DeTAK Edisi 139
Fenomena bunuh diri dikalangan remaja tampaknya sedang trend. Dari tahun ke tahun jumlah kasusnya semakin meningkat pula. Alasannya pun bermacam-macam, mulai dari penurunan prestasi, persoalan pribadi, persoalan rumah tangga, hingga alasan-alasan sepele seperti putus cinta dan sebagainya.
Faktor pemicu aksi bunuh diri dikalangan remaja bukanlah kesehatan belaka, tetapi menyangkut berbagai aspek kehidupan seperti mental, sosial, emosional, pendidikan, ekonomi, rohani dan kesejahteraan.
Kimberly A Schwartz dari Umas Memorial Children’s Medical Centre di Worcester, mengatakan bunuh diri menduduki posisi ketiga penyebab kematian dikalangan remaja. Melalui penelitian yang dilakukan Kimberly, ditemukan bahwa remaja mampu mengidentifikasi penyebab utama bunuh diri. Diantaranya depresi, pengaruh minuman keras, penggunaan obat terlarang, serta problematika hubungan pertemanan remaja.
Berdasarkan data dari badan kesehatan dunia WHO, empat tahun lalu saja, jumlah remaja berusia 10 hingga 19 tahun yang mati bunuh diri mencapai 1.771 orang di Amerika. Remaja laki-laki dikatakan lebih dominan dalam kasus ini.
Kimberly mengatakan, selain peran orang tua, dokter anak juga dapat berperan penting menangani fenomena tersebut. Dalam hal ini secara teratur dapat melakukan pemeriksaan terhadap remaja yang tengah depresi atau masalah kejiwaan lain yang membuat mereka dalam bahaya.
Sementara itu, Psikolog Tika Bisono mengatakan, fenomena bunuh diri dikalangan remaja dipicu berbagai faktor. Bisa karena tekanan dari orang tua, lingkungan bermain, atau karena dorongan untuk memiliki sesuatu yang tidak terpenuhi. Dorongan tersebut membuat si remaja tadi merasa tidak nyaman dan ketakutan. Disamping itu program di televisi juga dianggap banyak berperan.
Sementara itu Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi berpendapat bahwa seorang remaja nekat bunuh diri karena stres yang berlebihan bisa karena faktor keluarga, lingkungan, hingga sekolahnya. Dalam hal ini menurut Seto, lingkungan terdekat, keluarga, adalah faktor yang paling menentukan bagi perkembangan jiwa anak. Maka, dia menyarankan komunikasi antara orangtua dan anak harus berjalan dua arah.
Terkait meningkatnya aksi bunuh diri dikalangan remaja ini, sejumlah pengamat psikologi mengemukakan beberapa ciri-ciri kecenderungan remaja yang depresi untuk melakukan bunuh diri. Diantaranya perubahan besar terhadap kepribadian, hubungan percintaan yang terganggu, penurunan prestasi di sekolah, penggunaan obat terlarang dan minuman keras, perubahan pola makan dan kebiasaan tidur, mempunyai kesulitan berkonsentrasi, menulis catatan atau puisi tentang kematian, dan berbicara soal bunuh diri meskipun hanya bercanda.
Aksi bunuh diri dikalangan remaja ini memang cukup fenomenal. Sementara ide-ide bunuh diri itu sendiri bukanlah merupakan fenomena yang statis dan dapat berubah setiap saat. Pemikiran bunuh diri dapat muncul tiba-tiba tanpa terpikirkan terlebih dahulu. Artinya menjadi puncak kesulitan dan kebingungan yang berkepanjangan.(osten-Berbagai Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar