DeTAK ANJANGSANA EDISI 179
Indonesia Mediation Centre (IMC) menawarkan suatu penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat lewat dialog atau mediasi.
Sengketa tanah, misalnya, yang belakangan ini cukup marak di Kota Palangka Raya, ketimbang diselesaikan lewat pengadilan yang memakan waktu lama dan biaya banyak, lewat mediasi sengketa itu bisa diselesaikan.
"Dalam hal ini mediator menjadi fasilitator antara kedua pihak yang bermasalah. Menjadi pengiring pihak bersengketa mendapatkan jalan keluar dengan damai, tanpa ada kekerasan," jelas Direktur Eksekutif IMC Humphrey R Djemat, Rabu pekan lalu.
Hanya saja, mediator sekadar fasilitator, tidak sampai pada tahap penyelesaian sengketa. Mediasi, jelas Humphrey, sebatas mempertemukan pihak bersengketa, hasilnya kemudian diajukan ke pengadilan untuk diselesaikan secara hukum.
Walikota Palangka Raya HM Riban Satia sendiri mengakui penanganan penyelesaian konflik pertanahan cukup rumit. Apalagi Pemerintah Kota (Pemko) belum memiliki sumber daya manusia (SDM) yang mumpumi dalam soal mediasi.
Karenanya ia meminta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengikuti pelatihan benar-benar serius agar dapat diandalkan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat.
"Dengan memegang sertifikat mediator, saudara memiliki profesi menjadi mediator selain Pegawai Negeri Sipil (PNS)," pinta Riban Satia saat membuka pelatihan mediator di Ruang Peteng Karuhei II Balaikota Palangka Raya.
Walikota menilai, penyelesaian konflik lewat mediasi bisa menjadi alternatif penyelesaian di luar pengadilan (nonligitasi).
"Mediasi mengutamakan win-win solusi tanpa harus diselesaikan melalui jalur hukum (ligitasi). Ini ditempuh karena penyelesaian melalui jalur pengadilan dianggap terlalu formalistik, memakan waktu lama dan mahal," kata Riban Satia.
Putusan pengadilan, pandang Walikota, kerap dinilai tidak memuaskan salah satu pihak, sehingga diharapkan penyelesaian lewat mediasi mengatasi hal tersebut atau memuaskan pihak bersengketa. (DeTAK-rickover)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar