DeTAK HATI EDISI 147
Hati ini sedih dan gundah gulana ketika mendengar berbagai informasi yang mengancam keberadaan semboyan Negara Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya paling beragam di dunia. Keberagaman Indonesia ini dipertegas dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi satu. Namun, pengalaman hidup bersama dalam upaya penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu bangunan dasar berbangsa dan bernegara ternyata penuh tantangan. Salah satunya ketika berbagai ide penyeragaman mulai mempengaruhi dalam relasi anak bangsa, maka Bhinneka Tunggal Ika masih hanya sekadar slogan formal, belum optimal menjadi ruh bangsa dan pemerintah Indonesia.
Tantangan semakin besar saat ini dalam arus globalisasi, yang hadir dengan wajah ganda. Di satu sisi, globalisasi dapat menghubungkan dengan cepat orang-orang dari seluruh penjuru dunia dalam satu pergaulan yang disebut komunitas global. Sementara di sisi lain, globalisasi justru mulai mempertajam identitas masing-masing manusia dengan ciri khas etnik, agama, ideologi dan gaya hidup dalam kebersamaan global yang justru mengedepankan persaingan pasar dan modal. Merespon hal tersebut maka berbagai elemen masyarakat sipil mengadakan Konsolidasi Nasional Pertama Bhinneka Tunggal Ika di Surabaya 22 – 26 Juni 2006, yang melahirkan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI). Aliansi ini sebagai sarana untuk mempertahankan Pancasila dan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an.
Hati yang semula sedih dan gundah gulana, kini mulai berubah menjadi riang gembira, karena ANBTI menggelar lagi Konsolidasi Nasional lanjutan yakni yang kedua dilaksanakan 25 – 31 Oktober 2010 di Jakarta. Apalagi, wartawan Tabloid Mingguan DeTAK diundang dan diikutsertakan dalam kegiatan yang mempertemukan semua suku, agama dan aliran kepercayaan dari seluruh Indonesia itu. Dalam kegiatan yang dipusatkan di Wisma LPMP DKI Jakarta tersebut, sebanyak 400 peserta dari berbagai komponen masyarakat perwakilan seluruh Indonesia bertemu menjadi satu dalam Indonesia yang penuh warna. Hal tersebut sungguh pemandangan yang indah dan luar biasa. Disana hadir para kiayi, pendeta, pastor, pimpinan agama-agama lokal daerah-daerah di Indonesia, seperti Kaharingan, Sunda Wiwitan dan lain-lain. Kemudian, hadir pula berbagai suku, ada yang kulit hitam, kuning, sawo matang, kulit putih, rambut lurus, rambut keriting, semuanya membaur menjadi satu penuh keakraban dan kebersamaan. Mereka semua datang dengan semangat yang tinggi untuk memperkuat Pancasila dan memperteguh Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an. Dalam kegiatan Konsolidasi Nasional itu, para peserta mengenakan pakaian khas daerahnya masing-masing. Sepuluh orang peserta dari Kalimantan Tengah terlihat mengenakan baju batik benang bintik dengan motif Batang Garing serta mengenakan lawung di kepala. Kegiatan yang berlangsung selama tujuh hari itu, juga diisi dengan peringatan 82 Tahun Sumpah Pemuda pada 28 Oktober yang dirangkai dengan Dialog Nasional Tokoh Antar Generasi, dan Seminar dengan tema : Peranan Media dalam Integrasi Bangsa.
Konsolidasi Nasional II ANBTI menghasilkan Dewan Majelis ANBTI Pusat dan berhasil memilih Sekretaris Jenderal periode 2010 – 2014 serta berhasil pula menyusun Statuta ANBTI serta sejumlah Rekomendasi dan Resolusi. Statuta sejenis dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) pada organisasi lain. Kita sangat berharap semoga ANBTI tetap mempunyai semangat yang tinggi untuk mempertahankan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, sampai kapanpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar