Biaya Tambahan Raskin Dianggap Pungli

DeTAK ANEKA EDISI 174

Program pemerintah pusat dalam bentuk beras miskin (Raskin) sejatinya bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga warga miskin. 

Hal ini sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial berupa beras murah dengan jumlah maksimal 15 kg per rumah tangga miskin setiap bulannya masing-masing seharga Rp1.600,- per kg pada titik distribusi. Kendati demikian program raskin ditengarai tidak luput dari penyimpangan-penyimpangan.
Dari hasil investigasi DeTAK, ditemui banyak masalah dalam penyaluran program raskin, seperti salah sasaran, adanya pungutan-pungutan diluar ketentuan dan lain sebagainya. Artinya, program raskin yang semestinya disalurkan atau dijual kepada keluarga-keluarga miskin ternyata juga tidak sedikit yang jatuh ke tangan orang-orang yang tidak masuk dalam kategori miskin.
Salah sasaran ini banyak disebabkan oleh human error (kesalahan manusia), dimana para petugas lapangan justru diduga membagi-bagikan kupon raskin pada keluarga dekat atau teman kerabatnya. Bahkan tidak sedikit keluarga sejahtera yang ‘menagih jatah’ beras murah tersebut.
Disisi lain, adanya harga yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Naiknya harga raskin yang harus ditebus warga disebabkan oleh alasan yang seringkali dimunculkan para petugas untuk menjawab ketidaktersediaan dana untuk pengangkutan (distribusi beras), pengadaan kantong plastik dan lain-lain. Akibatnya, biaya ini dibebankan kepada warga miskin sehingga tidak heran kalau harga awal berbeda dengan harga di lapangan.
Salah satu contoh yang terjadi di Kelurahan Bukit Tunggal, Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya, dimana adanya dana tambahan atau pungutan yang harus ditanggung warga miskin dalam membeli beras raskin di kelurahan sebesar Rp5.000,- untuk jatah dua bulan. Sementara itu, Lurah Bukit Tunggal, Yuliani, saat dikonfirmasi DeTAK, membenarkan hal tersebut. “Ini adalah kesepakatan kita dengan RT,” ujarnya. Menurut dia, hal tersebut sangat beralasan, pasalnya pungutan itu disamping untuk menutupi kecolongan beras raskin akibat terbatasnya petugas yang ada di kelurahan, juga digunakan untuk membayar petugas yang menjaga beras tersebut di kelurahan, serta untuk biaya penimbangan dan pengemasan beras raskin di kantor dolog sebesar Rp1.000 per KK. Dikatakan, pihaknya juga mendapat dana operasional beras raskin dari bulog sebesar Rp125 ribu per bulan. Namun, dana tersebut terbilang sangat minim untuk kegiatan operasional. “Apa mau petugas menjaga beras kalau tidak ada lebihnya. Mau tidak mau kita membicarakan hal ini dengan RT, dan RT tidak keberatan karena semua kelurahan juga seperti itu,” terang Yuliani, seraya menjelaskan penerima beras raskin di wilayahnya sebanyak 741 KK.
Sementara itu, kepala Perum Bulog Devisi Regional Kalteng melalui Kabid Pelayanan Publik, Dandel Matal mengatakan pihaknya hanya menyediakan kemasan karung beras raskin untuk ukuran 50 Kg. Namun, apabila pihak kecamatan dan kelurahan meminta kemasan 15 kg, maka pihaknya hanya bisa membantu dalam pengemasannya saja. Sedangkan karung ukuran 15 kg yang menyediakan pihak kelurahan. “Jadi pihak bulog tidak meminta biaya apa-apa. Kan dalam pengemasannya pihak kelurahan berhubungan dengan buruh gudang. Mungkin yang meminta dana sebesar Rp1.000 per karung isi 15 kg adalah buruh gudang untuk membatu pengemasannya,” ujarnya. Lebih jauh dikatakan Dandel bahwa dalam penyaluran beras raskin dari gudang bulog ke titik distribusi merupakan tanggungjawab bulog dengan harga Rp1.600 per kg.
Sementara itu, Walikota Palangka Raya HM Riban Satia dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada pungutan tambahan yang harus ditanggung masyarakat miskin dalam mendapatkan beras raskin. Artinya, tegas Riban, apabila ada pungutan tambahan yang diduga dilakukan oknum kelurahan dan oknum lainnya, maka pungutan tersebut adalah pungutan liar atau illegal. “Jadi, apapun alasannya tidak boleh ada pungutan untuk masyarakat penerima beras raskin,” tegasnya ketika dikonfirmasi DeTAK, pekan lalu, di ruang kerjanya. Disisi lain, Riban mengakui bahwa terkadang kebijakan pusat terhadap distribusi beras raskin berbeda-beda akibat kurangnya koordinasi dengan daerah. Seperti adanya kebijakan pihak Bulog yang dibuat dalam kemasan 50 kg, hal ini tidak terkomunikasi dengan daerah penerima, sehingga kemasan 50 kg tersebut dibagi-bagi lagi menjadi kemasan 15 kg sesuai dengan jumlah jatah penerima raskin per-KK-nya. Dalam menangani masalah biaya kemasan tersebut, kata walikota, pihaknya selama ini tidak pernah membebani biaya itu kepada masyarakat penerima raskin, tetapi sudah tersedia dalam APBD Kota Palangka Raya. “Seperti tahun kemarin, kita sudah ada tambahan dana untuk membeli kemasan dan sebagainya. Jadi ditingkat kelurahan tidak ada biaya yang harus ditanggung masyarakat penerima raskin,” ungkapnya. Dikatakan lebih jauh, apabila ada biaya tambahan di kelurahan yang harus ditanggung masyarakat penerima raskin, maka hal tersebut sangat tidak dibenarkan. “Kalau memang ada pihak kelurahan yang meminta biaya tambahan, tolong laporkan ke saya biar lurahnya ditindak,” tegasnya. (DeTAK-indra marbun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar