Kobar–Ku Malang

DeTAK HATI EDISI 142
Oleh : Syaifudin HM

Hati ini sedih dan menangis melihat kondisi kota Pangkalan Bun yang dalam beberapa hari terakhir diselimuti asap hitam yang membumbung tinggi ke angkasa. Ditambah lagi dengan rusaknya sarana dan prasarana akibat dirusak massa yang melakukan demo untuk memperjuangkan salah satu calon bupati terpilih di daerah itu. Terlepas dari kepentingan dua pasang calon bupati dan calon wakil bupati yang bertarung dalam Pemilu Kada daerah itu beberapa waktu lalu, kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) dengan ibukotanya Pangkalan Bun memang memiliki karakteristik dan sejarah tersendiri dari waktu ke waktu serta memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang luar biasa. Sejarah kabupaten Kobar memang sangat panjang. Daerah ini bermula dengan berdirinya Kesultanan Islam di daerah Kotawaringin pada tahun 1679, yang sekarang daerah itu dikenal dengan Kecamatan Kotawaringin Lama sekitar 40 kilometer dari Kota Pangkalan Bun. Daerah berstatus Kesultanan hingga tahun 1948 seiring dengan telah merdekanya RI pada tanggal 17 Agustus 1945 dan wilayah Kesultanan Kutaringin menjadi salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selama 269 tahun keberadaan Kesultanan Kutaringin, kesultanan Islam satu-satu di Kalimantan Tengah ini telah dipimpin oleh 14 Sultan. Dalam perjalanannya, daerah Kesultanan Kutaringin ini akhirnya menjadi sebuah kabupaten dengan nama Kabupaten Kotawaringin Barat yang resmi berdiri tanggal 3 Oktober 1959 dengan ibukotanya Pangkalan Bun. Enam orang tokoh penting yang berperan dalam kelahiran kabupaten dengan sesanti Marunting Batu Aji ini yaitu, Dahlan Abbas, M. Abdullah Mahmud, Azhar Mukhtas, Ahmad Said, Djanuri dan Gusti M. Sanusi. Mereka juga disebut sebagai pendiri kabupaten Kobar. Dalam perkembangan sejarahnya, sejak berdiri hingga 3 Agustus 2010, kabupaten Kobar telah dipimpin oleh 17 orang bupati dan penjabat bupati. Akibat berlarut-larutnya kasus Pemilu Kada Kobar, maka Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri telah menunjuk Pelaksana Harian (Plh) Bupati Kobar, namun karena wewenangnya sangat terbatas maka sangat berpengaruh terhadap berbagai kebijakan diantaranya terkendalanya pembahasan Perubahan APBD 2010 daerah tersebut. Akibatnya, dana-dana proyek pembangunan dan beberapa dana lainnya juga tertunda pencairannya. Dengan kondisi Kobar yang terjadi saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Kita berharap agar pemerintah pusat segera mengakhiri kemelut politik di kabupaten yang kaya akan potensi perkebunan dan pariwisata ini. Jika memang belum bisa menetapkan dan melantik bupati definitif, sebaiknya pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri menunjuk Penjabat Bupati yang wewenangnya lebih besar dari Plh Bupati, agar roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat tidak terhenti. Sungguh malang Kobar-Ku, semoga krisis politik ini segera berakhir. Mari kita hargai jasa para pendiri daerah ini, karena tujuan mereka mendirikan kabupaten ini sungguh sangat mulia yakni untuk mensejahterakan masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar