Perjalanan Hidup dan Romantisme Dalam Puisi ‘Rambang’

DeTAK HIBURAN - EDISI 174

Masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali memiliki koleksi buku kumpulan puisi bernuansa lokal bertajuk ‘Rambang’. Buku kumpulan puisi ini diracik dua penyair lokal Kalteng, Agung C.P dan Suyitno B.T. ‘Rambang’ telah diluncurkan ke pasar setelah melalui proses bedah buku tersebut di Gedung Olah Seni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palangka Raya Sabtu,30 April lalu. 

Agung C.P
Acara Bedah Buku ‘Rambang’ ini menghadirkan dua nara sumber ternama dari kalangan sastra Kalteng yakni Titik Wijanarti dari penelitian balai bahasa provinsi Kalteng dan JJ. Kusni dari lembaga Kebudayaan Dayak.
Terkait isi buku, JJ. Kusni yang terkenal sangat kritis terhadap penguatan nilai-nilai Budaya Masyarakat Kalteng, menilai penulis masih kurang memperhatikan masalah lokal (Kalteng). Menurut Kusni, dari semua puisi yang ditulis, hanya 7 hingga 8 puisi saja yang bertemakan murni tentang Kalteng. “contohnya konflik etnik dan lainnya lepas dari pengamatan penulis” ujarnya. Meskipun menurut Kusni ada usaha dari Agung C.P untuk menampilkan kelokalan Kalteng, tetapi dirasa tidak adanya pendalaman. Artinya menuntut pembauran lebih tentang budaya lokal dan lebih menyoroti soal budaya. Selain itu, ia juga menilai puisi-puisi yang ditampilkan terasa monoton dari awal hingga akhir.
Berbeda dengan Kusni, Titik Wijanarti sendiri menilai puisi-puisi yang ditampilkan tersebut merupakan interprestasi kaum imigran yang berbicara tentang Kalteng. Artinya menceritakan perjalanan kehidupan minggrasi hingga sampai atau berhenti di Kalteng. Jadi, wajar saja jika dalam puisinya Agung C.P juga menulis tentang Tuban sebagai kota kelahirannya, dan waktu penulisanpun lebih banyak ketika ia berada di pulau Jawa. Sementara untuk puisi Suyitno B.T, Titik menilai lebih bernuansa romantisme dan citraan atau imaji seorang Suyitno BT. Sedangkan Agung lebih lugas dan jelas. Buku kumpulan puisi ‘Rambang’ ini sendiri diterbitkan oleh sanggar teater Terapung dan diterbitkan oleh Penerbit Kalakai.
Kegiatan Peluncuran dan Bedah Buku ‘Rambang’ tersebut pekan lalu, juga dihadiri antara lain Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palangka Raya, para seniman dan budayawan, budayawan Makmur Anwar dan Abdul Fatah Nahan, guru-guru dan anak sekolah serta mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia dari berbagai universitas serta masyarakat umum. Acara dimeriahkan dengan pertunjukan musikalisasi puisi dan teatrikal puisi. Pada penghujung acara dihiasi dengan pembacaan dan monolog tentang perjalanan penulisan kreatif oleh dua penulis puisi Rambang yang dihadiahi dengan tepuk tangan meriah dari penonton.
Konsep acara bedah buku kali ini memang dibuat sedikit unik dan cukup menarik untuk dinikmati. Dikonsep seperti sebuah mimpi dari seorang anak kecil yang tertidur di sebuah lincak. Dimulai ketika seorang anak kecil tertidur. Sehingga keseluruhan acara itu sendiri digambarkan berada di dalam mimpi anak kecil tersebut. Dan diakhir cerita, dua anak lainnya muncul mencari dan membangunkan anak kecil yang tertidur. Cukup menarik memang, dan acara tersebut juga diwarnai dengan penampilan menawan Anak-anak Sanggar Terapung Palangka Raya. Mereka dengan apik menyuguhkan eksotisme nyanyian atau lagu-lagu Karungut khas Kalteng. (Yusy/osten)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar