DeTAK BUDAYA EDISI 178
Bagaimana kiprah Seniman Teater Kalimantan agar budaya di Kalimantan dapat berperan secara nasional?
Soal ini menjadi tema utama diskusi pada temu teater se-Kalimantan 2011 di Gedung Pertunjukan Ahmad Rizani Asnawie Budaya, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur selama tiga hari (26-28 Mei lalu).
TEMU TEATER-Suasana temu teater se-Kalimantan 2011 dihelat di Gedung Pertunjukan Ahmad Rizani Asnawie Budaya, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur selama tiga hari (26-28 Mei). Foto: Yusy |
Dengan mengangkat tema "Meningkatkan Harkat Seni Teater Kalimantan Menuju Seni yang Dicintai Masyarakat", diskusi fokus pada bagaimana menggugah kesadaran masyarakat pada seni teater, sekaligus membuat program guna penggalakan eksistensi perteateran di Kalimantan.
Termasuk, menumbuhkembangkan pergelaran teater yang berdaya saing, selain silaturahmi sesama teaterawan Kalimantan.
Diskusi juga membicarakan keberadaan dari seniman teater itu sendiri, seperti pengalaman teater dan kendala daerah masing-masing.
Diantaranya, 'miskin'-nya manajemen panggung dalam hal penataan, kemudian pengkaderan yang kurang, dan masalah financial yang selama ini tidak berpihak. Solusi tentu ada, meskipun masih disertai kegamangan lantaran menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap teater, sejatinya dirasa cukup sulit. Apalagi jika rasa cinta itu sebagai langkah awal untuk memulai penggalakan teater.
Satu-satunya harapan dari para teaterawan Kalimantan Timur (Kaltim), Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Tengah (Kalteng) minus Kalimantan Barat yang berhalangan hadir, adalah terus berproses dan berkarya.
Menggelar sejumlah kegiatan teater agar apresiasi terhadap teater itu sendiri dan masyarakat tetap berdenyut dan tak pernah padam.
Yang cukup krusial dari diskusi adalah soal pengkaderan. Dimana, sekolah menjadi tumpuan pengembangan teater. Namun, ditengah minimnya apresiasi, tidak sedikit sanggar teater yang cuek dengan kondisi demikian.
Didin, misalnya, dari Sanggar Teater Ulun Balikpapan, tak terlalu mempermasalahkan soal apresiasi. Baginya, ada tidaknya orang menyukai atau menggeluti teater bukan masalah penting.
"Yang penting tetap berproses. Ada tidaknya orang tidak begitu berpengaruh. Pementasan pun dilakukan, sehingga teater di tempat kami terus berkembang," ujar Didin, yang malam itu tampil membawakan karya berjudul "Diva".
Tak hanya Didin yang tampil malam itu. Hari pertama saja pertemuan dibuka pementasan Sanggar Taman Budaya Kalsel. Mereka mementaskan "Perang Banjar Hampir Selesai" karya Adjim Arijadi dengan Sutradara Andi Syahludin. Disusul pementasan Teater Ulun Balikpapan dengan judul ‘Diva’, karya dan sutradara Didin sendiri. Lalu, ditutup dengan monolog dari Samarinda yang dilakoni Dinda dengan judul ‘Balada Sumirah’, karya Tentram Lestara yang juga disutradarai oleh Dinda.
Teater Bastra tampil di hari kedua. Mereka mengusung "Nisan" karya Bastra 2011 dengan sutradara Aming dari Universitas Mulawarman (UNMUL) Samarinda.
Dilanjutkan Sanggar Teater Kalsel, membawakan "Lawan Catur" dengan sutradara Andi Syahludin. Kemudian, Komunitas Teater Palangka Raya dengan judul ‘Roh’, karya Wisran Hadi dengan sutradara Alimulhuda.
Pementasan ditutup dengan pementasan anak-anak SMP dari Teater Sembilan Samarinda dengan judul ‘Pesan Terakhir’.
Temu teater se-Kalimantan itu juga berhasil menentukan tempat pertemuan selanjutnya setelah Samarinda, Kaltim. Banjarmasin Kalsel, bersedia menjadi tuan rumah, sementara Palangka Raya Kalteng menjadi cadangan. (DeTAK-yusy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar