Jamkesda, Antara Si Kaya dan Si Miskin

DeTAK UTAMA EDISI 139

Menguaknya fasilitas kesehatan Jamkesda yang justru dimanfaatkan oleh orang-orang yang mampu cukup menggegerkan. Apalagi baru dua tahun program ini diberlakukan sudah disebut sebagai salah sasaran. Nampaknya biang keladi dinikmati fasilitas ini oleh orang mampu atau orang kaya karena begitu mudahnya memperoleh Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). RT/RW disebut-sebut sebagai rantai awal masalah.
Ada juga alasan, penggunaan fasilitas Jamkesda itu karena masyarakat miskin tidak mengerti cara mendapatkannya, ketimbang masyarakat mampu. Direktur RSUD Doris Sylvanus Suprastija Budi mengatakan, banyaknya pengguna Jamkesda tak ayal menguras anggaran yang tersedia. Bahkan, hampir habis.
Komplitnya anggaran yang tersedia sebesar Rp4,5 miliar, yang terpakai sekitar 90 persen. Padahal, tahun berjalan masih tersisa kurang lebih empat bulan. Namun lurah tak mau dituding begitu saja. Mereka mempunyai alasan tersendiri. Lurah Bukit Tunggal Marjia mengaku belum mendapat pedoman untuk pengurusan Jamkesda.
“Hanya saja, kami memberikan SKTM berdasarkan blangko yang diedarkan dari rumah sakit. Dimana di blangko itu diketahui RT/RW, yang menyatakan bahwa warga itu tidak mampu adalah RT/RT," jelas Marjia.
Kelurahan, terang Marjia, ketika memberikan SKTM juga melihat kondisi dan keadaan si pengaju SKTM, meskipun kelurahan tidak mengecek langsung ke lapangan. “Kami melihat orangnya seperti apa? Kesini pakai apa?” ujarnya. Tidak dilakukannya pengecekan langsung ke lapangan, lanjut Marjia, karena terbentur soal dana. “Kalaupun ke lapangan kami tidak bisa semua,” akunya.
Karena tidak ada pedoman, tak ayal lurah atau RT/RW menggunakan rujukan lain untuk mengeluarkan SKTM, seperti surat keterangan (SK) walikota, data penerima raskin, data bantuan langsung tunai (BLT) dan kondisi warga tersebut.
"Yang lebih tahu jelas tentang keberadaan masyarakat itu adalah RT/ RW. Dan lagi, dalam mengeluarkan SKTM kami berpatokan pada data penerima Raskin dan BLT," ungkap Lurah Tanjung Pinang Samsurizal.
Mungkin karena ribetnya masalah, akhirnya pihak RSUD Doris Sylvanus mengusulkan dibentuknya badan khusus untuk mengelola Jamkesda agar pihak rumah sakit tidak terlalu terbebani oleh proses administrasi dan penggunaan keuangan Jamkesda.
Maksudnya, pihak rumah sakit hanya konsen bertugas menangani pasiennya saja “Jadi perlu suatu badan yang betul-betul bisa mengelola administrasi Jamkesda, termasuk menangani penggunaan anggarannya. Jadi badan itulah nantinya yang bisa memantau
keabsahan dari SKTM itu,” usul Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya Irly Yulia.
Meskipun kunci penertiban SKTM berada pada tingkat RT/ RW, kelurahan dan kecamatan, namun Ade Supriyadi, mencermati penggunaan SKTM kebanyakan salah kaprah, karena pertimbangan nurani, sehingga di tingkat tersebut tak bisa berbuat banyak.
“RT/ RW tahu kondisi warganya.Yang mana yang berhak atau tidak untuk mendapatkan SKTM itu,” sebutnya. Menyinggung tentang keabsahan SKTM, katanya, kedepan pihaknya akan mencek keaslian SKTM tersebut. “Apakah betul dikeluarkan oleh RT/RW atau disulap pasien?” sebut Ade.
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah H Achmad Diran sangat menyayangkan bila lurah maupun kepala desa tidak mengenal warganya sendiri. "Lurah dan kepala desa seharusnya tahu dengan masyarakat yang dipimpinnya. Sangat disayangkan jika lurah tidak mengerti masyarakatnya," tandas Diran lagi. Artikel Konsepsualisasi Kemiskinan Perkotaan (Urban Poverty) oleh Mangde Leave juga ditampilkan pada edisi ini sebagai pembanding pelengkap bahasan. (DeTAK-rickover/indra/yusy) 

Berita Selengkapnya di DeTAK Edisi 139

Tidak ada komentar:

Posting Komentar