DeTAK EDISI 138
Becak motor atau Bentor, begitu yang biasa disebut bagi kenderaan roda tiga hasil modifikasi Becak dan motor ini. Di Kota Gorontalo, Medan dan Banda Aceh Bentor bukan barang baru lagi. Bahkan, ditiga kota itu peraturan daerah (perda) sudah ada. Dengan begitu Bentor bersama becak dan angkutan umum semisal angkutan kota (Angkot) bebas wara-wiri.
Di Kota Palangka Raya dan Kasongan Kabupaten Katingan Bentor masih barang baru. Untuk ukuran Kalimantan Tengah (Kalteng) tergolong kenderaan langka. Mesipun di Palangka Raya sudah ada komunitas Bentor, namun dalam beroperasi masih diliputi rasa was-was. Begitu juga di Kasongan.
Umumnya pergumulan yang dialami para pengemudi kenderaan itu berkutat pada belumnya adanya legalitas operasional berupa izin dari pemerintah. Meskipun tanda-tanda melarang Bentor beroperasi juga tidak ada.
Ardan, Ketua Komunitas Bentor mengatakan, pihaknya sejauh ini terus berupaya melakukan koordinasi dengan Dishubkominfo Kota Palangka Raya meminta penjelasan mengenai status Bentor. “Kami sudah pernah meminta kejelasan bagaimana kelanjutan dari izin resmi Bentor agar kesannya tidak liar,” ujarnya saat ditemui DeTAK di Pangkalan Bentor, Pasar Besar Palangka Raya. Di Kasongan, Bentor malah hampir tiga tahun beroperasi. Dinas Perhubungan dan Kominfo Katingan rupanya agak kesulitan menyoal soal izin. Mereka hanya meminta pemilik dan pengemudi merubah bentuk Bentor.
Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Katingan Malison mengatakan,realisasi legalitas tidak semudah membalikan telapak tangan. Harus melalui berbagai tahapan proses lebih dulu. "Sampai saat ini belum ada kepastian apakah Bentor akan dilegalkan beroperasi. Untuk sementara kita juga tidak melarang Bentor beroperasi karena melihat dari sisi kemanusiaan," jelas Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Darat dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Palangka Raya Alex Salindeho.
Dia memastikan, pihaknya tidak akan tutup mata dengan aspirasi masyarakat bawah perihal pelegalan operasional Bentor. Tak ayal kehadiran Bentor ditanggapi juga oleh pemilik Angkot dan penarik becak. Ramli misalnya, menganggap Bentor sebagai pesaing. Terutama, jika dilihat dari jangkauannya yang lebih jauh ketimbang Becak. Semenjak ada Bentor, kata Ramli, pengguna Becak lebih sepi dari pada biasanya.
Agak berbeda dengan Bahrudin, seorang pengemudi Angkot. Baginya, kehadiran Bentor belum begitu berpengaruh, apalagi sampai mengurangi penumpang Angkot.
Bahkan ia setuju saja jika nantinya pemerintah kota meresmikan kehadiran Bentor. Tidak menutup kemungkinan, kelak justru Bahrudin yang beralih profesi. "Siapa tahu lebih menguntungkan," katanya.
Apesnya, tak semata legalitas, kenderaan alternatif penumpang rupanya juga bermasalah dengan kategori kenderaan rujukan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Ketua Organda Kota Palangka Raya Charly Simal Penyang mengatakan, perlunya ada uji kelayakan yang profesional dalam pengoperasian Bentor. “Sebenarnya kita setuju saja, tapi jangan sampai mengambil jalur angkutan yang sudah tertata,” tandasnya.
Anggota Komisi II DPRD Kota Palangka Raya Suhardi Lentam Nigam mengusulkan adanya pengkajian dari aparat yang terkait. Kalaupun Bentor dilegalkan, maka solusi yang tepat menurut Suhardi, Bentor dioperasikan di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh angkutan umum, seperti ke jalan-jalan kecil.
Tapi, ada baiknya berkaca pada apa yang dialami Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan yang hingga kini masih juga berkutat soal legalitas. Malah, beberapa pihak mengusulkan dibuatnya jalur khusus untuk Bentor. (DeTAK-rickover/indra/yusy/aris)
Berita selengkapnya baca Tabloid DeTAK edisi 138
Berita selengkapnya baca Tabloid DeTAK edisi 138
Tidak ada komentar:
Posting Komentar