Pekan lalu, saya dan teman- teman melakukan perjalanan menuju kota Kuala Pembuang, ibukota kabupaten Seruyan. Rute perjalanan dari Palangka Raya melintasi ruas jalan Palangka Raya – Sampit – Samuda – Ujung Pandaran dan seterusnya menuju kota Kuala Pembuang dengan menyusuri ruas jalan di tepi pantai. Lempuyang adalah nama sebuah Desa di kecamatan Teluk Sampit, kabupaten Kotawaringin Timur. Dalam dua tahun terakhir nama Lempuyang sungguh sangat tenar karena sering dimuat di media massa baik media cetak maupun media elektronik. Ketenaran tersebut karena Desa itu dilewati ruas jalan yang sangat penting, sebab ruas jalan itu saat ini merupakan jalan satu-satunya jalan darat untuk menuju ke kota Kuala Pembuang, sehingga posisinya menjadi sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat kabupaten Seruyan terutama yang tinggal di ibukota kabupaten itu. Dalam pemberitaan media massa, terkenalnya nama Lempuyang karena jalannya yang rusak parah bahkan kadang-kadang ruas jalan itu bisa putus.
Ketika memasuki Desa Lempuyang hati ini terasa riang gembira, karena jalannya terbuat dari beton atau semen, sehingga bisa tancap gas. Namun, setelah melewati sekitar sepuluh kilometer, hati yang riang gembira itu tiba-tiba menjadi risau dan sedih karena kondisi jalan sudah berubah total. Kondisinya ada yang hancur, becek penuh lumpur sehingga bisa amblas dan tertahan di lokasi itu. Kemudian yang paling menyedihkan lebih dari sepuluh kilometer ruas jalan tersebut, kondisinya rusak parah. Orang menyebutnya ‘Jalan Keriting’ sehingga tidak ada jalan yang bisa dipilih lagi. Kondisi ‘jalan keriting’ tersebut hingga mendekati batas Desa Ujung Pandaran. Memang ruas jalan dari Sampit – Samuda – Ujung Pandaran dan Kuala Pembuang itu, statusnya jalan provinsi sehingga disebut kewajiban anggaran provinsi lah yang bertanggungjawab atau APBD Provinsi yang membiayainya. Rusaknya ruas jalan tersebut memang menjadi keluhan sejumlah pihak terutama masyarakat kecil. Bagi masyarakat awam, tentu sangat sedikit sekali yang mengetahui status jalan, apakah jalan negara, jalan provinsi atau jalan kabupaten. Bagi mereka karena jalan yang rusak itu masuk dalam wilayah kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) maka mereka beranggapan bahwa itu tanggungjawab Bupati Kotim, tetapi jika masuk dalam wilayah Seruyan maka itu menjadi tanggungjawab Bupati Seruyan. Sebagai contoh ada ruas jalan antara Kasongan dan Sampit yang rusak parah, padahal status jalan itu merupakan jalan negara, tetapi karena yang rusak parah itu masuk dalam wilayah kabupaten Kotim maka masyarakat umum beranggapan bahwa itu menjadi tanggungjawab Bupati Kotim HM. Wahyudi K, Anwar yang menjabat Bupati Kotim selama sepuluh tahun atau kerennya disebut dua periode. Terlepas dari status jalan apakah jalan kabupaten, jalan provinsi ataupun jalan negara, sebaiknya pemimpin daerah lebih memikirkan kepentingan rakyat atau kepentingan publik, dari pada memikirkan status jalan tersebut. Nah, walaupun status jalan di Lempuyang itu merupakan jalan provinsi, rasanya tidak salah jika Pemkab Kotim dan Pemkab Seruyan bergotong royong biayanya untuk memperbaiki ruas jalan tersebut sehingga masyarakat bisa tersenyum jika lewat di ruas jalan itu. Cara gotong royong membangun jalan ini sudah pernah dilakukan yakni membangun ruas jalan Palangka Raya – Buntok yang saat itu Gubernur Kalteng dijabat H.Asmawi Agani, untuk membiayai pembangunan ruas jalan itu dilakukan secara gotong royong semua kabupaten di Kalteng saat itu, termasuk kabupaten sebelah barat seperti Kobar dan Kotim yang sebenarnya tidak ada kepentingan dengan ruas jalan tersebut. Alhasil, ide brilian almarhum H. Asmawi Agani itu berhasil dengan baik dan sekarang ruas jalan Palangka Raya – Buntok sudah mulus, hanya tinggal satu jembatan saja lagi. Apalagi untuk ruas jalan di Lempuyang itu, rasanya tidak terlalu sulit mengatasinya asalkan dua Pemkab yang disebut kabupaten induk dan pemekaran saling bersinergi dalam hal anggaran. Tetapi jika pemimpin dua pemkab ini saling mengedepankan egonya masing-masing, ya tentu akan menjadi sangat sulit dalam menyelesaikan persoalan ruas jalan di Lempuyang itu. Kita berharap agar kedua kabupaten ini bersinergi dalam menyelesaikan persoalan jalan di Lempuyang.
Jika memang ruas jalan itu masuk dalam wilayah Kotim, tetapi kepentingan lebih besar bagi Pemkab dan masyarakat Seruyan maka mungkin sebaiknya APBD Kotim lebih besar prosentasenya, contohnya Kotim 60 persen dan Seruyan 40 persen, atau masing-masing 50 persen. Jika dari dulu dua Pemkab ini bisa saling memikirkan untuk kepentingan rakyat akan jalan itu, mungkin tidak sejauh ini ruas jalan Lempuyang menjadi keluhan masyarakat. Dengan terpilihnya Supian Hadi sebagai Bupati Kotim periode 2010 – 2015 yang tidak lain adalah menantu dari HM. Darwan Ali, Bupati Seruyan maka besar harapan masyarakat agar dua Pemkab ini bisa bersinergi untuk menyelesaikan persoalan jalan di Lempuyang. Seperti diketahui, Kabupaten Kotim berhasil dimekarkan menjadi tiga kabupaten yakni kabupaten Kotim dengan ibukotanya Sampit, Seruyan dengan ibukotanya Kuala Pembuang dan kabupaten Katingan dengan ibukotanya Kasongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar