Menyoal Profesional Guru

DeTAK UTAMA EDISI 185

Menjadi guru profesional tidak mudah. Sejumlah peraturan yang ingin membentuk guru menjadi profesional juga sudah digelontorkan. Namun, guru profesional belum juga terwujud.

ILUSTRASI : IST
Salah satunya adalah proses sertifikasi guru yang sudah menjadi program pokok pemerintah. Kucuran dana untuk program ini demikian besar diberikan.
Terakhir pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permeneg PAN) Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menjadi tumpuan selanjutnya muncul atau terciptanya guru profesional.
Permen PAN ini tidak main-main. Jika diberlakukan, sertifikasi bukan jaminan lagi. Soalnya, ancaman tercabutnya sertifikasi bisa saja terjadi. Bahkan, dipensiun-dinikan sekalipun.
“Apabila guru yang bersangkutan tidak bisa melakukan publikasi ilmiah dan karya inovasi, nama guru dimaksud tidak bisa naik pangkat dan tidak tidak berhak mendapat kuota sertifikasi guru. Kalau guru tersebut naik pangkat, maka harus melakukan hal tersebut,” kata Krisnayadi Toendan, Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi (LPMP) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Sebaliknya, terang Krisnayadi, guru yang telah mendapatkan sertifikasi, namun tidak bisa melakukan publikasi ilmiah dan atau karya inovatif, maka sertifikat yang telah didapat akan dicabut.
Inilah ancaman serius yang dibawah Permen PAN itu. Menurut Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalteng Tambunan Jamin, penerapan Permen PAN ini akan berlaku pada 01 Januari 2013. Dimana, kinerja guru setiap tahunnya akan dinilai, disamping dalam rangka memenuhi 8 standar nasional, yakni, standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar penilaian, standar pengelolaan, standar pendidikan, dan standar pembiayaan.
Sementara yang lainnya diatur dalam PP Nomor 19 tahun 2005.
Tak salah jika anggota Komisi C DPRD Kalteng Pudji Rustaty Narang menegaskan, pendidikan yang berhasil manakala pendidikan itu mampu mengentaskan dan membebaskan para peserta didiknya dari belenggu kebodohan.
Wakil rakyat yang getol menyeroti perkembangan pendidikan melanjutkan, tidak ada lagi nantinya alasan bagi guru untuk bekerja tidak profesional, karena melalui PKG guru dituntut mempertanggungjawabkan keprofesionalismenya.
Bahasan utama ini juga dilengkapi sejumlah artikel dari Blogspot Teachers Working Group dan Apple for the teacher.
Kemudian penjelasan soal Penilai Kinerja Guru (PKG) yang disadur dari gurupembahruan.com. (DeTAK-indra/rickover)


Sertifikasi Bisa Dicabut

Guna meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru, pemerintah kembali merubah peraturan terkait Penilaian Kinerja Guru (PKG).
Permeneg PAN Nomor 16 Tahun 2009 itu diterbitkan dalam rangka memberi ruang dan mendukung pelaksanaan tugas dan peran guru agar menjadi guru yang profesional.
Hal ini dikatakan Ketua LPMP Provinsi Kalteng Krisnayadi Toendan kepada DeTAK, belum lama ini di ruang kerjanya.
Menurut dia, perubahan peraturan itu diharapkan berimplikasi terhadap peningkatan mutu, kreatifitas, dan kinerja guru.
“Jadi, peraturan baru ini secara keseluruhan mengandung semangat yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru yang selanjutnya akan menjadikan guru sebagai pekerjaan profesional yang dibingkai oleh kaidah-kaidah profesi yang standar,” terang mantan kepala sekolah ini.
Dikatakan, bila sebelumnya PKG hanya bersifat administratif, namun dengan adanya peraturan yang baru disosialisaikan ini, peran guru lebih berorientasi praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya.
"Dalam hal ini, guru yang mendapat sertifikat harus mempertanggungjawabkan keprofesionalismenya. Dan, itu kita pantau, karena ada instrumen untuk itu,” katanya.
Yang dipantau, sebutnya, yakni guru dinilai kinerjanya secara teratur setiap tahun melalui PKG. Guru wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) setiap tahun.
"PKB harus dilaksanakan sejak golongan III/a dengan melakukan pengembangan diri. Artinya, sejak guru yang bersangkutan pertama menjadi guru dengan golongan III/a, guru tersebut sudah melakukan pengembangan diri," jelasnya.
Sementara, sejak golongan III/b wajib melakukan publikasi ilmiah dan atau karya inovatif. “Jadi, apabila guru yang bersangkutan tidak bisa melakukan publikasi ilmiah dan karya inovasi, nama guru dimaksud tidak bisa naik pangkat dan tidak tidak berhak mendapat kuota sertifikasi guru. Kalau guru tersebut naik pangkat, maka harus melakukan hal tersebut,” katanya lagi. Sebaliknya, terang Krisnayadi, guru yang telah mendapatkan sertifikasi, namun tidak bisa melakukan publikasi ilmiah dan atau karya inovatif, maka sertifikat yang telah didapat akan dicabut.
Sedangkan untuk naik golongan dari IV/c ke IV/d, guru wajib melakukan presentasi ilmiah. "Saat ini PKG, hanya sebatas warning dan bersifat pembinaan saja, namun pada tahun 2013 mendatang peraturan ini sudah diberlakukan," tandasnya. (DeTAK-indra marbun)


Tak Ada Lagi Alasan

Munculnya Permeneg PAN Nomor 16 juga mendapat apresiasi dari kalangan wakil rakyat diparlemen. Menurut anggota Komisi C DPRD Kalteng Pudji Rustaty Narang, adanya Penilai Kinerja Guru (PKG) yang tertuang dalam peraturan yang baru itu akan menjamin guru melaksanakan pekerjaannya secara profesional.
"Bila peraturan itu nantinya sudah diberlakukan, maka PKG menjamin layanan pendidikan yang diberikan oleh guru adalah berkualitas,” kata Pudji di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Wakil rakyat yang getol menyeroti perkembangan pendidikan melanjutkan, tidak ada lagi nantinya alasan bagi guru untuk bekerja tidak profesional, karena melalui PKG guru dituntut mempertanggungjawabkan keprofesionalismenya.
“Jadi, ini merupakan tuntutan pemerintah dan masyarakat agar potret dunia pendidikan lebih maju,” ujar Taty, sapaan akrabnya.
Dalam pemberitaan DeTAK pada edisi 166, Taty menyatakan dukungannya atas pencabutan sertifikat bagi guru yang bekerja tidak professional.
"Perlu adanya sanksi tegas, karena dalam sebuah pendidikan ada beberapa faktor yang sangat menunjang keberhasilan pendidikan," tegasnya.
Pendidikan yang berhasil, lanjut Taty, adalah manakala pendidikan itu mampu mengentaskan dan membebaskan para peserta didiknya dari belenggu kebodohan.
"Salah satu faktor dan elemen penting menunjang keberhasilan cita-cita pendidikan adalah peran guru yang berkualitas dan professional menjadi sosok sentral dalam dunia pendidikan," jelas Taty.
Karena itu, sambungnya, guru merupakan tokoh yang sangat urgen dalam dunia pendidikan. Menurut Taty, untuk merubah potret pendidikan menjadi pendidikan yang standar, pemerintah kucuran dana yang besar untuk guru yang menerima tunjangan sertifikasi.
Tak salah, jika guru diminta memahami hakekat dari program tersebut. "Dana tunjangan guru itu diberikan sebagai bentuk penghargaan agar kinerja guru lebih meningkat dan lebih professional dalam mengajar," katanya.
Yang pasti, jelas Taty, tunjangan sertifikasi bukan hak dari guru, namun lebih sebagai bentuk penghargaan. "Mereka harus mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik setelah menerima tunjangan tersebut," tegasnya.
Untuk Kalimantan Tengah sendiri, Taty mengatakan, guru yang profesional berpengaruh besar pada program Gubernur Kalteng, yakni Kalteng Harati dan Kalteng Barigas.
"Dalam program Kalteng Harati menitikberatkan keprofesionalan dan mutu guru, menjadi salah satu sasarannya,” tambahnya. (DeTAK-indra marbun)


Reformasi Sektor Pendidikan 
 
Permeneg PAN Nomor 16 tahun 2009, menurut Ketua PGRI Kalteng Tambunan Jamin, merupakan reformasi birokrasi di sektor pendidikan.
Dalam peraturan itu, katanya, prestasi guru dinilai dari tiga sisi, yakni pendidikan, peningkatan kualifikasi, serta pendidikan dan pelatihan.
“Tiga sisi itu merupakan bagian dari unsur utama,” jelas Tambunan di ruang kerjanya, pekan ini.
Selanjutnya, dalam peraturan itu juga mengatur tentang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Dimana, ada pengembangan diri yang merupakan peningkatan kompetensi guru.
"Dalam PKB membagi guru menjadi tiga bagian, yakni guru yang ditugaskan mengajar di dalam kelas yang dibebankan minimal 24 jam dan maksimal 40 jam, kemudian guru yang diberikan tugas tambahan menjadi kepala sekolah, dan guru yang diberi jabatan sebagai pengawas sekolah," rinci Tambunan.
Guru yang dinyatakan profesional, terang Tambunan, dinilai dari kinerjanya. "Ukuran kinerja yang dinilai itu berdasarkan prestasi kerja, kuaalifikasi akademik, pengembangan profesi, dan unsur penunjangnya," lanjutnya.
Dulu, sambung Tambunan, guru baru melakukan pengembangan profesi berkelanjutan mulai dari golongan IV/a ke IV/b saja,tapi dengan peraturan yang baru ini, guru golongan III/a ke III/b wajib melakukan pengembangan diri.
"Dari III/b guru sudah melakukan publikasi ilmiah dan kaya inovatif atau inovasi pendidikan," jelasnya.
Diberlakukannya Permen PAN No 16 bagi guru di Indonesia, sambung Tambunan, lantaran sebagai negara berkembang tentu berbeda dengan kondisi guru di negara maju.
"Kalau negara maju, tidak terlalu perlu didampingi dengan aturan yang bersifat pengawasan yang ketat. Kalau negara berkembang kecenderungannya untuk menuju ke negara maju, harus diikuti dengan pendampingan yang ketat," kata Tambunan.
Bercermin ke negeri Cina, katanya membandingkan, profesi guru adalah profesi yang sangat penting. Artinya, bila guru dianggap tidak mampu, maka dipensiun-dinikan.
Hanya saja, lanjutnya, Indonesia sekarang sudah memiliki program antisipasi terkait rekrutmen PNS, khususnya guru.
Sebelum seseorang menjadi guru, setelah yang bersangkutan lulus menjadi guru dan diterima menjadi calon guru dalam bentuk CPNS, maka yang bersangkutan sudah melakukan program induksi, yaitu program persiapan seseorang untuk menjadi guru yang benar.
"Kalau selama ini, cukup menjalankan Capeg (calon pegawai), kemudian prajabatan. Sekarang, selain prajabatan dia (guru-red) harus melakukan program induksi yang tujuannya mempersiapkan diri agar bisa menjadi guru yang profesional," jelas Tambunan.
Dikatakannya lagi, penilaian kinerja guru nantinya akan dilakukan oleh guru senior atau yang disebut dengan evaluator atau asesor.
Evaluator itu terdiri dari guru yang lulus dan berhak menjadi evaluator atau asesor. “Mereka itulah nanti yang akan menilai kinerja guru, dan bagi guru yang sudah berjalan,” tandasnya.
Sedangkan, bagi guru pemula, lanjutnya, menjadi tugas kepala sekolah dan guru senior lainnya yang menilai kinerja guru tersebut.
“Kalau saran saya, guru harus berani dan banyak belajar untuk mengejar ketertinggalan kita dari negara-negara berkembang lainnya,” kata Tambunan.
Di dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007, tambah Tambunan, disebutkan ada empat kompetensi guru, kemudian di dalam UU Nomor 14 tahun 2005 disebutkan pula tugas pokok guru, yakni mengajar, mendidik, melatih, membimbing, dan menilai.
Untuk melakukan itu semua, menurut Tambunan, terkait erat dengan kepribadian guru. "Bagaimana dia bisa mengembangkan keteladannya dengan 18 nilai karakter bangsa yang sudah termuat dalam kebribadian yang utuh,dan yang bisa menjadi teladan," jelasnya.
Kemudian, dalam kompetensi pedagogi. Dimana, guru dituntut agar guru bisa mengembangankan pembelajaran dengan menggunakan strategi atau teknik pembelajaran yang bagus dengan pendekatan yang sudah diakui di Indonesia.
Kemudian, bagaimana guru mengembangkan kompetensi profesionalnya. “Itu bagi guru,” kata Tambunan. Bagi kepala sekolah lain lagi.
"Bagaimana dia (Kepala sekolah-red) 'menjual' (baca: mengembangka-red) sekolahnya agar bisa diakui masyarakat dengan kewirausahaan, termasuk bagaimana dia memanejemen sekolahnya," tambahnya.
Sedangkan bagi pengawas, sambung Tambunan, bagaimana dia melakukan supervisi akademik dalam rangka membina profesionalitas guru dan kepala sekolah.
Selanjutnya, bagaimana dia melakukan supervisi manejerial agar pengelolaan sekolah berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang sudah digariskan PP Nomor 19 tahun 2005. “Jadi semuanya itu berkaitan,” tegas Tambunan.
Dijelaskannya, penerapan Permeneg PAN ini akan berlaku pada 01 Januari 2013. Dimana, kinerja guru setiap tahunnya akan dinilai, disamping dalam rangka memenuhi 8 standar nasional, yakni, standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar penilaian, standar pengelolaan, standar pendidikan, dan standar pembiayaan.
Sementara yang lainnya diatur dalam PP Nomor 19 tahun 2005. "Jadi, penilaian kinerja guru tidak cukup dengan sertifikasi saja. Sertifikasdi itu, hanya tanda. Sertifikasi itu ibarat, seseorang dikatakan lahir sebagai warga negara Indonesia setidaknya memiliki akte kelahiran," jelas Tambunan.
Menurut dia, guru yang profesional diawali dengan memiliki sertifikat guru. "Guru profesional atau tidak, itu lah yang harus dikembangkan. Salah satunya melalui penilaian kinerja guru,” ujar Tambunan mengakhiri. (DeTAK-indra marbun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar