DeTAK UTAMA EDISI 179
Beberapa pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mengundang Profesor David T Ellwood, Dekan Harvard Kennedy, untuk menyampaikan kuliah tentang peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan orang miskin.
Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan, kata David T Ellwood, adalah dengan memperkuat ekonomi negara.
Sistem kapitalisme yang dianut di Indonesia, jelas David, memungkinkan para pemilik modal (swasta) baik asing maupun pribumi mengusai sumber-sumber kekayaan alam di Indonesia sehingga membuat kesengsaraan dan tidak meratanya pendapatan.
Para pemilik modal tersebut secara perhitungan di atas kertas bisa menutupi pendapatan-pendapatan per kapita orang-orang miskin ketika pemerintah menghitung pendapatan rata-rata per kapita.
"Kesenjangan ekonomi sangat terasa terutama jika kita hidup di desa, karena sangat mudah mendapati kemiskinan yang mewabah karena 64 persen orang-orang miskin berada di pedesaan," jelas David.
Belum lagi sistem mata uang yang dianut di Indonesia menggunakan fiat money yang menstandartkan nilai rupiah kepada dolar sehingga Indonesia sangat tergantung kepada kestabilan ekonomi Amerika.
Oleh karena itu tanpa mengubah paradigma kebijakan ekonomi secara mendasar maka bisa dipastikan tidak akan pernah bisa terlepas dari masalah kemiskinan dan pengangguran yang terus terjadi dalam jumlah yang sangat tinggi.
Di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) sendiri pengentasan kemiskinan tetap menjadi prioritas program pembangunan pemerintahan sekarang.
Disamping program pemerintahan pusat, Pemerintah Provinsi Kalteng punya Program Mamangun Tuntang Mahaga Lewu (PM2L).
Dari data yang ada, program PM2L cukup berhasil. Buktinya, dalam tiga tahun terakhir, tepatnya dari 2008 hingga 2010, jumlah desa tertinggal berkurang sebanyak 265 desa dari total 895 desa (61,81 persen).
Data ini hasil survai potensi desa 2008 yang disahkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng pada 2010. Berdasarkan hasil survei diketahui 83,05 persen desa tertinggal terdapat di Kabupaten Murung Raya, 69,75 persen di Katingan, dan 63,59 persen di Kabupaten Lamandau.
Tahun ini ditargetkan jumlah desa tertinggal berkurang sebanyak 307 desa. dari 895 desa. Artinya, selain program PM2L, masih ada beberapa program nasional yang diharapkan dapat mengurangi jumlah desa tertinggal di Kalteng.
“Selain PM2L, kita belum bisa mengukur berapa target dari program nasional dalam upaya percepatan pengentasan desa tertinggal, namun kita optimis tahun 2015 desa tertinggal kita bisa mencapai 600-an,” terang Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMDes) Provinsi Kalteng melalui Kasubbid Penguatan Kapasitas Pemerintahan Desa atau Kelurahan, James B Simatupang
CARE International Indonesia, salah satu Non Govertment Organization (NGO) yang peduli pada pengentasan kemiskinan menilai pengentasan kemiskinan di Kalteng lemah Dari pantauan pihaknya, ungkapnya, ada beberapa masalah yang menjadi kelemahan dari desa-desa yang tergolong masyarakatnya miskin.
Pertama, desa bersangkutan tidak memiliki perencanaan yang struktural.
Kedua, yang menyebabkan terjadinya kemiskinan ditingkat masyarakat desa, adalah masalah anggaran desa.
Begitu pendapat CARE International Indonesia Tecnichal Project Officer (TPO) Institusi, Murianson.
Kelemahan lain nampak juga dari sektor pendidikan dan Kesehatan. Ketua Komisi C DPRD Kalteng Ade Supriadi mengatakan, keberadaan kedua sektor ini di desa tertinggal sangat dilematis.
Sektor pendidikan, dinilai Ade sangat kurang sarana prasarananya lantaran muridnya terbilang sedikit.
Sedangkan untuk sarana prasarana kesehatan, kata Ade, perlu adanya pemerataan tenaga kesehatan.
Pada bahasan kali ini, DeTAK juga mengutip pemberitaan soal upaya pemerintahh pusat menangani pengentasan kemiskinan melalui penggelontoran anggaran yang dari beberapa media nasional.
Dilengkapi opini dari pengamat ekonomi dan kebijakan publik yang diambil dari Website Sekretariat Pokja Pengendali Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat - PNPM Mandiri berjudul Sekali Lagi, Soal Kemiskinan.(DeTAK-indra/rickover)
307 Desa Lepas dari Ketertinggalan (DeTAK UTAMA EDISI 179)
James B Simatupang, S.Sos, M.Si. |
Kriteria desa tertinggal harus dilihat dari tingkat keparahannya. Keparahan itu, diantaranya bisa dilihat dari sisi infrastruktur, akses pendidikan, kesehatan, tingkat pertumbuhan ekonomi, informasi dan teknologi.
Termasuk, sistem pelayanan publik di masyarakat melalui pemerintah desa setempat yang tidak mampu merespon terhadap pembangunan yang masuk di wilayah perdesaan.
Begitu diutarakan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMDes) Provinsi Kalteng melalui Kasubbid Penguatan Kapasitas Pemerintahan Desa atau Kelurahan, James B Simatupang. Menurutnya, sejauh ini sudah banyak langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalteng dalam pengentasan desa tertinggal menjadi desa mandiri.
“Melalui program PM2L, Pemerintah Provinsi Kalteng berupaya menuntaskan desa tertinggal,” ujarnya kepada DeTAK, diruang kerjanya, baru-baru ini. Dikatakan, dalam program PM2L tersebut, jumlah desa sasaran tiap tahunnya ditargetkan sebanyak 42 desa. Program ini juga di dukung program yang secara nasional maupun daerah setempat. Program nasional, misalnya, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) meliputi Program Percepatan Desa Tertinggal Khusus (P2DTK) yang saat ini terlaksana di tiga kabupaten, Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan, Katingan.
Kemudian, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dan Program Program Pengembangan Kecamatan Perkotaan (P2KP) yang difokuskan pada desa dan kelurahan yang masih dalam kategori tertinggal.
“Jadi, PNPM ini terdiri beberapa program, salah satunya adalah Program Mandiri Perdesaan yang notabene hampir mencakup semua kabupaten,” ujar Pelatih Utama Metodologi PMD tingkat nasional ini.
Dalam hal ini, terang James, program pusat dan daerah sifatnya saling mengisi dengan pola yang berbeda-beda. Artinya, pola yang berbeda-beda itu sendiri dalam rangka bagaimana upaya-upaya percepatan dapat dilakukan, sehingga upaya percepatan tersebut lebih besar kapasitas perdesaan atau kelurahan yang bisa ditangani.
Diharapkan tahun 2011 jumlah desa tertinggal dari PM2L berkurang sebanyak 307 desa dari 895 desa. Artinya, selain program PM2L, masih ada beberapa program nasional yang diharapkan dapat mengurangi jumlah desa tertinggal di Kalteng.
“Selain PM2L, kita belum bisa mengukur berapa target dari program nasional dalam upaya percepatan pengentasan desa tertinggal, namun kita optimis tahun 2015 desa tertinggal kita bisa mencapai 600-an,” terang James B Simatupang yang notabene mantan aktivis nasional ini.(DeTAK-indra marbun)
Tingkat Bawah Tidak Paham (DeTAK UTAMA EDISI 179)
Murianson |
Pelaksanaan dua program pemerintah melalui BPMDes Provinsi Kalteng tentang penanganan desa tertinggal juga melibatkan pihak Non Government Organization (NGO).
Salah satunya adalah kelembagaan CARE International Indonesia. NGO ini telah melakukan singkronisasi dengan pemerintah terkait pemberdayaan masyarakat melalui proyek kegiatan yang disebut dengan Community Based Rehabilitation and Revitalitation (CBRR).
Pihak CARE International Indonesia melalui Tecnichal Project Officer (TPO) Institusi, Murianson mengatakan, pelaksanaan kegiatan tersebut dilaksanakan di wilayah Eks PLG.
Dalam pengentasan kemiskinan pihaknya juga melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota guna menentukan desa-desa yang menurut penilaian pihak pemerintah daerah masuk dalam kriteria desa tergolong miskin.
Saat ini, kata Murianson, telah melakukan kegiatan untuk lima desa di dua kabupaten, yakni Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Untuk Kabupaten Pulang Pisau terdiri dari Desa Sigi Kecamatan Kahayan Tengah, Jabiren Kecamatan Jabiren Raya, dan daerah Anjir.
Sedangkan Kabupaten Kapuas, terdapat di Desa Penda Ketapi Kecamatan Kapuas Barat, dan Desa SP3 Transmigrasi Palingkau Sejahtera di Kecamatan Kapuas Hulu.
"Yang menjadi tolak ukur dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat di lima desa tersebut, yakni, dilihat dari kondisi desanya, tipikalogi lahannya, dan melihat dari kondisi sosial budaya masyarakat," jelas Murianson.
Dari pantauan pihaknya, ungkapnya, ada beberapa masalah yang menjadi kelemahan dari desa-desa yang tergolong masyarakatnya miskin.
Pertama, desa bersangkutan tidak memiliki perencanaan yang struktural. "Hampir di beberapa desa tersebut tidak mempunyai perencanaan.Itu sekarang yang banyak terjadi. Artinya, kalau membuat perencanaan, seperti Musrenbang, terkesan banyak dibuat diatas meja oleh para elit saja,” bebernya di Hotel Batu Suli Internasional, Palangka Raya.
Dalam hal pemberdayaan masyarakat, pihaknya mendorong agar bagaimana masyarakat itu dapat mengenali setiap potensi dan masalah yang mereka miliki di desanya masing-masing, sehingga masyarakat nantinya menjadi tahu apa yang harus dilakukan ke depannya.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, terang Murianson, pihaknya juga telah melakukan beberapa tahapan kegiatan. Diantaranya, penguatan ditingkat sosialisasi, penguatan ditingkat masyarakat atau pemerintah desa, dan melakukan sinkronisasi RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa).
Dalam proses sinkronisasi RPJMDes tersebut pihaknya juga memperkaya dengan adanya peta Tematik, yakni peta yang menggambarkan tentang potensi keadaan dan kondisi di desa. Permasalahan kedua yang menyebabkan terjadinya kemiskinan ditingkat masyarakat desa, lanjut Murianson, adalah masalah anggaran desa.
Artinya, hampir disetiap desa belum memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang tercatat. Dalam hal ini, pihak pemerintahan desa selain anggarannya dibatasi, juga tidak memahami dalam mengelola APBDes-nya. "Yang terjadi justru anggaran yang ada itu tidak dicatat lagi dalam APBDes, sehingga ada peluang terjadinya korupsi. Akibat hal itu, peluang munculnya kemiskinan menjadi terbuka," tegasnya.
Murianson memastikan, sebanyak apapun bantuan keuangan, namun tidak diproses dengan perencanaan yang bagus, maka akan menjadi masalah.
"Keuangannya banyak yang masuk, tetapi tidak tercatat, atau tidak diakurasi akan menjadi masalah juga. Ini bisa menjadi satu indikator juga yang menyebabkan terjadinya kemiskinan di suatu desa," yakin Murianson.
CARE, sambung dia, berpandangan yang menjadi solusi kedepan terkait mengentaskan kemiskinan dalam segi pemberdayaan masyarakat, khususnya desa tertinggal adalah setiap elemen harus bersatu.
Secara umum, menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah sudah melakukan antisipasi yang bagus dengan memiliki strategi melalui program dan sejumlah dana yang dialokasikan.
Sayangnya, nilai Murianson, struktur pemerintahan ditingkat bawah masih banyak yang belum tanggap, atau belum mengerti terhadap program yang telah dilaksanakan pimpinan diatasnya. “Sebenarnya bila semuanya bersinergisitas, mulai dari Pemprov, kabupaten/kota dan semua elemen bekerja dengan satu tujuan yang sama, saya pikir semua desa lepas dari ketertinggalan dan kemiskinan,” tegasnya.
Selain Provinsi Kalteng cukup memiliki sumberdaya yang sangat banyak, kata Murianson, masyarakatnya pun sangat mendukung bila berhubungan dengan ekonomi.
Pemerintah Provinsi sudah mempunyai link yang sangat besar, baik itu program-program dari pusat maupun dari luar negeri. “Cuman tinggal diolah sedemikian rupa, sehingga intervensi yang kita lakukan tepat dan sangat berguna,” sarannya. (DeTAK-indra marbun) Pendidikan dan Kesehatan Dilematis
Ade Supriadi, SP |
Ketua Komisi C DPRD Kalteng Ade Supriadi lebih memilih menyoroti kemiskinan dari sektor pendidikan dan kesehatan.
Ade menyatakan, keberadaan kedua sektor ini di desa tertinggal sangat dilematis. Sektor pendidikan, misalnya, dinilai Ade sangat kurang sarana prasarananya lantaran muridnya terbilang sedikit.
Ia mencontohkan, di Kelurahan Tanjung Pinang Palangka Raya, sekolah ada dengan jumlah murid 19 orang, tapi gurunya hanya 12 orang.
"Dari sisi efektifitas dan efisiensi, sudah tidak tepat. Anehnya, murid kelas tiga dan kelas empat, banyak yang belum bisa baca tulis," ungkap Ade.
Contoh sama juga ditemukan di Keluarahn Gaung Baru, dimana jumlah muridnya sekitar 29 orang dan jumlah gurunya 16 orang.
“Dapat dibayangkan, kondisi tersebut tidak berimbang antara guru dan murid. Kondisi ini perlu mendapat perhatian pihak yang berwenang,” kata Ade di ruang kerjanya.
Sedangkan untuk sarana prasarana prasarana kesehatan, Ade menilai, perlu adanya pemerataan tenaga kesehatan. Dikatakan, selama ini di Puskesmas Pembantu (Pustu) dan Polindes banyak yang tidak ada tenaga medisnya.
Tempo hari, katanya, pihaknya, sudah mengalokasikan dana insentif tenaga kesehatan untuk daerah terpencil.
Dalam hal ini, untuk puskesmas yang relatif lebih maju perlu diarahkan atau ditugaskan tenaga medisnya didaerah-daerah yang tertinggal yang notabene tidak ada tenaga kesehatannya.
Soal keberadaan PM2L, Ade berpendapat, keberadaan sarjana yang diterjunkan dalam PM2L kurang efektif untuk mengatasi kondisi pendidikan dan kesehatan di daerah tertinggal.
"Tapi ini bisa kita maklumi, karena kualifikasi pendidikan sarjana yang diterjunkan dalam PM2L tidak membidangi dalam akses-akses tersebut," jelasnya. Peran sarjana PM2L, lanjut Ade, sifatnya hanya mendorong saja.
“Namun banyak informasi yang saya terima, bahwa tenaga sarjana PM2L banyak yang tidak berada ditempat penugasannya," bebernya.
Ia meminta sarjana PM2L perlu dievaluasi oleh dinas terkait. "Kondisi ini terjadi karena kesejahteraan sarjana PM2L tersebut sangat kurang,” tambahnya. (DeTAK-indra marbun) DeTAK Utama selengkapnya di Tabloid DeTAK Edisi 179
Tidak ada komentar:
Posting Komentar