukan melalui Pelabuhan Kumai senilai US$76,25 juta, atau sekitar 60,14 persen dari total ekspor pada periode itu. Diikuti Pelabuhan Sampit dengan nilai ekspor US$30,21 juta, atau sekitar 23,83 persen dari total ekspor pada periode tersebut dan Pelabuhan Pangkalan Bun dengan nilai ekspor US$20,33 juta atau sekitar 16,03 persen dari total ekspor selama Triwulan I 2011.
Sementara negara tujuan utama ekspor Kalteng bulan Maret 2011 adalah Malaysia. Nilai ekspor Kalteng ke negara tetangga ini mencapai US$11,19 juta, atau mencapai 45,95 persen dari total ekspor Maret 2011. Selanjutnya ekspor terbesar bulan Maret lalu ke negara Singapura. Nilainya mencapai US$8,17 juta, atau sekitar 33,55 persen dari total ekspor pada periode tersebut. Sementara ekspor ke Negara China menyusul dengan angka US$2,36 juta, atau sekitar 9,69 persen.
Dibandingkan dengan bulan Februari 2011, ekspor bulan Maret ke Negara Malaysia dan China masing-masing mengalami penurunan sebesar 74,68 persen dan 52,42 persen. Namun sebaliknya, ekspor ke singapura justru mengalami peningkatan sebesar US$8,79 persen. Secara kumulatif dari bulan Januari hingga Maret 2011, nilai ekspor tertinggi ke Negara Malaysia yang mencapai US$60,86 juta, Singapura US$40,61 juta dan China sebesar US$7,89 juta.(DeTAK/Osten)

Amendemen Kelima UUD 1945 Diajukan

DeTAK POLITIK - EDISI 175

Sistem Demokratisasi telah dijadikan agenda unggulan reformasi sejak lahirnya. Adakah yang berubah? Adakah kemajuan yang dicapai melalui reformasi institusi? Lantas bagaimana pula peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dalam agenda unggulan itu?

Berakhirnya rezim otoriter Orde Baru ditandai dengan semangat untuk melakukan reformasi institusi. Di era transisi menuju demokrasi, lembaga yang sudah ada lebih dulu dihadapkan pada krisis kepercayaan publik yang besar.
Lembaga itu dianggap tak mampu lagi menjawab persoalan yang muncul. Disitulah kemudian muncul state auxiliary agency (lembaga negara tambahan) yang berwujud pembentukan lembaga negara baru dan komisi baru.
Menurut Ibnu Elmi AS Pelu, sejak 2003 paling tidak telah berdiri sebanyak 14 komisi. Diantaranya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPKPN, Komisi Ombudsman, Komisi Yudisial, dan sebagainya.
"Diakui atau tidak, keberadaan lembaga negara tambahan itu otomatis menjadi pondasi baru bagi desain bangunan ketetanegaraan Indonesia di era reformasi, sekaligus merubah gagasan Trias Politica yang diintrodusir Montesquieu," kata Ibnu saat menjadi pembicara pada Sosialisasi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil kerjasama anggota DPD RI H Said Akhmad Fawzi Z Bachsin dengan Tabloid DeTAK di Hotel Dandang Tingang Palangka Raya, Sabtu pekan lalu.
KPK misalnya, terang Ibnu, jelas dibentuk karena ketidakberdayaan kepolisian dan kejaksaan. Dengan munculnya KPK diharapkan lebih banyak melakukan terobosan terhadap fakta terjadinya korupsi.
"Secara cultural law, dengan adanya KPK, maka lembaga penegak hukum lainnya harus membenahi diri," kata Akademisi bergelar Doktor jebolan Universitas Brawijaya ini.
Sama halnya dengan Komisi Yudisial, pengawasan terhadap perilaku hakim. "Apakah pengawasan internal di Mahkamah Agung selama ini tidak jalan? Lalu dibentuklah pengawasan secara eksternal oleh Komisi Yudisial," kata Master Ilmu Hukum ini.
Ibnu mengakui tidak mudah untuk menata langsung semua sistem yang sesuai dengan tuntutan zaman. Apalagi transisi yang terjadi tidak hanya dalam satu koridor, melainkan multiarah dan multidimensi. Masa transisi dari rejim otoriter menuju penerapan demokrasi, jelas Ibnu, berlangsung dalam kondisi masyarakat, negara, dan institusi yang terpuruk dalam krisis.
Ketika amendemen (perubahan) UUD 1945 dimulai, katanya mencontohkan, terjadi silang pendapat yang bermuara pada tiga dimensi. Pertama, UUD 1945 dianggap 'sakral' sehingga steril dari sentuhan.
"Sikap ini dibuktikan dengan diterbitkannya Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1993 tentang Referendum yang berisi kehendak untuk tidak melakukan perubahan UUD 1945. Apabila muncul kehendak mengubah terlebih dulu dilakukan referendum dengan persyaratan yang sangat ketat, sehingga kecil kemungkinan untuk berhasil. Usul perubahan harus diajukan ke sidang MPR untuk dibahas dan diputus," jelas Ibnu.
Kedua, dikhawatirkan akan merubah norma dasar (groundnorm) atau norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm), yaitu Pancasila. Ketiga, cemas hasil amendemen akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kendala ini, terang Ibnu, kemudian terjawab dengan menyepakati amendemen tanpa menyentuh sama sekali area groundnorm, mempertahankan NKRI, mempertegas sistem pemerintahan presidensial, dan penjelasan UUD 1945 yang memuat ha-hal normatif akan dimasukkan dalam pasal-pasal atau batang tubuh.
Perubahan awal dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 yang menghasilkan perubahan pertama. Usai itu, dilanjutkan dengan perubahan kedua pada Sidang Tahunan MPR 2000, perubahan ketiga 2001, dan perubahan keempat pada Sidang Tahunan 2002.
"Semua perubahan itu merupakan satu rangkaian dan satu sistem kesatuan. Ini yang harus dipahami," tegas Ibnu.
Akibat perubahan, lanjut pria kelahiran Buntok Kabupaten Barito Selatan 35 tahun lalu itu, terjadi perubahan paradigma pemegang kekuasaan kedaulatan rakyat. Dimana kedaulatan rakyat yang dulu dilakukan sepenuhnya oelh MPR, berubah menjadi kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD .
"Kedaulatan yang dilakukan sepenuhnya oleh MPR, justru telah mereduksi paham kedaulatan rakyat menjadi paham kedaulatan negara. Suatu paham yang hanya lazim dianut negara otoritarian. Sedangkan, perubahannya yakni kedaulatan rakyat dilaksanakan sendiri oleh rakyat melalui pemilu, tidak diserahkan kepada badan/lembaga manapun juga," rincinya.
Dengan perubahan itu, sambung pria yang S2 Hukumnya dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Kalimantan Selatan ini, tidak dikenal lagi istilah lembaga tertinggi negara.
"Kedudukan setiap lembaga negara bergantung pada wewenang, tugas, dan fungsi yang diberikan oleh UUD RI 1945. Semua lembaga negara memiliki kedudukan yang setara dan saling mengimbangi," sebut Ibnu.
Sayangnya, dosen ilmu Hukum pada Jurusan Syari'ah STAIN Palangka Raya ini mencemaskan bahwa reformasi hanya berhasil pada perubahan tatanan ketatanegaraan, sementara pada tataran impelmentasinya hingga kini belum sepenuhnya terjadi.
"Ibarat buah, 'ia' (tatanan ketatanegaraan-red) masih berada diatas, belum semuanya jatuh ke bawah," tandas Ibnu. Tak heran jika ia berharap banyak pada keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang juga merupakan salah satu lembaga baru selain Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial.
"Kalau perlu anggota DPD tidak hanya empat orang dari satu provinsi, tapi menjadi 24 orang sehingga kinerja semakin maksimal dalam rangka mengaspirasikan kebutuhan daerah yang diwakili," usulnya, seraya melirik Fawzi Z Bachsin yang duduk disampingnya.
Fawzi tersenyum lebar dan memberi apresiasi pada usulan Ibnu. Diakuinya, meskipun DPD setara kedudukannya dengan lembaga negara lainnya, sebutlah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, namun wewenangnya masih terkesan 'dikebiri'.
Wewenang DPD, sebut Fawzi, masih sebatas mengajukan kepada DPR rancangan UU soal otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Termasuk, memberikan pertimbangan soal pajak, pendidikan, agama, dan memberi pertimbangan pada calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Tapi, semua itu tak membuat DPD bertindak lebih karena kewenangan pengawasan sangat terbatas. Hasil pengawasan hanya untuk disampaikan kepada DPR guna bahan pertimbangan, tidak ikut serta dalam pembahasan apalagi pengambilan keputusan," beber Fawzi.
Makanya dalam pengajuan perubahan kelima UUD 1945 yang sudah dirampungkan DPD, terang Fawzi, naskah usulan perubahan sangat komprehensif. Usulan perubahan kelima menyangkut penguatan tiga isu sentral, yakni memperkuat sisten presidensial, memperkuat lembaga perwakilan, dan memperkuat otonomi daerah.
Isu lainnya soal kedudukan MPR RI, keuangan negara, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, penguatan parlemen daerah, pemisahan konsep pertahanan dan keamanan negara.
Selanjutnya isu tentang pendidikan dan kebudayaan, penguatan yudikatif, restrukturisasi Bab tentang HAM, dan dibentuk Komisi Negara Independen.
"Usulan perubahan konstitusi kali ini tidak lagi parsial, tapi komprehensif. Bulan lalu, DPD merampungkan naskah usul perubahan kelima UUD 1945 yang komprehensif. Pembahasan dan perumusannya bersama 75 perguruan tinggi se-Indonesia, dibantu antara lain para ahli dan tokoh,” kata Fawzi.
Fawzi menambahkan, banyak peran yang seharusnya diemban pemegang amanat rakyat, seperti wakil-wakilnya di DPD. Hanya karena kelemahan dan kekurangan konstitusi menyangkut sistem ketatanegaraan, yang menyulitkan posisi dan peran DPD untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya selama ini.
“Padahal, banyak urusan yang bisa diselenggarakan DPD, baik pimpinan maupun anggotanya, untuk membantu masyarakat dan menyelesaikan persoalannya. Misalnya, entah berapa banyak masukan dan usulan rancangan undang-undang yang tidak berhasil diperjuangkan DPD di DPR menjadi undang-undang,” beber pria kelahiran Pembuang Hulu Seruyan ini.
Fawzi menyatakan, DPD memperjuangkan produk-produk legislasi yang mengarahkan kebijakan pemerintah agar pro-rakyat dan pro-daerah. Persoalannya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki kekuasaan sepenuhnya untuk menyusun produk-produk legislasi, juga pengawasan dan penganggaran.
“Sebagai hasil reformasi, kelahiran DPD melalui perubahan ketiga UUD 2001, masih memiliki ketidakberdayaan. Betapa pun kegigihan dilakukan DPD, hasilnya perjuangannya tergantung kawan-kawan di kamar sebelah (baca: DPR-red). Mereka lah yang memiliki kekuasaan sepenuhnya,” paparnya.
Artinya, tegas Fawzi, menjadi sia-sia semua produk legislasi, juga pengawasan dan penganggaran, yang dibahas dan dirumus DPD yang sumbernya berasal dari aspirasi dan kepentingan masyarakat seluruh Indonesia.
"Ini membawa akibat DPD sebagai lembaga perwakilan daerah tidak dapat secara optimal mengawal aspirasi daerah dan masyarakat dalam tataran kebijakan di tingkat nasional," jelas mantan Ketua DPRD Kalteng ini.
Mekanisme check and balance, jelas Fawzi, seharusnya juga diterapkan dalam lembaga legislatif, dimana interaksi dan sinergi antar kamar dalam sistem bikameral dapat berjalan konstruktif-simultan.
"Didudukkan dalam konteks saling mengisi, saling mengimbangi, dan saling menjaga antar lembaga perwakilan, sekaligus untuk memperkuat kualitas produk dalam mengartikulasikan aspirasi daerah dan masyarakat," paparnya di depan peserta sosialisasi yang sebagian besar didominasi generasi muda.
Sejak periode I (2004-2009) dan periode II (tahun sidang 2009-2014) DPD telah menghasilkan 22 usul RUU, 112 pandangan dan pendapat, 7 pertimbangan, 64 hasil pengawasan, 34 pertimbangan terkait anggaran, dan 1 usul prolegnas. (DeTAK-rickover)

Kantor Hangus Terbakar, Kades Tetap Dilantik

DeTAK PERISTIWA - EDISI 175

Suasana panas di Desa Merkati Jaya, Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten kotawaringin Timur ( Kotim) pasca pemilihan Kepala desa, tidak mempengaruhi jadwal pelantikan Abdurrahman sebagai kepala desa terpilih untuk periode 2011-2017.

PELANTIKAN-Bupati Kotim H Supian Hadi
melantik Abdurrahman sebagai Kepala Desa
Markati Jaya, Kecamatan Pulau Hanaut
 di Aula Kecamatan. FOTO : UMAR
Begitupun dengan kondisi bekas kebakaran yang Kantor dan Balai Desa Minggu dini hari pekan lalu, sekitar pukul 01.00 Wib, tidak berpengaruh pada pelantikan.
Hanya saja, sebelum dilantik, Selasa, sejumlah dugaan menyeruak. Kantor merupakan aset milik negara, apakah berkaitan proses pemilihan pilkades ataukah dokumen penting didalamnya dan atau karena arus pendek listrik? Itulah yang menjadi PR pihak aparat yang berwajib.
Pelantikan tetap dilakukan Bupati Kotim H Supian Hadi di Aula Kecamatan, pada pukul 10.00 siang, sekitar 12 Kilometer dari Desa Markati Jaya.
Suasana pelantikan itu terbilang aman dan terkendali. Acara dihadiri ratusan warga Bapinang dan para pendukung pemenang pilkades.
Pengaman pelantikan tidak terlalu ketat, hanya ada beberapa aparat Kepolisian dan TNI yang berjaga. Bupati sendiri datang bersama rombongan serta sejumlah Kepala Satuan kerja perangkat Daerah(SKPD) dan sejumlah unsur Forum Komunikasi Perangkat Daerah(FKPD).
Terpilihnya Abdurrahman sebagai kepala pemerintahan di Desa Markati Jaya, dinyatakan Bupati sudah sesuai dengan aturan.
Supian Hadi meminta agar masyarakat desa tersebut bisa menerima kades mereka yang baru, karena setelah resmi dilantik yang bersangkutan adalah milik masyarakat Markati Jaya sendiri.
Menurutnya, kalah dan menang dalam pemilihan kepala pemerintahan itu adalah hal yang biasa. ”Memang ada kejanggalan dalam proses pilkades ini, mulai dari pendaftaran hingga proses pemilihan dan lain-lainnya. Saya pun banyak mendapat masukan miring maupun lurus sebelum pelantikan ini. Bahkan, ada yang menghujat saya dan wakil bupati karena lambat melakukan pelantikan. Saya anggap itu hanyalah kerjanya provokator saja, karena yang namanya bupati, saya harus menjalankan aturan sesuai dengan perundang-undangan. Saudara Abdurahman hari ini dinyatakan sah sebagai kepala Desa,” ungkapnya saat menyampaikan sambutannya.
Lanjut, Supian Hadi, meski ada yang tidak puas dengan hasil ini, ia berpesan dalam menjalankan pemerintahan nanti jangan sampai ada kesan tebang pilih,terutama terpengaruh dari proses pilkades.
Dirinya mengingatkan, agar kades tidak bersikap pilih kasih memberikan pelayanan baik terhadap para warga yang dulu mendukungnya maupun yang tidak.
Tentang kebakaran, Bupati menyayangkan hal itu terjadi. Dia mengatakan, hal itu sangatlah merugikan daerah terutama warga Markati Jaya sendiri. “Kades yang baru tidak punya kantor, terpaksa harus berkantor di rumah. Kalau begini yang rugi masyarakat sendiri karena pelayanan akan terganggu dan kades serta aparatnya tidak bisa kerja maksimal," kata Supian.
Dikatakannya, sengaja atau tidak sengaja kantor dibakar itu adalah urusan yang kuasa. Namun pemerintah daerah meminta agar pihak Kepolisian bisa menyelidiki kasus ini dan menemukan oknum pelaku pembakaran.
Disamping juga dirinya meminta agar masyarakat nantinya jangan sampai menghakimi sendiri apabila pelaku pembakaran tertangkap.
Kapolres Kotim AKBP Abdul Hasyim, melalui Kapolsek Pulau Hanaut, Bambang Subekti mengatakan, pihaknya sudah mengumpulkan beberapa saksi didekat lokasi kebakaran itu.
Sedangkan barang bukti berupa serpihan benda sisa kebakaran seperti rongsokan komputer, meteran PLN dan lainnya sudah diamankan.
"Kami terus melakukan penyelidikan serta terus mengembangkannya,” ucap Bambang.
Camat Pulau Hanaut , Nasrudin ketika di konfirmasi mengatakan, kerugian terbakarnya bangunan Kantor dan balai desa itu,tidak hanya meludeskan perabotan aset desa, sejumlah arsip dokumen penting juga lenyap jadi arang. ”Kami memperkirakan kerugian mencapai 200-an juta rupiah,” ungkapnya.
Menyinggung soal pemilihan Abdurrahman 22 Januari 2011 lalu, Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Hanaut Sogeng Slamet menjelaskan, Abdurrahman mendulang 148 suara, sedangkan pesaingnya Bernal Narang mendapat 85 suara.
Warga yang mendapat hak pilih terdaftar 537 orang, namun yang hadir mengunakan hak pilih 278 suara.Sementara yang tidak hadir 259 orang, dengan persentase kehadiran 51,8 persen.
Diantara peserta pemilih mengunakan hak pilihnya yang sah 233 suara, sedangkan yang tidak sah 45 suara. Proses pemilihan itu berlangsung mulai pukul 08.00 hingga malam pukul 19.30 wib.
Dari jumlah pemilih yang hadir, kurangnya kauorum pemilih dari 2/3 suara pemilih belum mencukupi sehingga diundur. Sebagian warga enggan datang ke TPS lantaran sebagian dari mereka bekerja di perkebunan dan sawah, karenanya kuota pemilih masih tidak mencukupi hingga diberi waktu tunggu.
”Memang proses pelaksanaan sesuai perda,pemilihan tidak mencapai target dua pertiga dari jumlah suara. Kita tunggu hingga mengulurkan waktu kepada pemilih, ditambah dua jam pertama belum mencukupi, hingga dua jam kedua juga tidak mencukupi jumlah kuota pemilih. Hingga peserta calon mengadakan rapat dan sepakat untuk ditambah satu jam lagi sampai malam, hingga target dua per tiga suara tercapai,” ucap Sogeng Slamet ketika dikonfirmasi via ponselnya, Rabu. (DeTAK-umar)

Harga Tanah Melambung, Sengketa Tanah Meningkat

DeTAK DAERAH - EDISI 175

Camat Kahayan Hilir M Akib mengingatkan, para masyarakat atau investor yang ingin membeli tanah di Kabupaten Pulang Pisau, terutama di Kecamatan Hahayan Hilir agar berhati-hati dan betul-betul meneliti hak atas tanah tersebut, mengingat banyaknya kasus sengketa tanah di kecamatan itu.

Akib menyebutkan, kasus sengketa tanah sangat tinggi seiring dengan terus meningkatnya harga tanah di Pulang Pisau. Peningkatan itu, bukan hanya untuk kebutuhan pemukiman dan kawasan pengembangan ekonomi melainkan juga untuk perkebunan yang belakangan ini sangat pesat pertumbuhannya.
"Saat ini banyak investor tanah yang masuk ke wilayah Pulang Pisau. Ini mempengaruhi tingginya nilai jual tanah. Kami mengingatkan investor apabila ingin membeli tanah agar betul-betul meneliti alas hak dan pemilik asli atas tanah tersebut." kata Akib.
Bila meragukan, lanjut dia, investor bersangkutan segera melakukan verifikasi ke aparat desa atau kelurahan untuk membantu mengidentifikasi syah atau tidaknya alas hak yang ada.
"Siapa pun yang ingin melakukan pemindahan hak atas tanah dengan cara jual beli agar meninjau dan melihat langsung objek yang akan dibeli. Minta klarifikasi dari batas kiri dan kanan atas tanah tersebut," terang Akib.
Kalau tanah tersebut status alas haknya berupa surat adat atau surat pernyataan tanah, sambungnya, pembeli jangan sampai pembeli hanya membeli di atas meja saja, tanpa mengetahui objek lokasinya.
Akib menambahkan, penyebab tingginya harga tanah saat ini juga dipicu masuk investor yang ingin mendirikan bangunan sarang burung walet. "Saat ini bangunan sarang burung walet sudah banyak berdiri sehingga harga tanah melambung tinggi," ungkapnya.
Sayangnya, kata Akib, kondisi demikian tidak diimbangi dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang telah ditetapkan Kantor Pelayanan Pajak Pulang Pisau sehingga pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak sesuai dengan kondisi real yang ada.
Demikian pula dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang pembayarannya menjadi tidak maksimal dengan NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP) menjadi Rp 60 juta berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009.
Padahal sebelum NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp9 juta untuk wilayah Kecamatan Kahayan Hilir dan sekitarnya.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pulang Pisau H Sabarudin menambahkan, guna menghindari permasalahan di kemudian hari, investor harus meneliti surat-surat tanah yang ingin dibeli. "Apabila meragukan atas surat-surat tanahnya, alangkah baiknya menanyakan langsung ke BPN," ajaknya. (DeTAK-dhanny)

Suara Burung Walet Ada Takarannya

DeTAK ANJANGSANA - EDISI 175

Karena bangunan burung Walet dikatakan mengganggu lingkungan, maka diperlukan Perda untuk mengatur. Sedangkan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)-nya hingga saat ini sudah diterima Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Katingan.
 
“Mengganggu lingkungan yang saya maksud adalah lahan sebagai tempat berdirinya bangunan sebagai tempat penangkaran walet itu. Jika bangunan tersebut sudah berdiri yang akan terganggu, diantaranya lahan yang ditempati dipastikan mati, dan disekeliling bangunannya tentu saja banyak mengandung tinja dari walet itu sendiri,” kata salah seorang Staf ahli DPRD Kabupaten Katingan Noto M Saleh SH MH kepada Detak, Kamis kemaren usai penerimaan 7 Raperda, termasuk salah satunya Raperda pendirian bangunan penangkaran Walet di ruang lobi anggota Dewan.
Dari 14 kabupaten dan kota di Kalteng, menurut Noto, masih belum jelas apakah sudah ada atau belum Perda yang mengatur masalah bangunan Walet ini.
Sejauh ini, terang Noto, sejumlah kabupaten dan kota yang ada di Kalteng hampir semuanya masih dalam perencanaan. Di Katingan sendiri masih dalam tahap akan dilakukan pembahasan, sebab belum mendapat jadwal dari anggota Dewan.
"Saya yakin, pembahasan Raperda Walet itu akan selesai pada tahun ini juga. Dewan pun akan melibatkan pengusaha walet dan masyarakat disekitar bangunan penangkaran walet tersebut,” tegas pria yang juga menjadi salah seorang pengacara di Bumi Tambun Bungai ini.
Terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Katingan Yapeth P Nandjan membantah kalau unggas yang bernama burung Walet itu mengganggu lingkungan.
Berdasarkan apa pengkajian Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Pusat beberapa waktu lalu, terang Yapeth, yang namanya penyakit flu burung  dan flu babi itu adalah nama virus yang menyerupai burung, kalau itu virus flu burung, dan yang menyerupai babi kalau itu virus flu babi.
“Artinya, Flue itu bukan berasal dari burung atau unggas yang bersangkutan,” tegas Yapeth kepada DeTAK, Kamis kemarin  di ruang kerjanya.
Tinja burung Walet, jelasnya,sebenarnya bukannya menimbulkan penyakit, tapi malah bisa dijadikan pupuk untuk menyuburkan tanaman. Begitu juga dengan suara walet sama sekali tidak menimbulkan kebisingan. Untuk membuktikan kebisingan pada suara, tentunya ada ukurannya atau aturan tersendiri. Tidak asal-asalan di dalam menentukannya.
“Kalau suara kicauan burung Walet itu tidak melebihi dari baku mutu suara yang diperkenankan, artinya tidak sampai mengganggu orang yang sedang tidur apa lagi mengganggu orang yang sedang berkonsentrasi dalam pekerjaannya,” sebut mantan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Katingan ini.
Seraya memperlihatkan baku mutu suara tingkat kebisingan yang wajar atau maksimal, diantaranya jika berada di kawasan perumahan atau pemukiman maksimal 55 Desimble (DB), di tempat perdagangan dan jasa 70 DB.
Kemudian, di perkantoran dan perdagangan 65 DB, di ruang terbuka 50 DB, Industri 70 DB, di daerah khusus seperti di Bandara, di Pelabuhan, dan Kereta api 70 DB, serta di Cagar Budaya 60 DB.
Yang menilai tingkat kebisingan suara dimaksud, lanjut dia, adalah BLH setempat. Karenanya sebelum izin mendirikan penangkaran walet, pengelola diwajibkan mengantongi rekomendasi baku mutu suara atau kebisingan dimaksud. Begitu pula dengan dokumen lingkungan hidupnya harus diurus terlebih dahulu.
Dokumen dimaksud, ujar Yapeth, adalah membuat surat pernyataan pengelolaan lingkungan yang disahkan oleh BLH setempat.
Terkait dengan Raperda Walet yang bakal dibahas dan pada akhirnya nanti akan diterapkan di wilayah Kabupaten Katingan, Yapeth membagi dalam dua bagian.
Pertama, selaku pengelola dan penangkaran, dan yang kedua adalah selaku pengusaha wallet. Kebanyakan yang ada di Kabupaten, sebut Yapeth, hanya sebatas pengelola dan penangkaran, bukan sebagai pengusaha.
"Kalau pengelola dan penangkaran Walet tindakannya hanya sebagai penjual produksi sarang burung Walet, tapi kalau pengusaha Walet, dia sudah jelas melakukan jual-beli. Untuk itu dia harus mempunyai Badan Usaha," rincinya.
Tentunya,sebagai pengelola dan penangkaran Walet, kata Yapeth, diwajibkan untuk mengurus izin penangkaran atau izin mendirikan bangunan dengan mengacu pada Perda yang dibuat Pemerintah daerah setempat.(DeTAK-aris)

Berebut Tiket Menuju Festival Isen Mulang 2011

DeTAK BUDAYA - EDISI 175

Tak kurang dari lima belas pasangan turut ambil bagian dalam ajang Pemilihan Lomba Lagu Pop Daerah Kalteng, yang diselenggarakan Pemerintah Kota Palangka Raya pekan lalu. Ini merupakan ajang tahunan yang digelar dalam persiapan menuju Festival Isen Mulang Tingkat Provinsi bulan ini.

FOTO: YUSY
Setelah melalui lomba dan penjurian, akhirnya dipilih enam pasang pemenang untuk kategori lomba lagu pop daerah tersebut. Mereka adalah pasangan Olivia Ilona Tunjang dan Rio Seprayen meraih Juara pertama, Rio dan Dhea meraih Juara Kedua serta Daniel Kristian dan Cecillia Marsha Putri sebagai Juara Ketiga. Sementara itu, untuk juara harapan pertama diraih Alalanda Ludus Saingan dan Maria, harapan dua diraih oleh Ivan Loren Theo dan Magdalena dan harapan ketiga diraih oleh Aberia Medianto dan Yolanda Priscila Putri.
Lomba Lagu Pop Daerah ini diadakan selama dua hari. Ada tiga juri yang menilai para peserta untuk untuk kompetisi ini, yakni Kapeno Nahan, Gerhard Gere Masal, dan Hagai. Lagu yang dipilih sebagai lagu wajib dalam lomba ini adalah lagu ‘Mameteng lawai gita’ karya gerhard gere. Dimana lagu tersebut sengaja di jadikan lagu wajib karena lagu ini belum populer dan belum pernah dinyanyikan, seperti dikatakan Yohana mewakili ketua panitia dan Kadis Budpar Kota Palangka Raya, Tracy Anden. Dan lagu pilihan bebas dipilih oleh peserta. Adanya duet untuk lomba lagu pop daerah ini diakui baru diadakan tahun ini, hal tersebut dikarenakan permintaan dari provinsi, “ pada festival Isen Mulang tidak ada yang menyanyi solo melainkan duet” jelas Yohana.
Yang menjadi wakil dari kota untuk maju pada tingkat provinsi hanya satu orang saja yang terpilih. Ia mengakui, pada tahun ini, perserta yang ikut rata-rata memiliki kemampuan yang bagus. Peserta yang mengikuti kegiatan sendiri terdiri dari mahasiswa, pelajar dan ada beberapa dari sanggar-sanggar dan terbuka untuk umum, “tahun ini lebih banyak peminatnya” ujarnya. Disbudpar Kota Palangka Raya sendiri berharap, agar peserta bisa lolos dan menjadi yang terbaik, baik di tingkat provinsi.
Selain lomba lagu pop daerah, budpar juga mengadakan audisi Gita Bahana Nusantara tingkat kota Palangka Raya, dan sudah melewati tahap seleksi pemenang untuk kembali bersaing di tingkat provinsi nantinya. Mereka adalah, untuk putra pemenang pertama adalah Alalanda Ludus Saingan, kedua Ivan Lorentheo, ketiga adalah Harvest, keempat, Dhani, kelima Yunada dan keenam Andrew Soan. Pemenang purti, pertama Cecillia Marsha Putri, kedua Maria Elfrieda Concelia, ketiga Meyria Sintani, keempat Connie, kelima Magdalena dan keenam adalah Oriza Zahra.(DeTAK/yusy)