Dua Ganjalan RTRWP Kalteng

DeTAK TAMBUN BUNGAI, DeTAK EDISI 167

Diperkirakan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah (Kalteng) tahun ini belum juga rampung. 

Ketua Komisi IV DPR RI, Akhmad Muqowam mengatakan, pihaknya tidak serta merta menyetujui tanpa ada pendalaman, pengkajian dan tinjauan lapangan. "Gubernur Kalteng memang sudah tiga kali bertemu Komisi IV dan mempertanyakan kapan RTRWP akan dibahas," kata Muqowam, yang ditemui saat jeda Musyawarah Wilayah (Muswil) VI Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kalteng di Boutique Aquarius Hotel, Sabtu pekan lalu.
Muqowam menjelaskan, setidaknya ada dua soal yang mengganjal mulusnya pengesahan RTRWP itu.
Pertama, soal dua juta hektar lahan yang masih menjadi masalah. Kedua, menunggu selesainya peta tata ruang nasional kawasan hutan. Dua juta hektar bermasalah, kata Muqowam, lantaran 'terlanjur' dilepas untuk berbagai penggunan, baik melalui perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten.
"Yang datanya sudah fix adalah untuk area penggunaan lain (APL) seluas 356 ribu hektar. Datanya sudah sama, baik dengan Kementerian Kehutanan, Dirjen Planologi dan Tim Terpadu," ungkapnya.
Semula, lahan dua juta hektar itu tidak begitu dimasalahkan. Persoalan menjadi lain, terang Muqowan, ketika pihaknya mempertanyakan kepastian hukumnya kepada Komisi Pemberantasan Komisi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian.
"Yang kita tanyakan, apakah clear-nya 356 ribu hektar itu bisa menjustifikasi yang dua juta hektar itu. Ternyata itu tidak bisa karena bertentangan dengan Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang," jelasnya.
Dalam soal ini, tegas Muqowam, Komisi IV tidak mau hanya gara-gara 356 ribu hektar kemudian terkesan menjustifikasi dua juta hektar. "Ini dikemudian hari bisa menimbulkan implikasi hukum," lanjutnya. Sedangkan soal peta tata ruang nasional, sambung Muqowam, juga jawaban dari hasil konsultasi KPK, Kejaksaan dan Kepolisian.
"Mereka menyarankan agar pembahasan tata ruang sebaiknya menunggu penyelesaian peta tata ruang nasional kawasan hutan yang masih dibahas oleh KPK dan Kementerian Kehutanan," bebernya.
Tentang peluang kemungkinan disyahkannya RTRWP tanpa peta tata ruang nasional, Muqowam dengan tegas mengatakan, hal itu tidak mungkin dilakukan. Ia mengulang kemungkinan implikasi hukum yang akan ditimbul. "Penyelesaian peta tata ruang nasional akan diselesaikan dalam waktu paling lama satu tahun ke depan," jelas Muqowam.
Pihaknya, lanjutnya lagi, memilih lebih baik menunggu ketimbang cepat-cepat disahkan tapi menimbulkan persoalan hukum. Ia tidak ingin kelak timbul masalah seperti ada kawasan yang seharusnya berstatus hutan lindung, tapi ternyata diatasnya sudah dibangun hotel, pusat bisnis, atau lahan milik masyarakat.
"Kalau memang harus menunggu, saya pikir lebih baik, agar nantinya bisa dipastikan setelah tata ruang disahkan tidak menimbulkan implikasi hukum lagi," tegas Muqowan. Ia meminta pemerintah dan masyarakat Kalteng bersabar dan memberikan waktu DPR untuk bekerja."Yang kita inginkan, ketika RTRWP itu sudah selesai dapat memberikan kepastian hukum kepeda pemerintah daerah untuk membangun kawasan sekaligus menguntungkan masyarakat," jelasnya lagi. (DeTAK-indra/rickover)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar