Mungkinkah Pemko 'Putus' dengan BPK

DeTAK UTAMA EDISI 167

Surat Walikota Palangka Raya Nomor 900/ 225/Bid.III/DPKAD/III/2011 tertanggal 29 Februari 2011 tentang Penunjukan bank untuk tempat menyimpan uang daerah Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya yang ditujukan kepada Direktur PT Bank Pembangunan Kalteng (BPK) Cabang Utama menuai sorotan berbagai kalangan.

BPK Palangka Raya (foto:yudhet)
Padahal surat Walikota itu adalah jawaban terhadap Surat Direktur Utama BPK Nomor KCU.102/SB-200/111 tanggal 28 Januari 2011 perihal Penunjukan BPK sebagai bank penyimpan uang daerah Pemko.
Yang menjadi titik krusial ketika Walikota dalam suratnya itu menyebut Pemko mendapat penawaran juga dari empat bank pemerintah yang berminat menawarkan untuk menjadi tempat menyimpan uang daerah Pemko, selain BPK.
Namun dalam suratnya itu, Walikota tidak menyebut menerima penawaran empat bank tersebut. Walikota hanya meminta tanggapan dari pihak BPK tentang penawaran itu. Malah, Walikota menghargai permohonan BPK untuk terus menjadi bank tempat menyimpan uang daerah Pemko. Prinsipnya, bersifat saling menguntungkan dan pelayanan proporsional, baik bagi Pemko maupun bagi BPK sendiri.
Kontan reaksi pun bermunculan dari beberapa sumber yang ditemui DeTAK sepekan ini. Anggaota Komisi II DPRD Kota Palangka Raya Pdt Nelson CV Rembet misalnya, spontan meminta Pemko tidak menerima tawaran empat bank tersebut. Ia menegaskan, Dewan tidak setuju bila uang daerah pindah ke bank lain . Alasannya, selain otonomi daerah dan peningkatan atau pembesaran BPK , Dewan juga mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 62 tahun 1999 dimana dalam pasal 2 dan 3 menetapkan bahwa tugas pokok BPK mendorong pertumbuhan perekonomian pembangunan daerah , termasuk sebagai pemegang kas daerah atau penyimpan uang daerah.
Sama halnya dengan rekannya di DPRD Kalteng, Ina Prayawati. Ina menjelaskan, fungsi bank daerah selain sebagai pemegang kas daerah atau menyimpan uang daerah, juga sebagai pendorong terciptanya tingkat pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. “Bila uang daerah tersimpan di BPK, otomatis akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tandasnya kepada DeTAK via ponsel, belum lama ini.
Sudah tidak lucu, nilai Ina, bila pemerintah daerah, dalam hal ini pihak Pemko Palangka Raya tidak mendukung kemajuan BPK, yang notabene sebagian saham BPK adalah milik Pemko sendiri. “Apapun alasannya, pihak legislatif tidak setuju bila sebagian atau semua kas daerah disimpan atau dipindahkan di bank lain. Itu sama saja Pemko tidak mendukung BPK. Ibarat seseorang yang memiliki anak, namun tidak mau membesarkannya. Justru membesarkan anak orang,” tegas kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV.
Namun, Direktur Pemasaran BPK Charli Taman menjelaskan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah Provinsi Kalteng dan kabupaten/ kota dalam upaya memberi pelayanan yang maksimal, terutama memaksimalkan pelayanan dalam pengelolaan keuangan daerah atau kas daerah. “Pelayanan ini selalu kita evaluasi dan kita tawarkan. Ke depan pelayanan BPK akan dioptimalkan lagi, sehingga pelayanannya betul-betul maksimal, baik pelayanan yang bersipat fisik maupun teknologi,” terangnya kepada DeTAK diruang kerjanya, pekan ini.
Pihaknya mengharapkan dukungan dari pemerintah provinsi, kabupaten/ kota sebagai pemilik saham di BPK. Dukungan itui akan dikembalikan dalam bentuk reward berupa deviden atau keuntungan atas hasil dari usaha bank. “Kalau lebih banyak untungnya, kan yang menikmati juga pemiliknya,” sebut Charli.
Lantas apa pendapat Pemko sendiri? Wakil Walikota Palangka Raya H Maryono berpendapat, bila BPK bisa dikatakan lembaga profit, nilai Maryono, selayaknya BPK harus mampu bersaing dengan bank lainnya. Dengan adanya tawaran itu, Pemko bukan berarti meninggalkan BPK, tapi yang menjadi pertanyaan, kenapa bank lain bisa bisa menawarkan sesuatu yang lebih ketimbang BPK. “Jadi, dalam persaingan perbankan hal itu sah-sah saja. Justru dengan seperti ini, saya kepingen BPK itu milik umum dan bukan milik PNS saja. Dengan seperti itu, BPK bisa bersing secara sehat dengan bank-bank lain,” tegasnya.
Pimpinan Bank Indonesia (BI) Palangka Raya Amanlison Sembiring menambahkan, dari regulasi perbankan yang dikeluarkan BI tidak ada yang mengharuskan pemerintah daerah menyimpan kas daerah di bank tertentu.
”Ini sifatnya free market. Siapa yang memberi pelayanan terbaik itulah yang dipilih nasabahnya,” katanya. Namun, bila pemerintah daerah terlibat dalam pemegang saham BPK, maka seyogianya ikut membesarkan bank dimaksud. Pimpinan BI ini yakin pemerintah daerah tetap ingin membesarkan BPK, meskipun ada niat pemerintah daerah membagi kelebihan kasnya ke bank lainnya. Amanlison tidak menganggap tawaran beberapa bank umum pada Pemko untuk menyimpan uang daerah di bank bersangkutan sebagai ancaman. (DeTAK-indra/rickover)

DeTAK UTAMA .....  BACA SELENGKAPNYA di TABLOID DeTAK EDISI 167

Tidak ada komentar:

Posting Komentar