Kasus Asuransi Dewan Disidangkan

DeTAK Edisi 139


SIDANG PERDANA-Sidang Perdana perkara tindak pidana 
korupsi dana asuransi DPRD Barito selatan (Barsel) 
periode 1999-2004 mulai disidangkan di Pengadilan 
Negeri (PN) Buntok, Rabu (25/8). Foto: Agus  
BUNTOK, DeTAK-Perkara tindak pidana korupsi dana asuransi DPRD Barito selatan (Barsel) periode 1999-2004 mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Buntok. Sidang perdana Rabu (25/8) pekan lalu menghadirkan tiga orang terdakwa secara terpisah, yang merupakan unsur pimpinan Dewan ketika itu.
Mereka adalah H Achmad Rasyid, mantan ketua DPRD Barsel, H Rusland Basri dan H Supriatna
masing-masing mantan wakil ketua Dewan. Ketiga mantan legislator itu didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengajukan permohonan pencairan dana purna bakti yang dilakukan melalui perikatan asuransi untuk masa tiga tahun (2002,2003, dan 2004).
Dalam sidang yang digelar bergilir itu, perkara H Achmad Rasyid dipimpin Ketua PN Buntok, Gunawan Tri Budiono bertindak sebagai ketua majelis hakim. Ia didampingi Paluko Hutagalung dan Teguh Indrasto, sedangkan terdakwa didampingi tim penasehat hukum Eduard Manuah, Zakaria dan Philip Dilah.
Untuk perkara H Rusland Basri, persidangan dipimpin Gunawan Tri Budiono sebagai ketua majelis hakim, didampingi Paluko Hutagalung dan Darmo Wibowo. Terdakwa sendiri didampingi Tim Kuasa hukum, Ibramsyah, Manalu dan Andi M Nor.
Sementara sidang perkara H Supriatna, dipimpin Ketua Majelis Hakim, Gunawan Tri Budiono didampingi Paluko Hutagalung dan Roisul Ulum. Dengan tim jaksa penuntut umum (JPU) Kuseng Siner, Sudi Harjendro, Sitongkir, Agung Tri dan AG Erwin Adriyanto.
Secara garis besar, dakwaan JPU baik dakwaan primer dan subsider terhadap ketiga terdakwa tidak jauh berbeda. Dimana disebutkan perbuatan terdakwa secara bersama-sama dengan seluruh anggota DPRD Barsel melakukan penerimaan dana purna bakti antara tahun 2002-2004, serta pembayaran premi asuransi
fiktif.
Dana asuransi yang bersumber dari APBD Barsel itu disebutkan JPU disaving (investasikan) kepada PT Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumi Putera 1912 dan PT Asuransi Jiwasraya, dengan total pembayaran sebesar Rp 1.875.000.000. Namun premi asuransi yang diterima PT Asurasni Jiwasraya disebutkan cuma senilai Rp 687.500.000, padahal semestinya Rp 937.500.000, sehingga terdapat selisih Rp 250.000.000 (diduga asuransi fiktif).
Pencairan dana purna bakti melalui program asuransi dan pembayaran premi kepada PT Asuransi Jiwasraya sekitar Rp 1.554.407.700, berikut pembayaran asuransi fiktif Rp 250.000.000 oleh JPU dianggap telah merugikan keuangan Negara. Berdasarkan hasil perhitungan BPKP nomor: LHA-5505/PW.16/5/2007 tanggal 7 Desember 2007 kerugian Negara itu ditaksir mencapai Rp 1.804.407.700.
Karenanya, perbuatan ketiga terdakwa diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nonor 31 tahun 1999 yang telah dirubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto pasal 55 ayat (1) KUHP. Ancamannya maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar.

MOHON PENANGGUHAN
Pada sidang perdana itu, tim penasehat hukum masing-masing terdakwa secara tegas menyatakan keberatan terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum, serta akan mengajukan nota sanggahan (eksepsi) pada persidangan berikutnya. Kepada majelis hakim, ketiga terdakwa juga memohon penangguhan penahanan atau pengalihanstatus tahanan dengan alasan mengalami sakit.
Majelis hakim pun berjanji akan mempertimbangkan permohonan itu. Yang mana, terhitung sejak 3 Agustus sampai 22 Agustus 2010 ketiga mantan pimpinan Dewan tersebut, dikabarkan menjalani masa penahanan oleh penuntut umum Kejaksaan Negeri Buntok di RUTAN Buntok. (DeTAK-agus irawanto).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar