APA MANFAAT REED+ BAGI MASYARAKAT

DETAK UTAMA EDISI 176

BERITA SELENGKAPNYA HANYA di TABLOID DeTAK EDISI 176

Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) adalah sebuah mekanisme pengurangan deforestasi dan pengrusakan hutan dengan maksud mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan tersebut. Saat ini, emisi tataguna lahan menyumbang hampir seperlima (sekitar 6 GT) total emisi dunia, dan hampir seluruhnya terjadi karena deforestasi dan pengrusakan hutan. 

Setengah dari emisi ini dihasilkan hanya oleh dua negara, yaitu Indonesia dan Brazil. Indonesia menghasilkan emisi dari deforestasi dan pengrusakan hutan duakali lipat dari Brazil, sehingga deforestasi di Indonesia menyumbang sekitar sepertiga total emisi dari deforestasi dan pengrusakan hutan, atau sekitar tujuh persen total emisi dunia.
Tak heran jika PEACE (2007) melaporkan bahwa jika emisi dari deforestasi ini dimasukkan ke dalam jumlah emisi total, maka Indonesia menjadi penghasil emisi terbesar ketiga di dunia di bawah Amerika Serikat dan Cina.
Kalteng dipilih Presiden RI Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi provinsi percontohan pelaksanaan uji coba tahap awal dari Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD plus) di Indonesia.
Presiden memutuskan hal tersebut setelah menerima menerima laporan dari Kuntoro yang juga ditugaskan menjadi Ketua Satuan Tugas (Satgas) Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD plus. Kuntoro menjelaskan alasan Bapak Presiden memilih Kalimantan Tengah adalah berdasarkan kombinasi dari penilaian aspek kuantitatif dan kualitatif.
"Hasil penilaian menunjukan bahwa Kalimantan Tengah adalah provinsi dengan tutupan hutan dan lahan gambut yang cukup luas, dengan ancaman dari deforestasi yang nyata. Tingkat kesiapan dan komitmen dari Gubernur untuk melaksanakan REDD plus juga dinilai menjajikan akan keberhasilan Kalimantan Tengah sebagai mitra," katanya.
Kalimantan Tengah memiliki luasan hutan dan lahan gambut terbesar ketiga di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan REDD+ apakah bermanfaat bagi masyarakat jika sudah diterapkan nantinya? Utamanya bagi masyarakat tidak mampu dan yang tidak memiliki lahan. Sebagian besar sumber yang ditemui tak memiliki jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini.
“Saya tidak bisa jawab, karena belum kelihatan. Namun prediksi saya, tidak akan menghasilkan apa-apa. Dana REDD tidak signifikan untuk menjawab kemiskinan,” terang Direktur Save Our Borneo (SOB), Nordin.
Begitu juga dengan Arie Rompas, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Tengah (Kalteng). “Keterlibatan masyarakat dalam proyek REDD seperti yang terjadi hanya menjadi pekerja dalam proyek-proyek REDD, bukan sebagai pemegang hak atas kawasan,” kata Arie.
Apalagi sosialisasi soal REDD+ memang masih tergolong minim. ““Baik kita sendiri secara khusus tidak paham secara detail tentang soal isue REDD maupun perubahan iklim,” kata Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah (BPHW) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Simpun Sampurna.
Namun Pihak pengelola Kantor Pendukung REDD+ Kalteng, Mathius Hosang memastikan keterlibatan masyarakat dalam penerapan nantinya. “Artinya, adanya partisipasi masyarakat untuk ikut dalam REDD+ di Kalteng, karena bantuan dana dari Norwegiayang yang dikucurkan itu nantinya ada mekanisme pendanaan berupa insentif. Dana insentif ini nantinya, diberikan kepada masyarakat yang telah memiliki inisiatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan pemanasan global,” ungkapnya.
Topik utama ini juga dilengkapi sejumlah artikel dan berita yang menyoal soal pemanfaatan REED+, perdagangan karbon dan moratorium hutan. (DeTAK-indra marbun/rickover)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar