Lulusan SMA Mau Diapakan

DeTAK UTAMA EDISI 171

Tahun ini benar-benar tahun malang bagi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pekan lalu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) melontarkan larangan lulusan SMA atau Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ditiadakan dalam formasi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2011 ini. 

Alasan yang mencuat, berdasarkan statistik jumlah PNS lulusan SMA masih cukup banyak. Selama ini, justru yang mengusulkan diterima lulusan SMA menjadi CPNS justru datangnya dari permintaan pemerintah daerah.
Kalaupun Pemda kukuh untuk memasukkan lulusan SMA, karena alasan untuk dipekerjakan sebagai tenaga kebersihan, keamanan, dan pengemudi, pemerintah pusat tidak bisa lagi mengabulkannya. Hanya saja, Walikota Palangka Raya HM Riban Satia mengingatkan, lulusan sarjana tidak mungkin memperkerjakan lulusan sarjana menjadi petugas kebersihan atau supir maupun pekerjaan sejenis lainnya.
“Kalau memang ada ketentuan dari pemerintah , harus jelas dulu aturannya. Kendala kita selama ini, karena tidak adanya pengangkatan, sementara tugas-tugas untuk penjaga sekolah atau supir misalnya, tidak ada. Kan, tidak mungkin seorang sarjana ditugaskan menjadi penjaga sekolah atau jadi supir? Itu sama saja tidak menghargai lembaga pendidikan,” kata Walikota Palangka Raya HM Riban Satia saat ditemui di ruang kerjanya, pekan lalu.
Kepala BKPP Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) melalui Kepala Bidang Pengembangan Hasanudin menjelaskan, soal diterima atau tidaknya formasi lulusan SMA pada penerimaan CPNS 2011 ini lebih tergantung kebutuhan dan kinerja masing-masing daerah.
“Di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalteng saat ini tidak lagi ada formasi CPNS untuk lulusan SMA. Lulusan SMA saat ini diarahkan menjadi tenaga kontrak di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Itupun, kebutuhan tenaga kontrak lebih tergantung dari dana yang ada di SKPD,” kata Hasanudin.
Dua wakil rakyat, yakni Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palangka Raya Elsanto Harinatalno dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah Arief Budiatmo menolak ditiadakannya formasi lulusan SMA pada penerimaan CPNS tahun ini.
“Ini yang perlu dipertimbangkan. Soalnya, lulusan SMA tiap tahunnya mem-bludak. Apakah ada solusi lain yang dikoordinasi untuk menampung atau memberikan pendidikan secara khusus untuk lulusan SMA yang tidak mampu atau pun yang tidak mau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya pikir, ada baiknya bila memang ada solusi lain dari pemerintah,” jelas Elsanto di ruang kerjanya, pekan lalu.
Sepanjang belum ada solusi, Elsanto tidak setuju formasi CPNS untuk lulusan SMA ditiadakan. Kalau pun harus ditiadakan, pemerintah pusat setidaknya mengambil langkah alternatif guna mengurangi angka pengangguran.
“Saya kira pemerintah jangan terlalu cepat memutuskan bahwa SMA tidak bisa diterima. Kita menyadari bahwa SMA masih banyak. Pemerintah harus membuka mata untuk itu,” tanggap Arief Budiatmo. Selama ini pemerintah telah memiliki program untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan, namun dengan adanya kondisi ini, Arief pesimis program pemerintah itu dapat berhasil.
Namun, tidak hanya lulusan SMA yang resah, tenaga honorer pun dirundung kemalangan. Soalnya, yang diakui pemerintah pusat hanya honorer penerimaan 2005, diluar itu dianggap honorer “ilegal”. Tak salah, jika mereka pun merencanakan melakukan demo dengan mengepung Istana Presiden. Saat ini saja, pemerintah pusat terus mengkaji solusi tentang kemungkinan tenaga honorer tertinggal (di bawah tahun 2005) yang gagal jadi CPNS karena tidak memenuhi kriteria.
Deputi SDM Bidang Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ramli Naibaho mengungkapkan, pemerintah tetap melakukan pendekatan kesejahteraan kepada honorer yang gagal dalam proses seleksi CPNS.
"Bagi honorer yang tidak lolos ataupun tidak memenuhi kriteria, pemerintah melakukan pendekatan kesejahteraaan, yaitu dengan memberikan perbaikan penghasilan sesuai kemampuan keuangan negara atau daerah. Paling tidak setara UMR (Upah Minimum Regional). Jadi tidak seperti sekarang yang sebulannya tidak menentu, antara Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu," tutur Ramli, Senin pekan lalu. (DeTAK-indra/rickover)

2 komentar: