DeTAK DAERAH EDISI 143
PANGKALAN BUN, DeTAK-Ratusan nelayan di desa pesisir pantai barat Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mengeluh. Akibat sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan jebloknya harga udang menyusul seretnya tangkapan nelayan.
"Sejumlah nelayan tradisional gigit jari seusai melaut. Produksi ikan atau udang tidak sebanding dengan besarnya biaya melaut," tutur Bachrudin Noor menggambarkan kondisi apes para nelayan. Mengutang terpaksa jadi pilihan, kata Bachrudin, untuk mendapatkan BBM jenis solar dan minyak tanah (Mitan) dari pedagang setempat, termasuk fasilitas kapal dan alat tangkap.
Bachrudin mengatakan, merosotnya harga udang cukup merugikan nelayan kecil yang pas-pasan. "Harga udang brown per kilonya hanya Rp30 ribu, sebelumnya Rp45 ribu per kilo," ungkap tokoh masyarakat Desa Keraya, Kumai ini.
Ia menginginkan, pemerintah kabupaten lewat dinas terkait untuk turun tangan mengatasi anjloknya harga itu. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan H Chairil Anwar mengaku, tidak mengetahui pasti merosotnya harga udang hasil tangkapan nelayan. "Kalau naik turunnya harga udang, tergantung permintaan pasar. Apalagi biaya angkut hasil tangkapan juga tinggi, sebab nelayan setempat dalam operasionalnya banyak menggunakan BBM solar dan bukan mitan," jelasnya.
Kepada nelayan pantai Chairil meminta bersikap hati-hati jika mematok harga udang. "Selama ini merosotnya harga udang akibat ulah para tengkulak yang berdatangan ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Sementara nelayan pantai barat, hanya gigit jari," ucapnya.
Saat ini saja, lanjut Chairil, pihaknya telah kedatangan tim dari Direktorat Perikanan dan Kelautan yang akan melakukan peninjauan terhadap masyarakat nelayan. (DeTAK-rickover/brbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar