DeTAK BUDAYA EDISI 179 & 180
Di era 80 hingga 90-an, siapa yang tidak kenal dengan novel remaja ‘Balada Si Roy’. Novel itu sama terkenalnya dengan kreatornya sendiri, yakni Gol a gong atau Heri Hendrayana Harris.
Gol a gong alias Heri Hendrayana Harris kreator novel 'Si Balada Roy' foto bersama Yusy Wartawan Tabloid DeTAK |
Gol a gong adalah nama pena dari Heri sendiri. Nah, baru-baru ini ia bertandang ke Kota Palangka Raya atas undangan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), dalam rangka sosialisasi gemar membaca dan wajib membaca menuju Kalteng Harati.
Kunjungannya ini merupakan kali pertama. Kota Palangka Raya, menurut Gol a gong, termasuk kota yang sangat ingin ia kunjungi, selain Bukit Tinggi.
Bahkan, masuk dalam daftar list doa-nya untuk kota yang yang ingin ia kunjungi, dan akhirnya terjawab pada 2011 ini. Alasannya diundang, karena Gol a gong dinilai sukses mendirikan sekaligus pemilik dari taman bacaan untuk masyarakat, yang dinamai Taman Dunia. Gol a gong bahkan mampu mendirikannya secara mandiri.
Hanya saja, ia sedikit kecewa. Panitia tidak mengundang stakeholder yang justru menjadi tonggak utama berdirinya taman bacaan. "Saya kurang suka jika hanya bicara di depan pejabat," tegas Gol a gong.
Tapi, pada dasarnya ia sangat mendukung program itu. Apalagi dana untuk mendirikan taman bacaan sepenuhnya didukung pemerintah daerah.
Ketimbang pengalamannya saat mendirikan taman bacaan dulu, kata Gol a gong, ia tidak pernah mau mengambil (baca: menggunakan-red) dana yang berasal dari pemerintah.
Tepatnya, ia tak ingin bergantung pada pemerintah. Lainnya, karena ia masih merasa mampu membiayai sendiri rumah dunia-nya. Akan tetapi,ketika selang beberapa tahun, Gol a gong mau menerima dana pemerintah lantaran kebutuhan semakin meningkat.
"Kalau dipikir, tidak ada salahnya jika memang dana dari pemerintah itu ada dan dimanfaatkan. Daripada dana tidak dimanfaatkan," kata Gol a gong.
Diwajibkannya setiap kabupaten di Kalteng mendirikan 10 taman bacaan masyarakat (TBM) dipandang Gol a gong sangat baik. "Dapat memberikan peluang bagi komunitas, sanggar, lembaga ataupun perorangan yang berbadan hukum, agar dapat membuat taman bacaan, sehingga dapat dimanfaatkan seluruh masyarakat," nilainya.
Gol a gong menyarankan nantinya pengelola TBM adalah orang-orang yang memiliki latar belakang seni, seperti teater, seni rupa, jurnalistik, dan guru. "Ini karena dari pengalamannya. Sangat penting juga untuk pengkaderan menjadi pengelola agar lebih mudah nantinya," katanya.
Ternyata mendirikan TBM itu sudah menjadi obsesi besarnya sejak remaja. Obsesinya itu didekap demikian eratnya. 'Ia' merasuk dalam hingga menjadi bagian dari mimpinya.
Tak salah, jika Gol a gong menyebut TBM dengan istilah 'Rumah Dunia'. Itu diwujudkan dengan mendirikan Komunitas Kesenian Rumah Dunia diatas tanah seluas 1000 meter persegi, tepat di belakang rumahnya di Kompleks Hegar Alam, Cibinong Serang, Banten.
Ia tidak sendiri kala mengawali berdirinya rumah impiannya. Gol a gong didukung rekan sejawatnya, Toti ST Radik dan (alm) Rys Revolta.
Usai 'rumah dunia' berdiri, tantangan tak jua meredup. Gol a gong mesti berupaya mengundang anak-anak sekitar rumahnya untuk membaca buku-buku yang ia sediakan.
Itupun diwarnai dengan kecurigaan sejumlah pihak, lantaran mengumpulkan anak-anak ke rumahnya. Namun, tekadnya tak mampu ditaklukkan, guna menepis dugaan miring, Gol a gong mengundang mahasiswa untuk bergabung.
"Hasil dan manfaat yang diperoleh anak-anak tersebut membuat orang tua dan lingkungannya percaya, bahwa rumah dunia berguna, sehingga berkembang seperti sekarang," kenangnya.
Baginya 'rumah dunia' adalah madrasah kebudayaan yang bergiat di bidang jurnalistik, sastra, film, teater, musik dan menggambar.
Misinya adalah mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis di Bumi Banten. Juga, mengandung filoofi memindahkan dunia ke rumah lewat buku, warna, rupa, gerak, suara, dan internet. “Komplitnya, melawan kabatilan dengan pena,” simpul Gol a gong.
Selain sharing soal TBM, dalam silaturahmi dengan pecinta dan penulis dari Kalimantan Tengah malam itu, ia juga berbagi pengalaman dalam dunia tulis menulis, khususnya bagi penulis pemula dan siapa pun yang ingin menulis.
“Penulis itu harus mempunyai wawasan” ujarnya mengawali. Selain itu dari pengalamnya menulis ‘balada si roy’ ia melakukan riset selama enam tahun terhadap tokoh Roy.
“Juga harus punya gagasan yang baru” tambahnya. Yang tidak kalah penting, lanjut Gol a gong, sebelum menulis di perlukan pemetaan sastra seluruhya, yang kemudian dibuat semacam kesimpulan, sehingga tahu apa yang akan ditulis.
“Sekarang yang sedang trend adalah novel-novel inspiratif. Contohnya ‘Laskar Pelangi’ karya Andrea Hirata. Juga novel sejarah dan epic," jelasnya. (DeTAK-yusy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar