(Edisi 135) DeTAK UTAMA

ANTISIPASI SERBUAN GEPENG

BUKAN fenomena baru, jika majunya sebuah kota akan berdampak pada mencuatnya berbagai masalah sosial. Salah satunya adalah meningkatnya jumlah gelandangan dan pengemis (Gepeng), serta anak jalanan. Di Kota Palangka Raya pun demikian. Bahkan, mendekati momen-momen tertentu, kehadiran Gepeng) dan anak jalanan meningkat sangat drastis.

Di Palangka Raya, sejumlah kawasan padat penduduk dijadikan sebagai lokasi ‘menetap’ para Gepeng tersebut. Sisanya,bertebaran di traffic light, komplek-komplek perumahan KPR dan di emperan pertokoan.
Tak jarang ulah para Gepeng itu, membuat pengunjung dan pemilik usaha menjadi dongkol. Tarsih misalnya, salah seorang pemilik cafe tenda Bakso Semarang di Jalan Yos Sudarso mengaku, sangat dibikin pusing dengan tingkah laku pengemis yang mengais rezeki di kawasan wisata kuliner itu.
“Ulah mereka sangat mengganggu. Main serobot begitu saja, tidak peduli ada orang yang lagi makan. Lagian, ketika meminta uang terkadang mereka memaksa,” aku wanita berjilbab ini.
Begitu juga dengan Yuni. Ia mengaku, sangat terganggu dengan kehadiran pengemis. “Ulah mereka yang sering berlebihan dan tak jarang terkesan memaksa jika tidak diberikan uang. Tapi, jika diberikan uang malah yang datang lebih banyak,” ucapnya.
Ia menilai, Gepeng saat ini di Palangka Raya mulai marak apalagi menjelang momen-momen tertentu. Pemerintah, katanya, harus segera mencari solusi mengatasinya. “Jangan menunggu semakin banyak. Akan lebih mudah memberantas yang sedikit ketimbang nantinya sudah banyak,” saran Yuni.
Seorang pelaku usaha lainnya, Iskandar menganjurkan, pembinaan lebih sering lagi dilakukan terhadap mereka oleh instansi terkait. Selama ini, katanya, yang kerap dilakukan sebatas dirazia, kemudian dilepas lagi.
Dinas Sosial pun, tandasnya, harus memiliki program pembinaan khusus. Tidak sekadar menampung lalu memulangkan. “Ini terkesan usai dirazia Satpol PP, ‘disetor’ langsung ke Dinas Sosial,” kata Iskandar.
Sementara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Palangka Raya sendiri dalam melakukan penertiban masih terbentur pada lemahnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan, Pengemis, Tuna Susila, dan Anak Jalanan.
Kepala Bidang Trantibum Satpol PP Kota Palangka Raya Hidayat Udiansyah mengatakan, Perda, yang mengatur keberadaan Gepeng seharusnya bisa menjadi pegangan aparat. Namun, dalam prakteknya Perda tersebut tidak tegas mengatur penindakan. “Dalam Perda hanya disebutkan ditertibkan. Ini yang membuat penertiban Gepeng berjalan tidak maksimal. Kalau terjaring sebatas kita serahkan ke Dinas Sosial,” katanya.
Namun, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palangka Raya Sanijan berpendapat, solusi yang bisa ditempuh adalah dengan memperketat bidang kependudukan. “Setiap orang yang masuk ke wilayah Kota Palangka Raya harus diketahui identitasnya. Ini yang pertama kali kita perketat, setelah itu baru lah masalah pengemisnya kita atur, sehingga semuanya berjalan dengan sistimatis,” kata Sanijan.
Ketua Protect Our Borneo (POB) Central Kalimantan Eman Supriyadi mengusulkan membentuk “Kelompok Masyarakat Peduli Gepeng” di tiap kecamatan. Dalam hal ini, dinas terkait bisa bekerja sama dengan karang taruna atau organisasi kemasyarakatan yang lain, atau dibentuk sesuai kesepakatan bersama.
Bila perlu usulkan Rancangan Perda untuk membentuk kelompok seperti itu. Kelompok masyarakat tersebut nantinya akan mendata para Gepeng yang ada di wilayah masing-masing dan melaporkan kepada Dinas Sosial. Terkait identifikasi, Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinsos Erni Suciati mengatakan, setiap kali melakukan razia bersama Satpol PP pengemis yang terjaring tidak sedikit orangnya yang itu-itu juga.
Ini diketahuinya berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap pengemis bersangkutan saat razia. “Baru-baru ini Gepeng yang terjaring kebanyakan dari Pulau Jawa. Ini terlihat dari kartu tanda penduduk (KTP) yang mereka miliki. Mereka itu berjumlah 10 orang. Dua dari mereka, dulunya sudah pernah terjaring razia. Dari identifikasi yang kita lakukan, mereka mengaku datang ke Palangka Raya khusus untuk menggepeng. Tinggal dengan menyewa disuatu tempat, seperti losmen-losmen.
Kehadiran mereka memang sepertinya terorganisir,” ungkap Erni diruang kerjanya.
Kalau di Jakarta, ada Perda yang mengatur pemberian ancaman pidana Peraturan bagi masyarakat yang memberi sedekah kepada bagi pengemis dan membeli dari pedagang asongan.
Artikel yang dikutip dari berbagai sumber ditampilkan juga dalam segmen ini. Artikel ini dimaksudkan sebagai masukan dan bahan perbandingan bagi pengambil kebijakan guna mengatasi Gepeng. (DeTAK-rickover/indra/yusy)

3 komentar:

  1. ada yg lebih berbahaya bang.... pengemis berdasi... lebih keren... tp intinya ya sama aja NGEMIS... minta2

    BalasHapus
  2. biarin aj pak, lebih baik tangan diatas drpd tangan dibawah... ikhlas... mdahan dpt pahala hehehe...

    BY Yandri

    BalasHapus
  3. sudah tradisi tahunan bos!!!
    seharusnya Pemerintah bertindak tegas !!!

    by Sumbul

    BalasHapus